SMA NEO SANTARA

8 2 0
                                    

Mentari pagi menyapa gadis cantik itu dengan sinar lembutnya. Dia menuruni tangga menuju lantai bawah tempat orang tuanya sedang sarapan.

"Pagi, Arini Sayang," sapa seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk menyiapkan hidangan. Wanita itu tak lain adalah ibunya.

"Pagi, Pi. Pagi, Mi." Dia balas menyapa  seraya duduk.

"Oh ya. Papi dan Mami akan antar kamu ke sekolah. Kan hari ini hari pertama kamu masuk SMA," ucap Papi saat mereka mulai makan.

Ya, hari ini resmi sudah Arini menjadi anak SMA setelah tiga tahun mengenyam pendidikan di bangku SMP. Akhirnya dia mengenakan rok abu-abu seperti anak remaja di sinetron-sinetron.

"Ah, jangan, Pi. Nanti seisi sekolah pada rame gara-gara ada pengacara sama artis nyasar ke sekolah mereka," cegah Arini.

Ya, benar. Papinya yang seorang pengacara terkenal dan Maminya seorang artis berhijab. Jika mereka mengantar Arini ke sekolah, maka otomatis Arini akan menjadi salah satu orang penting di sekolah, dan Arini tidak mau itu. Dia hanya ingin belajar dengan benar tanpa harus dikejar-kejar 'kasus anak sekolah.' Dia ingin seperti remaja kebanyakan yang tidak menjadi bahan perhatian. Tidak, dia tidak suka sama sekali. Dari dulu pun Arini selalu merahasiakan identitas aslinya. Tentang kedua orang tuanya. Kalaupun ada acara sekolah yang mengharuskan orang tuanya hadir, Arini akan membawa Om dan Tante nya.

Papi dan Mami terkekeh. "Emang kenapa, Rin?"

Arini meneguk susu hingga tersisa separuh gelas. "Arin nggak mau jadi nge- hits disekolah. Lagian kalau mereka tau Arin anaknya artis dan pengacara, mereka pasti nggak akan tulus temenan sama Arin," jelas Arini panjang lebar.

Kedua orang tuanya terdiam saling pandang.

"Terus kamu berangkat naik apa kesana?" tanya Papi.

Belum sempat pertanyaan itu terjawab, terdengar suara kedua sahabat Arini dari luar.

"Nah itu, jemputan udah dateng." Arini beranjak dari kursinya.

"Arini berangkat sekolah dulu, ya. Assalamualaikum," pamit Arini sembari mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Waalaikum salam." Papi dan Mami menatap figur anaknya yang hilang dibalik pintu utama.

"Mami nggak ada jadwal shooting hari ini?" tanya Papi, kembali mengunyah rotinya.

"Nggak, Pi. Mami mau dirumah aja, istirahat," jawab Mami merapikan piring-piring kotor.

"Ya udah. Papi ke kantor dulu, ya. Assalamualaikum." Papi beranjak dari duduknya.

"Waalaikum salam." Mami mencium punggung tangan Papi.

Papi adalah pengacara baik hati dan jujur. Namun sayangnya, dia orang yang dingin. Hanya pada keluarganya saja dia bersikap hangat. Jarang sekali tertawa didepan umum. Bahkan bisa dihitung jari kapan Papi tertawa. Papi tergolong pasukan lawyer  muda yang cerdas dan berbakat. Usianya empat puluh satu tahun sedangkan Mami masih berusia tiga puluh sembilan tahun.

🌈🌈🌈

Setelah dua puluh menit menumpang angkot, akhirnya tiga gadis berjilbab itu sampai didepan gerbang sekolah SMA terfavorit. SMA Neo Santara.

Gedung dengan lima lantai yang cukup besar dan terlihat sangat modern. Tempat parkirnya luas sudah diisi oleh mobil-mobil dan juga motor.  Murid-muridnya tidak kurang dari tiga ratus orang.

Tiga gadis itu masih bergeming ditempat memperhatikan siswa-siswi yang berlalu-lalang dihadapan mereka.

"Kok pada bengong?" Seorang sekuriti membuyarkan lamunan mereka.

"Eh, iya, pak." Mulan menjawab kikuk. "Yuk masuk."

Perlahan mereka melangkah hingga sampailah di lobi sekolah. "Mana kelas kita?" Kayana bertanya.

"Nggak tau juga. Kita cari aja ruang kepsek," usul Arini. Mereka menyetujuinya. Berjalan menyusuri koridor sekolah.

Pasang mata menatap mereka penuh arti. Tatapan aneh, tidak suka dan sinis. Bagaimana tidak? Mereka adalah orang pertama yang mengenakan hijab disekolah itu. Sangat kontras ditengah-tengah para siswi yang rambutnya terurai, dikucir ataupun dikepang. Apalagi Kayana yang jilbabnya panjang hingga punggung, mengenakan khimar. Berbeda dengan Mulan dan Arini yang hanya memakai jilbab segi empat.

"Kenapa mereka ngeliatin kita kayak gitu?" Mulan heran.

"Kita cantik, kali," canda Arini.

"Oh, sudah pasti," balas Mulan pede.

Berhasil menemukan ruang kepala sekolah dan menanyakan tentang kelas mereka, tak perlu disuruh dua kali, mereka langsung bergegas pergi.

Mereka ditempatkan di kelas X IPS 2 yang terletak di lantai dua dekat dengan perpustakaan.

Begitu masuk, kelas yang awalnya riuh oleh canda ria siswa-siswi, langsung senyap seketika. Mereka menatap tiga gadis berjilbab yang kini melangkah masuk. "Assalamualaikum." Kayana melempar salam, namun tak seorang pun menjawabnya. Mereka masih tetap menatap ketiga gadis itu dengan berbagai macam pikiran.

"Kalo orang ngucapin salam, tuh dijawab. Kagak punya mulut kalian?" Ucapan itu terlontar dari mulut seorang siswa yang duduk di kursi nomor dua dari belakang. Kulitnya putih, tubuhnya jangkung dan pastinya ganteng. "Waalaikum salam." Dia menjawab sembari tersenyum pada ketiga gadis itu, tepatnya kepada Arini.

Semua siswi disitu berseru kesal tertahan. Mungkin karena cowok itu adalah calon primadona sekolah.

Tanpa menghiraukan tatapan orang-orang itu, Arini, Mulan dan Kayana segera duduk dikursi nomor dua dari depan.

"Hai, kanalin nama gue Rasya Malik. Panggil aja Rasya." Siswa ganteng tadi menghampiri Arini sembari mengulurkan tangan untuk berkenalan.

Arini mengerutkan dahi. "Nama gue Arin," ucap Arini seraya mendorong tangan Rasya menjauh.

Sementara Rasya merasa bahwa gadis dihadapannya ini adalah hal yang aneh dan menarik. Aneh, karena menolak uluran tangannya. Menarik, karena gadis itu seperti tidak terpesona oleh ketampanannya. Hal itu membuat Rasya semakin penasaran tentunya.

Padahal kalau dilihat-lihat, Arini nampak biasa saja dengan make up- nya. Tidak seperti orang yang berdandan untuk ke kondangan.

"Heh, minggir lo!" Rasya mengusir siswa yang duduk diseberang meja Arini.

Siswa itu nampak enggan karena dia sedari tadi juga memperhatikan Arini tanpa henti.

"Buruan!" hardik Rasya. Akhirnya siswa itu berganti duduk di kursi Rasya.

Arini dan kedua sahabatnya saling tatap tidak mengerti sambil mengobrol dengan isyarat menggunakan wajah mereka.

Baru saja Rasya akan 'mewawancarai' Arini, seorang wanita bertubuh gemuk, berkacamata persegi dengan tumpukan buku dikedua tangannya melangkah masuk.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa guru itu seraya meletakkan buku-bukunya dimeja. Ia menatap datar murid-murid didalam kelas.

"Selamat pagi, Bu." Mereka menjawab kompak.

💙💙💙

Lanjuttt???

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arifin & AriniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang