| 01 | awal baru

2.5K 242 13
                                    

"Jadi gimana, serius putus sama Eric?" Jeno bertanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi gimana, serius putus sama Eric?" Jeno bertanya.

Somi yang sedang mengamati pemandangan jalanan Jakarta tersenyum miris, "Jadilah. Ngapain aku usik lelaki orang."

"Tapi kan dia awalnya lelakimu, Som."

"Tapi kan yang di seriusin bukan aku, Mas."

Mobil yang mereka tumpangi mengurangi kecepatan saat lampu lalu lintas menunjukan warnah merah. Jeno menoleh kepada Somi yang ada di sebelahnya. Menatap adiknya lembut lalu mengusap kepalanya.

"Mau Mas kenalin temen bisnis mas gimana?"

Somi menggeleng, "Nggak usah. Kayak Somi nggak laku aja, gini-gini banyak yang lirik yha!"

"Lirik doang, seriusin kagak." sindir Jeno.

Somi berdecih, "dari pada situ, badan gede doang, suruh lamar nggak berani. Cuih."

"Bukan nggak berani Mas Jen itu."

"Terus apa? Ngeles terus."

"Cuma ngulur waktu buat perpisahan nggak buru-buru datang." jawab Jeno. Somi mengerutkan dahi bingung, kepalanya langsung menoleh ke samping tepat kala Jeno mengambil handle tangan, "maksudnya?"

Jeno tersenyum hingga matanya ikut melengkung, "kalau minta ijin buat ambil dia dari wali atau orang tuanya, Mas bisa. Tapi kalau minta ijin buat ambil dia dari Tuhannya, Mas nggak bisa."

Somi terdiam, ia lupa akan fakta itu.

Matanya menatap Jeno sedikit bergetar, tak tega saat Jeno harus mengucapkan hal pahit demikian dengan terus berusaha tersenyum.

"T-tapi Mas... "

"Dia berhak dapat lelaki yang berani lamar dia dengan gentelman. Bukan seperti Mas, yang hanya terus mengulur waktu tanpa kepastian." satu tangan Jeno lepas dari kemudi, menarik pipi kanan Somi dengan keras membuat sang empu mengaduh pelan. "Nanti kalau cari cowok jangan yang pengecut kayak Mas ya!"

Somi mengusap pipinya pelan, lalu menukikkan alis tak setuju. "Mas Jeno bukan pengecut ya!!"

"Tapi bajingan." sahut Jeno cepat. "Mas berasa lelaki paling jahat udah buat wanita yang paling mas sayangi bingung, terombang ambing di atas lautan bagaikan raga tak bernyawa."

Somi tak tau harus menjawab apa. Dia hanya diam, memainkan jari tangannya hingga pada akhirnya ia berani mengajukan pertanyaan.

"Jika tau resikonya, kenapa Mas nggak akhiri lebih cepat, agar baik Mas ataupun Yeji nggak lebih sakit lagi."

Jeno tersenyum miris, "Katanya di dunia ini ada yang namanya peluang, jika ada sekat sedikit mungkin bisa jadi ada peluang yang tersedia. Mas menemukan sekatnya, tapi nggak tau cara masuknya."

"Sekat apa?"

"Kepercayaan dari keluarganya, mereka percaya bahwa mas mau murtad, tak keluarga kita percaya kalau Yeji mau mualaf. Lalu kepada siapa kita berdoa agar disatukan jika saja Tuhan kita tak sama?"

Soulmate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang