Hujan

4 1 0
                                    

Drap.. Drap.. Drap..

Kakinya terus melangkah, walau sudah tampak cukup lelah. Dia takut kehilangan arahnya dan memutuskan untuk terus melihat ke depan. Padahal ia tahu, seseorang sedang mengejarnya.

Gadis ini sangat ketakutan sampai ia tak sadar telah jatuh dari jurang dan lanjut berlari kearah jalanan. Tak sadar, ia ditabrak mobil dan pingsan seketika.

Detak jantungnya lemah, kulitnya pucat, darahnya bercucuran. Hipotermia akibat diguyur air hujan, dan kelelahan karena berlarian. Dan malah ia ditabrak mobil lewat.

semua dimulai karena piknik yang berujung menginap disebuah vila.

Erina, seorang yang mengusulkan acara ini, tak bisa berkutik akan keadaan. Sahabatnya sudah menduganya, lagipula entah bagaimana, mereka semua bisa meramal cuaca.

"hahaha.. kalian sengaja gak ngasih tau ya!?" teriak Erina kesal.

semuanya menatap erina sambil menahan tawanya, kecuali satu orang. Blitz, dia nampak sangat bersalah.

"ah.. maafkan aku, Erina. aku mencoba memberitahumu, tapi mereka mela– mmph???" ucapan Blitz dipotong. Pria tinggi ini susah payah ditutup mulutnya oleh pria yang jauh lebih kecil dari Blitz, Reo.

"diam atau gue tarik terus bajunya." kata Reo.

"ya.. seperti yang kamu lihat, Erina. ini rencana mereka berempat." sambung wanita sepantaran Erina yang tiba-tiba ada di samping Erina.

Namun Erina tidak terkejut, ia sudah biasa dengan situasi seperti ini. Lagipula mereka sudah cukup lama berteman.

"Iyakah? rencana apa??"

Lalu cowok berkacamata yang bernama Julio, nimbrung, "Jadi, Erina. Seperti yang kamu lihat, ini hujan."

"Dan kita tidak punya tempat berteduh, ya lagian ngapain kita malah neduh di bawah pohon gini? tetep aja basah ah." kata kembarannya yang tidak memakai kacamata, Julien.

"Hah?? ini karena kita di tengah-tengah hutan, bodoh! kau lupa!? mana ada rumah di tengah hutan begini! kita piknik loh, piknik!"

"Guys! gue nemu gubuk!"

"ah." -Julio/en

.

"Yahh gue malu banget tadi haha." kata Julien.

"ya kuakui itu memang memalukan, ah Erina, gapapa kamu jalan sendiri? ini becek loh kamu kan pakai baju putih." kata Julio khawatir.

Dia membungkuk tepat didepan Erina, memberi aba-aba untuk Erina digendongnya.

"hah!?? lo kan ceking, ga! Erina, sama gue aja. biar gue yang gendong lo." kata Julien.

"ah, apa sih. aku bisa jalan sendiri kok."

"iya tuh! Erina bisa jalan sendiri, tapi sini biar aku gandeng kamu. Nanti jatuh gimana." Reo menggandeng tangan Erina.

Erina mulai pusing.

"Ah, Erina ada gue kok. Gue bisa gandeng dia. Lagian kalian gak tau sih, Erina tuh sebenarnya suka macam ini." kata sahabat ceweknya, Yuna.

"orang luar diem aja." kata Blitz.

"i'm sorry, what? orang luar?? oke fine kita emang beda kelas, tapi gue tetanggaan sama dia coyy." balas. Yuna.

"Ya tapi gw juga udah lama kenal Erina." bales Blitz lagi.

"Ya tapi setidaknya gue sejenis sama Erina!" teriak Yuna.

Semuanya diam dan tak ada yang berani ngelawan ucapannya Yuna. Walaupun mereka udah cukup kenal beberapa minggu ini, tapi tetap saja keempat cowo ini menganggap Yuna itu pengganggu. Namun mereka sadar, mereka salah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Memori Lost: ErinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang