PROLOG

10 2 0
                                    

“Papa, temani Aludra ... mama, Aludra mau dipeluk mama!” Aludra merengek sambil merasakan tetesan air hujan yang menepuk lembut tubuhnya.

“Tuhan, mengapa semua pergi? Apa sudah tak ada cinta lagi untukku?” Semua mimpi dan harapan hilang, Aludra menjatuhkan kedua lututnya ke lantai bumi.

“Tuhan ... jawab aku! Ke mana semua bintangku?!” Tangannya menepuk-nepuk air hujan yang ada di tanah. Ia begitu membenci rasa sesakit ini.

“Aludra.” Suara itu menggema di tengah hujan lalu hilang. Audra enggan menengok kan kepalanya.

“Tetaplah menjadi bintang walau sedikit redup. Aku menyukaimu ketika kau tetap semangat berdiri walau sedang rapuh. Tetaplah tersenyum, Bintangku.” Satu pelukan hangat jatuh ke tubuhnya. Suara itu, Aludra sangat mengenalnya.

“Bintangku, Aludra. Ini adalah pelukan terakhir untuk beberapa puluh tahun ke depan. Maaf, jika aku harus memberikannya sekarang. Ini adalah takdir, tetap katakan 'Aku Aludra' meski kamu sedang tidak baik-baik saja,” bisik seseorang itu di telinga, sementara Aludra terus saja menangis.

Pelukan hangat itu hanya bayangan. Aludra benar-benar ditinggalkan.

-|••|-
“Tuhan, kembalikan semua bintangku!”
...

"Peluk Aku Sekali Lagi"
Oleh : Lima Aludra

Peluk Aku Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang