My New Spring

92 6 44
                                    

~°•°~

Maret 2026,

Bagi kebanyakan orang ketika musim semi datang, mungkin itu sudah menjadi hal yang biasa. Musim dimana udara di negeri Gingseng ini mulai sedikit lebih hangat, ditambah dengan keindahan bunga-bunga sakura yang bermekaran.

Aku sangat suka musim semi. Bahkan rasanya aku nggak mau melewati musim semi dengan cepat. Aku suka udaranya, aku suka bunga sakura yang bermekaran, aku juga suka melihat suasana ketika banyak orang yang berpergian berlibur untuk mengabadikan momen musim semi. Terlepas dari itu semua, aku suka karena terlalu banyak kesan dan memori yang selalu aku dapat di musim semi.

Lee Seokmin.

Nama yang kalau aku pikirkan saja sudah membuat aku tersenyum. Dia pria yang mengingatkanku pada musim semi. Pria yang punya senyum manis yang kalau dideskripsikan itu seperti bunga sakura yang bermekaran sempurna di musim semi. Aku nggak berlebihan, memang begitu kenyataannya.

Aku dan Seokmin berpacaran saat awal musim semi datang, Maret 2017. Selain itu, kami berdua juga sama-sama suka musim semi. Jadi, setiap musim semi datang kami selalu melakukan hal-hal yang menyenangkan --yang tidak biasa kami lakukan.

Contohnya, kami akan pergi berlibur dan hunting foto. Kami juga pergi berkuliner. Sesekali pernah ikut pergi mendaki gunung yang pada akhirnya kami sama-sama kapok karena sekujur tubuh kami pegal-pegal. Pokoknya banyak momen dan kesan yang selalu kami dapat saat musim semi. Itulah kenapa setiap kali musim semi datang aku selalu teringat pada Seokmin.

Seokmin itu pria yang tulus, bahkan mungkin sangat tulus. Dia nggak pernah marah, dia pria yang punya sikap lembut, mungkin aku saja bisa kalah lembut darinya. Tapi nggak menutup kemungkinan kalau dia juga bisa jadi pria yang menyebalkan, ya.

Pernah suatu kali saat aku dan Seokmin merayakan anniversarry kami yang kedua, kami pergi ke suatu restoran untuk makan di sana. Singkat cerita, saat makanan Seokmin datang ternyata berbeda dengan makanan yang dipesan.

Aku kesal, aku menyuruh pelayan restoran itu untuk menggantinya, tapi Seokmin malah menolak untuk makanan itu diganti. Jelas hal itu buat aku makin kesal. Tapi Seokmin malah bilang, "Udah nggak pa-pa, kasihan dia masih muda, pasti pikirannya lagi penuh sama tugas sekolah terus ditambah lagi dia juga harus kerja."

Seokmin selalu lebih dulu memikirkan orang lain ketimbang memikirkan dirinya sendiri. Dia pria yang nggak pernah gagal buat aku merasa gemas, tapi juga bersyukur memilikinya.

Pernah juga ketika kami sedang pergi berlibur musim semi, ada seseorang yang mungkin nggak sengaja menabrak mobil Seokmin. Orang itu keluar dari mobilnya, kupikir dia akan meminta maaf, tapi ternyata dia yang marah-marah.

Kalian tahu apa yang dilakukan Seokmin? Dia cuma diam sambil sedikit menjelaskan dengan baik pada orang itu kalau dia yang menabrak mobil Seokmin. Aku yang melihat Seokmin seperti itu jadi marah. Aku ingin memarahi orang itu tapi Seokmin justru menahanku.

Sepanjang perjalanan di mobil aku terus menyalahkan Seokmin, aku bilang Seokmin terlalu baik, harusnya Seokmin pukul saja orang itu, atau seharusnya Seokmin nggak perlu menahanku untuk memarahi orang itu.

Seokmin cuma bisa diam, tapi sambil sesekali tertawa melihatku terus mengoceh. Sampai saatnya aku diam karena capek mengoceh, lalu tangan Seokmin menggenggam tanganku dengan tangan satunya yang masih fokus menyetir, dan dia bilang, "Udah ngocehnya?"

"Maaf ya bikin kamu kesel. Aku cuma nggak mau hari kita jadi jelek cuma gara-gara orang itu."

"Aku tahu kok orang itu yang salah, cuma kalo aku ngerespon marah juga yang ada masalahnya makin besar, kan?"

My New SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang