f i v e

237 46 7
                                    

12:00 PM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

12:00 PM

Soojin memberikan es krim pada pemuda itu dan juga membeli satu untuk dirinya. Meskipun di pagi hari terasa dingin, menjelang siang terasa hangat.

Aneh. Dia tidak bisa berhenti berpikir begitu saat mata pemuda itu menatapnya. Kenapa pemuda itu terus menempel padanya? Padahal dia kelihatan tidak punya motif apapun. Soojin membiarkan es krim itu menyentuh lidahnya dengan mentari yang bersinar terik di atas mereka. "Kenapa kau terus bersamaku?"

"Hah?" Pemuda yang tenggelam dalam dunianya itu langsung tersentak.

"Karena mungkin ini juga hari terakhirku di sini."

Dia tidak bertanya apapun dan menatap pemuda itu sembari menjilat batang es krimnya. Mendadak dia kepikiran jika pemuda itu akan mengakhiri hidupnya juga. Setelah beberapa detik, pemuda itu menjawab dengan seringai, "Aku tidak begitu." Seolah pemuda itu kembali membaca pikirannya.

"Lantas?" Salah satu alisnya naik.

"Pindah ke tempat lain, kurasa. Makanya aku butuh hiburan sebelum pergi." Pemuda itu menguap seperti kucing. "Tempat ini sangat membosankan."

Membosankan. Setiap hari hanya melakukan hal yang sama, sekolah, dapat luka baru, lagi dan lagi, tertekan, depresi karena segalanya berlebihan baginya. Tapi, bagaimana dengan pemuda itu? Dia penasaran.

Terjadi keheningan yang hanya diisi oleh suara angin dan dedaunan gugur. Akhir musim gugur itu seperti orang yang bipolar. Gila lalu kemudian tenang lagi sampai dia tidak tahu harus mengikuti mood yang mana.

Kekehan dari pemuda itu mengisi ruang. Matanya dialihkan padanya dan pemuda itu bergumam, "Aku akan melakukan hal klasik."

Tanpa panjang lebar, pemuda itu mengangkat tangannya dan berhenti  di kening Soojin. Pemuda itu dengan lembut memperbaiki poninya yang bergerak bersama angin. Pemuda itu menyelipkan helaian rambut di belakang telinganya dan selama itu yang Soojin lakukan hanyalah diam, membeku seperti papan.

Jemari pemuda itu menyentuh pipinya. Dia sudah selesai, namun tidak menyingkirkan tangannya. Dia tetap seperti itu, menatap Soojin penasaran. "Pipimu hangat."

"Pertanyaan macam apa itu?" Soojin menyingkir. Apa ini cara menggoda yang baru? Atau pemuda ini adalah orang mesum?

"Kau serius akan melakukannya?" Tiba-tiba saja pemuda itu bertanya.

Soojin tidak menjawab dan memalingkan wajah. "Kau akan menyesal," katanya.

Kenapa pemuda itu bisa tahu? Pemuda itu tidak tahu apapun tentang dirinya, tidak sedikitpun.

"Omong-omong, apa keinginan ketigamu?" Pemuda itu berdiri dari tempat mereka duduk, dinding bata yang belum selesai. "Kau ingin ke sekolah, sudah kita lakukan. Kau ingin seseorang menyukaimu, sekarang kau punya."

Dia melihat mata pemuda itu yang tidak bisa dia baca. Apa dia mendapat kesenangan dari situasi Soojin? Dia kembali menjilat batang es krimnya.

"Aku ingin melihat ibuku untuk terakhir kali." Tempatnya jauh dari sini, tempat ibu Soojin berada. Tapi, dia sangat ingin pergi.

"Kalau begitu ayo ke sana." Pemuda itu tersenyum lebar dan Soojin kembali merasakan percikan hangat di hatinya.

Soojin tersadar pemuda itu tidak menggigit es krimnya sama sekali. Sekarang meleleh di tangannya. "Kau tidak makan es krimmu?" Iris hazelnya terpaku pada es krim berwarna oranye yang sekarang meleleh seperti sirup, jatuh dari genggaman pemuda itu.

Pemuda itu melihat es krim seolah ini kali pertama dia melihatnya.

"Dulu aku suka es krim." Dia berkata dengan senyum samar di wajahnya. Kemudian dia menjatuhkan es krim itu ke tanah.

2:12 PM

Dia tertidur sepanjang perjalanan di bus berhubung dia tidak tidur dua malam berturut-turut.

Dia tidak bisa sering-sering ke mari karena harga tiket bus tidaklah murah dan dia sibuk, tapi, tetap saja dia menyempatkan datang setiap bulan.

Pemuda itu terjaga sepanjang waktu, duduk di sebelahnya. Ketika dia terbangun, kepalanya bersandar di pundak lebar pemuda itu. Dia tersentak dan melompat mundur, sedangkan pemuda itu terlihat biasa saja saat menyampaikan kalau mereka tiba di  perhentian mereka.

Dia membawa bunga lili putih untuk ibunya. Dia berdiri di depan guci berwarna hitam yang menyimpan abu kremasi ibunya.

Lili putih yang dia letakkan bulan kemarin telah layu, dia menggantinya dengan yang baru. Ada foto dirinya dan ibunya diletakkan di depan guci. Dia berumur dua belas tahun di foto itu. Dia tampak bahagia dengan rambut pendeknya, tersenyum bahagia seolah itu hari terakhirnya bersama ibunya yang merengkuhnya erat dari belakang.

Soojin mengusap foto itu dengan hati-hati. "Hai, Bu," bisiknya.

Twelve Hours Till Death ➳ JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang