31. JADI BAGIAN TERBAWAH

478 59 34
                                    

Maaf baru bisa update, jujur beberapa hari ini dunia real life ku begitu sibuk.

Awas typo, kalau ada tandai.

.
.

Bab 31
Kenyataan bahwa aku tidak baik-baik saja, itu semua karenamu. Lo biang keroknya!

.
.

"Arghh, darah ... hikss," rengek Naya mendadak berubah jadi gadis manja. Ia mengangkat dagu tinggi-tinggi, berharap cairan merah itu berhenti keluar dari hidung mungilnya.

Di sebelah Naya, Keenan menyungging senyum senang, melihat tingkah unik gadis pemberani yang nyatanya takut darah.

"Lo kenapa ketawa-ketawa? Lo pasti senang kan, gue menderita gini?!" sembur Naya marah pada Keenan. Terlihat jelas, bahwa cowok itu masih enggan mengalihkan pupil kecoklatannya dari wajah Naya.

"Nggak apa-apa, lucu aja, lo takut darah ternyata." Keenan membuang muka saat Naya memelotinya. Ia sudah tertangkap basah, lagipula memang itu tujuan Keenan dari awal.

"Kalau gue suka darah, berarti gue vampire atau psikopat!!" ketus Naya, buru-buru meraih selembar tisu yang disodorkan Keenan. Ia merobek tisu tips itu, menggulungnya dengan rapi dan teliti. Setelah selesai, ia pun segera memasukan gulungan tisu itu, untuk menyumpal lubang hidungnya. Persis seperti pocong dalam serial horor komedi.

Hal tersebut adalah usaha terakhir yang dilakukan Naya, agar mimisannya berhenti. Meskipun, harus bernapas lewat mulut tidak apa-apa, selama cairan merah itu tidak keluar lagi.

"Pemarah banget sih, but thanks udah nolongin gue." Keenan menatap wajahnya pada layar ponsel. Ia membersihkan luka darah yang menempel di sudut bibir dengan hati-hati. Meskipun perih, pria berwajah bonyok itu berusaha menahan semua rasa sakit tersebut. Setidaknya, agar kelihatan tegar dihadapan Naya

"Gue bukan nolongin lo. Gue hanya nggak mau jadi saksi mata yang nyata kalau lo benar-benar meninggal di tangan si Sapi itu."

"Sapi?"

"Iya, si Sapi! Temen lo yang mulutnya lemes banget kek ember bocor."

"Hahaha," tawa Keenan terdengar sebentar. Lalu, terhenti ketika rasa sakit akibat bogem itu bereaksi. "Vier maksud lo?"

"Vier kek, Sapi kek. Gue nggak peduli. BYE!" Naya meninggalkan TKP, megabaikan teriakan Keenan yang memintanya menunggu dan pergi bersama-sama.

Demi Neptunus. Naya jelas ogah pake banget.

"Sial banget gue hari ini," gumam Naya risih dengan rambut panjangnya yang tergerai jatuh, memberi sensasi panas di leher dan tubuh Naya.

"Naya, tunggu ... kita barengan!" panggil Keenan menyusul Naya.

***

Vier mengusap rambut Embun. Ini adalah moment yang selalu ia tunggu-tunggu, saat gadis cantik itu menjadikan dirinya sebagai sandaran.

Tapi, Vier merasa sesak memgetahui tangisan Embun itu disebabkan karena cinta, dan cowok lain. Yang jelas dan sudah pasti bukan dirinya.

Selalu ada kesempatan dalam kesempitan.

"Vier ... ternyata cewek kampungan itu cinta pertamanya Keenan."

Lagi dan lagi. Selalu Keenan.

Vier miris dengan dirinya sendiri. Sekaligus, merasa iba dengan Embun. Tidak ada yang boleh menyakiti Embun atau membuat gadis cantik itu menangis. Meskipun di satu sisi, ia juga sangat terluka.

Tangis Embun tidak boleh terbuang percuma. Ia akan bertindak untuk melindungi Embun dengan sepenuh hati. Karena Vier, tidak akan tinggal diam. Sekali pun, itu adalah Keenan, sahabatnya sendiri.

PANGERAN PERMEN KARETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang