16❇ Sepotong Roti

126 44 0
                                    

Playing Now;
Who I am - Alan Walker ft. Putri Ariani & Peder Elias

»»————>❇❇❇<————««

Meski Chris sudah memberikan isyarat tidak dengan gelengan samar kepalanya, Hazel yang dilanda kelaparan terlanjur tidak bisa menangkap kejanggalan yang dirisaukan Chris sesungguhnya.

Gadis itu malah menanggapi si wanita paruh baya, "Benarkah? Anda membutuhkan pelayan? Kami berdua bisa!"

"Hohoho, sudah kuduga kalian mau!" Responnya dengan bertepuk tangan sekali. "Kemari, ikuti aku!"

Si wanita paruh baya itu memimpikan jalan menuju kedai teh susunya, sementara Hazel dan Chris mengikuti dua langkah di belakangnya.

"Hazel, wanita itu terlihat sangat mencurigakan" Bisik Chris sepelan mungkin.

"Mau mencurigakan atau mem membahayakan pun pikirkan itu nanti, yang penting kita dapatkan uang dan makan lalu bisa membeli pakaian,"

Chris tidak bisa menyahuti karena memang benar mereka membutuhkan apa yang barusan Hazel sebutkan. Alhasil, pria itu hanya pasrah mengikuti alur.

"Nah, kita sudah sampai!"

Mereka berdiri di depan kedai teh susu yang menurut Chris tidak begitu ramai namun juga tidak sepi. Ada beberapa orang yang terbagi di beberapa meja sedang menikmati teh susu dan kudapan.

"Anda yakin memerlukan dua pelayan?" Sontak saja pertanyaan itu Chris ajukan begitu melihat kondisi kedai.

Hazel menyikutnya, "Chris!"

Wanita paruh baya itu malah terkekeh, "Aku tahu apa yang kau pikiran, anak muda. Tapi tentu saja aku memang benar membutuhkan dua pelayan. Memang saat ini seperti yang kau lihat kondisi kedai sedang tidak ramai, tapi kau harus menyiapkan tenaga ekstra saat menjelang petang nanti karena kedai sangat ramai di malam hari,"

"Tuh kan! Kekhawatiranmu itu tidak perlu sama sekali." Bisik Hazel pada Chris, namun pria itu tetap sangsi.

"Kemari, ikuti aku. Aku memiliki beberapa pakaian bekas yang masih layak tuk dipakai kalian berdua,"

....

Pakaian yang pantas dan makanan pun mereka dapatkan dari si wanita paruh baya pemilik kedai teh susu. Hazel yang girang namun Chris tetap memikirkan segala kejanggalan yang terjadi setelah mereka melarikan diri dari dermaga.

"Um, ini ditaruh di mana Nyonya---?" Tanya Hazel mengangkat nampan yang berisi potongan roti yang tidak habis bekas pelanggan.

"Letakkan saja di belakang atau buang ke tempat sampah. Ah, ya, namaku Emma Welther, panggil saja sesukamu."

"B-baiklah, nyonya Welther. Omong-omong boleh aku memintanya? Daripada dibuang lebih baik kumakan,"

"Tentu. Ambil saja,"

"Terimakasih, nyonya."

Si pemilik kedai berlalu melanjutkan kegiatannya, sementara Hazel sudah hendak melahap roti bekas di nampannya sebelum Chris menghentikan aksi gadis tersebut.

"Letakkan itu dan makan punyaku saja!" Sebuah roti baru tersodor di hadapannya.

"Chris, apa yang kau lakukan? Memangnya kau tidak memakan jatahmu tadi?"

"Aku makan, tapi tidak keduanya. Ku sisakan satu untukmu,"

"Ow, romantisnya~"

"Berhenti memasang wajah begitu!"

"Wajahku kenapa memangnya?"

Makin merahlah muka Chris dibuatnya. Hazel sangat suka sekali perpaduan warna tomat alias semburat rona di pipi pria itu, membuat gadis itu tertawa kecil.

"Sudah, hentikan! Lebih baik kita fokus bekerja."

Memang benar ternyata ketika memasuki jam petang kedai mulai ramai, terlebih saat matahari telah tenggelam dan malam menyapa, kedai ini berkali lipat ramainya hingga dia orang pekerja baru itu cukup kewalahan.

Hingga kedai tutup di jam tengah malam, barulah Hazel dan Chris dapat beristirahat.

"Huh, lelahnya. Ternyata yang namanya bekerja itu seperti ini yah. Cukup menyenangkan."

Chris tersenyum melihat tingkah Hazel yang mensolonjorkan kakinya begitu saja di lantai kedai. Pria itu menarik tangan Hazel agar gadis itu bangkit berdiri namun malah disuguhi protesan yang lebih muda.

"Lantainya kotor dan itu bisa membuatmu mencuci baju dengan tenaga ekstra untuk menghilangkan noda debunya," Ujar Chris menjawab protes Hazel.

Meski cemberut, gadis itu tetap patuh dengan bangkit seraya menepuk-nepuk bagian belakang bajunya yang kotor.

"Hazel, aku mau bicara"

"Bicara saja,"

Chris terlihat melihat ke kanan-kiri terlebih dahulu, memastikan nyonya Welther tidak ada untuk menguping. Dirasa aman, barulah pria itu berbicara;

"Ini sedikit rahasia,"

Hazel mendekat dan berjinjit guna mendengarkan, namun itu terlalu dekat hingga ujung hidung gadis itu nyaris menyentuh daun telinga Chris.

Yang ditunggu penjelasannya malah berdeham dengan suara yang mendadak serak.

"Ekhm, Hazel, kau terlalu dekat"

"Oh, maaf" Gadis itu munduran sedikit. "Omong-omong, kenapa wajahmu merah? Cuaca malam tidak panas, apa kau mendadak demam?" Tanya Hazel dengan punggung tangan yang nyaris ditempelkannya pada dahi Chris namun ditepis pelan oleh pria itu karena mendadak gugup.

"A-aku baik-baik saja. Mungkin hanya perasaanmu. Ah ya, soal yang tadi---ada yang mau ku bicarakan" Dengan segera Chris mengalihkan percakapan.

"Ya sudah, katakan."

"Mengenai kedai ini dan nyonya Welther," Ungkap Chris.

"Memangnya kenapa dengan---"

"Ya? Memangnya ada apa denganku juga kedai ini?" Nyonya Welther, entah darimana muncul menyahut ucapan Chris, memotong pertanyaan Hazel.

______________________

TO BE CONTINUE
_____________________


GERBONG KERETA, CERITA KITA {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang