Psikiater

370 39 5
                                    

Kalian bisa memanggilku Yoongi. Namun jika kalian telah lama mengenalku, panggil saja aku Suga. Aku menyukai nama itu.

Aku senang bermain piano. Sejak kecil saat aku sedang bermain piano, Kak Seokjin selalu menemaniku dan akan bertepuk tangan dengan antusias setelah aku selesai berlatih. Kak SeokJin juga selalu mengantarku ke sekolah. Tak jarang ia akan menemaniku belajar di kelas. Aku sangat menyayanginya.

Kak Seokjin juga sering bercerita tentang kekasihnya. Katanya gadis itu cantik dengan rambut hitam sebatas pinggang. Namun gadis itu pendiam dan jarang tersenyum.

Suatu hari entah apa alasannya, ibuku mengajakku ke psikiater. Awalnya aku bingung karena aku baik-baik saja. Apa ibuku menganggapku gila?

Psikiater yang kutahu bernama Namjoon itu cukup ramah. Dia sepertinya sebaya dengan Kak Seokjin, atau mungkin sedikit lebih muda. Dia tidak bertanya yang aneh-aneh padaku. Dia hanya memintaku untuk menceritakan kegiatan sehari-hariku, siapa teman-temanku, siapa kekasihku.

Tentu saja aku semangat menceritakan kegiatanku di sekolah, juga tentang piano kesayanganku. Aku juga bercerita tentang Kak Seokjin, orang tuaku dan beberapa teman dekatku.

Aku rutin mendatangi tempat praktik Namjoon setiap seminggu tiga kali. Ibuku dan Kak Seokjin selalu mengantarku ke sana dan tidak membiarkanku sendirian.

Namun lama kelamaan, Kak Seokjin jarang mengantarku. Ia jarang menemaniku bermain piano. Dia juga jarang pulang ke rumah.

Bahkan sekarang, aku tidak pernah melihat Kak Seokjin lagi.

"Selamat, Yoongi-ya," ucap Namjoon sambil menjabat tanganku. "Pengobatanmu berhasil."

***

Malang, 21 Maret 2021
Rohmatu Milala

RIDDLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang