Chapter 10-Keteduhan Payungnya

389 95 20
                                    

~Happy Reading~

Karena keistimewaan yang Asahi punya, lelaki ini tidak akan membuatnya sia-sia. Asahi menarik dua kawannya untuk berlindung padanya. Asahi seakan berubah menjadi payung teduh, walau tubuh ringkihnya tidak bisa menjamin setiap kulit pucat kawannya akan aman dari sengatan matahari imitasi.

Asahi tetap mewaspadai area lapangan. Bahaya selalu mengincar di mana pun, Asahi yakin itu. Memercayai insting kuatnya. Karena itu, Asahi menyahut pedang yang semula Haruto bawa, matanya menelisik ke mana saja untuk menemukan tempat berteduh. Namun sayangnya, ia tidak menemukan satupun.

Asahi hampir tumbang dengan serangan yang datang dari samping secara tiba-tiba.

Para ranting, belum juga tuntas. Mereka tidak lagi menyerang secara bergantian, melainkan saling menggabung dan menjadi satu. Bersatunya mereka, membuat kekuatannya tak lagi lemah.

Asahi mengumpat pelan. Ia kebingungan terhadap tubuh kecilnya yang harus bekerja dalam dua hal yang berbeda. Melawan musuh dan melindungi kawan.

"Pergilah, kami bisa saling menjaga." Pinta Haruto yang diangguki lemah oleh Mashiho.

"Bertahanlah! Aku pastikan hal ini takkan lama!" Asahi melepaskan diri dari mereka berdua.

Bersama pedang Master Kwon, Asahi memberikan perlawanan terhadap kepala-kepala lancip itu. Berlari, menghindar, bahkan menyabet mereka secara gesit dan lincah. Tidak ada rasa sengatan sama sekali saat menyentuhnya, berbeda ketika menariknya keluar.

Badan-badan yang sudah kehilangan kepalanya, tidak lagi membusuk, malah bertambah yang semakin membuat Asahi kelimpungan.

Dug!

Kaki kiri Asahi tersandung. Di kala ia lemah, salah satu dari mereka sangat pintar. Melilit tubuhnya dan dilemparkan ke dalam perkumpulan ranting.

Asahi jatuh terlentang dengan dengung di telinganya. Pandangan Asahi mengarah pada atas yang teduh, sinar matahari itu tidak mampu menembus ranting yang saling menumpuk hingga berlapis-lapis.

Namun, di dalam sini tidak mudah juga. Mereka masih berusaha membunuh Asahi. Mereka datang tanpa permisi hendak menusuk.

Hal ini membuat Asahi marah. Pedang yang ada berada pada tangannya digenggam sangat kuat. Asahi mengangkatnya setinggi mungkin sembari berteriak.

Pedang ini seakan merasakan amarah Asahi yang terbuncah. Dia bereaksi dengan menunjukkan biru petirnya walau sedikit.

"Ekeí pou óla katarréoun!" Mode otomatis seakan menyala di mulutnya. Mantra dengan bahasa Yunani itu terucap begitu saja. Biru elektrik tersebut kian terang, bahkan Haruto dan Mashiho yang ada di luar dapat melihatnya.

Asahi menusukkan mata pedangnya ke pasir. Disusul suara dentuman kuat hingga tubuh seringan kapasnya ikut terempas. Untung saja empasan tidak jauh, dasar Paper Doll.

Sepasang maniknya enggan berkedip, terpukau akan usahanya yang sangat efektif. Cahaya biru elektrik dari pedang itu saling menyatu membentuk lengkungan seperti Igloo. Bertujuan sebagai pelindung dari para ranting yang tak pernah menyerah.

Asahi keluar dari lengkungan guna membawa Haruto dan Mashiho untuk masuk ke dalam sana selagi aman.

"Berteduhlah di sini."

Belum selesai merangkak keluar dari Igloo, Asahi langsung bertiarap akibat merekam pergerakan tombak yang jelas dilayangkan ke arahnya.

Asahi kembali tersulut amarah. Ia bangkit dan menarik tombak yang menancap di salah satu ranting. "PAK JIHOON!"

Blood: The Game Was Beginning✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang