Awan berubah menjadi gelap itu biasanya ditunggu-tunggu oleh setiap orang yang ingin menulis. Mengapa? Terkadang setiap tulisan akan tercipta ketika suasana hening dan mungkin hanya ditemani dengan suara jam dan musik sendu saja. Itu menurutku. Aku memang pecinta tulisan malam yang justru aku sendiri yang menulisnya. Tulisanku akan terasa indah dan kamu akan selalu ada didalamnya. Indah? Semoga.
...
- Letih kehabisan kata, dan kita pada akhirnya diam-
Sebuah alunan yang terkadang mengingatkanku pada setiap kejadian yang telah direkam beberapa tahun lalu, semua terekam jelas pada ingatan. Tercipta kenangan dalam sebuah peristiwa, begitupun kau dengan aku. Yama dan Yasa, dipertemukan tanpa sengaja di sebuah gedung besar terkenal di kota Bandung. Sudah hampir satu tahun aku mengenal Yasa dan Tuhan memang merencanakan semuanya. Aku adalah Yama, dan ia, Yasa. Hampir sama namun sifatnya berbeda, Yasa manusia pecinta kopi, musik, dan hal-hal yang sewajarnya laki-laki, dan aku? Hanya sebatas perempuan rumahan dengan hobi menulis, penyuka roti bakar dan penyuka buku-buku bergenre romance. Biasakan? Tentu.
Kita menyimpan kenangan dalam lingkaran peristiwa, kau penikmat kopi sedangkan aku penikmat kau kala meminum kopi. Terlihat indah bukan? Kelembutan kau dalam menawarkan kopi terlihat manis di sebuah Kedai Kopi. "Yam, mau coba kopi?". Aku hanya tersenyum, ia berbicara kembali "Kopi ku tanpa gula, sengaja ku beritahu biar kau tak lupa". Helaan nafasku semakin panjang setelah mendengar ia berbicara seperti itu. Belum sempat aku jawab, ia kembali berbicara "Sebenarnya, dulu aku penikmat kopi yang selalu pakai gula, hampir setiap harinya aku pasti meminum kopi. Jika lupa? Aku pasti memutar pikiranku untuk mengingat bahwa aku sudah meminum kopi atau belum". Aku mencoba untuk memotong pembicaraannya "Wajib banget untuk kamu meminum kopi?", ia menatapku lalu menekan hidungku sambil tersenyum "Yang wajib itu sholat bukan kopi, Yama". Sedikit menyebalkan, namun itu lah Yasa.
Kopi, kopi dan kopi, tak ada yang lain selain kopi yang disukai Yasa. Bahkan berkat Yasa, aku pun jadi penyuka kopi. Sedikit aku singgung kembali perihal kopi kepadanya "Sa, terus kenapa sekarang kamu memilih untuk tidak pakai gula di setiap kopinya?". Helaan nafas yang ada menandakan ia akan mencoba menjelaskan "Sekarang aku telah mengenalmu dan aku anti pakai gula" ujarnya dengan sedikit kedipan mata. Yasa memang memiliki hobi yang selalu membuat orang kebingungan, aku dibuat bingung dengan perkataannya. "Kenapa?", Yasa hanya memandangku dengan lengkungan dibibirnya yang tak pernah hilang seolah-olah aku tahu jawabannya. "Entah kenapa kopi itu membuat ku relaks, pikiranku terbuka bahkan mampu menciptakan segala harapan dalam pikiranku" ujarnya sambil mengambil nafas sejenak "harapanku sekarang ya ini" ia menatapku dengan melebarkan bibirnya. Aku sempat memukul lengannya, sebab Yasa memang laki-laki pintar untuk membuat orang tersenyum.
Tak lama kemudian, kami meninggalkan tempat tersebut. "Yam, sudah kabari Ibu? Hari ini kamu pulang terlambat" sambil memakaikan helm kepadaku. Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala saja. "Pinjam handphonemu" ujarnya. "Mau apa?". Ia hanya menjawab "Biar aku yang kabari Ibumu" mengambil handphone dari genggaman tanganku, lalu ia mencoba untuk menelpon Ibu. Setelah beberapa lama, tak ada jawaban, "Ibu lagi tidur jadi ga akan diangkat" ujarku memberitahunya. "So tau kamu" dan Yasa tetap mencoba menelpon. Tidak lama kemudian, akhirnya ibu mengangkat telponnya dan Yasa berbicara dengan Ibu. Cukup lama mereka berbincang, dan aku melihat ekspresi Yasa yang menunjukkan keceriaan ketika berbicara dengan Ibu. Ia memang lelaki pemberani yang berusaha untuk mendekatkan dirinya dengan orang tuaku..
Rasa penasaranku semakin bertambah ketika melihat itu. Aku mencoba mendekati Yasa, dan ia meyodorkan handphone dengan bahasa isyarat bahwa ibu ingin berbicara denganku. Setelah beberapa lama berbicara dengan Ibu, Yasa langsung mengantar ku pulang "Ibu bilang apa tadi?" ujarku dan Yasa dengan kebiasaanya dia memutar kaca spion untuk bisa melihatku, belum sempatku jawab dia sudah berteriak "MARTABAAAKKK!!!, ROTI BAKAAAR!! ROTI BAKAAAARR!!!" sambil tertawa, aku menepuk pundaknya agar ia berhenti berteriak. "Aku tahu, Ibumu pasti suka martabak dan roti bakar seperti anaknya" ujarnya sambil tertawa dan sesekali melihatku di balik spionnya.
Sesederhana itu, sebahagia itu dan itulah kita. Sesampainya dirumah, kau langsung berbicara dengan Ibuku dengan kelembutan yang kau punya, "Bu, ini martabak dan roti bakarnya yang di pesan anak Ibu", melirik dan tersenyum kepadaku. Selain pintar bermusik, dan pecinta kopi, ia juga ternyata pintar merayu orang tua buktinya ia bisa merayu Ibuku dan mencoba untuk merayu Ayahku pula. Mereka berbincang dengan asyiknya seperti tak ada aku disana. Dari banyaknya harapan, inilah salah satunya. Beruntung sekali aku, di luar sana bisa saja banyak yang ingin sepertiku, mempunyai orang tua yang sangat baik, di kelilingi orang-orang baik seperti sahabat-sahabatku terutama Yasa.
Tak lama kemudian, Yasa pulang karena waktu sudah semakin larut. Kita bahkan tak banyak berbicara karena Yasa begitu asyiknya berbincang dengan kedua orang tuaku, sebelum Yasa pulang, ia mengambil barang yang cukup besar aku saja tak tahu ia menyimpannya dimana, "Yam, tutup mataaa!!" ucapnya dengan berteriak. Tak lama kemudian, Yasa menyuruhku untuk membuka mata. Setelah mataku terbuka, boneka beruang tepat di depan mataku. "Miripkan? Buat kamu", ucap Yasa yang memang sedikit menyebalkan. "Serius?" bahkan aku masih terheran-heran dengan sikap Yasa yang tak biasanya. "Bisa nemenin kamu nanti kalau lagi baca novel dan menulis tentang aku" ujarnya dengan sedikit menjengkelkan.
"Aku harap, apapun yang menjadi tulisanmu mampu membuat pembaca jatuh cinta, seperti aku" ucapnya sambil bergegas menaiki motor kesayangannya. Aku hanya tersenyum, dan ia sibuk merapikan perlengkapan untuk berkendara "Aku mau ke kedai kopi lagi ya, mau tulis harapan dan kisahku sama kamu Yam" ia pun pergi sambil tertawa. Begitulah Yasa, yang ku harap ia mampu membangun semesta pada hal yang semestinya. Semoga..
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekaman
Short StoryRekaman dari kisah yang sengaja dibuat hanya untuk melegakan rasa dari dua makhluk Tuhan yang sempat berbagi rasa.