Sebuah motor memasuki parkiran Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Apollo. Begitu motor itu terparkir dengan rapi, seorang laki-laki turun dari motornya. Begitu laki-laki itu melepaskan helmnya, semua orang terpana. Padahal laki-laki itu hanya mengenakan jaket motor dan celana jeans biasa, tetapi semua orang tetap terpukau. Bukan masalah pakaiannya, melainkan rupa laki-laki itu memang........ mendekati kata sempurna. Bagaimana tidak, tubuhnya sangat teramat proporsional, rambutnya hitam pekat, tangannya indah, hidungnya mancung, kulitnya mulus, dan tatapan matanya ulala tajam sekali.
Saat laki-laki itu berjalan memasuki gedung kampus, semua mata terus mengikuti. Setiap laki-laki itu lewat, rasanya seperti ada angin sepoi-sepoi. Walaupun tidak terlihat, sepertinya tubuh laki-laki itu memancarkan cahaya yang terang. Author sendiri sampai tidak tahu cara menjelaskan tampannya laki-laki itu.
Di lobi kampus, laki-laki itu celingak-celinguk. Sepertinya ia sedang mencari seseorang. Matanya tertuju pada segerombolan perempuan di depan mesin minuman. Ia pun memutuskan untuk menghampiri mereka. "Hmm... permisi," tegurnya.
Secara bersamaan, empat perempuan itu menoleh. "Iya-" Begitu menoleh, perempuan itu langsung ternganga.
'Cakep banget........'
'Sumpah, berasa liat masa depan.'
'Kalo malaikat di surga kayak gini, abis ini fix gue bakal tobat.'
'Ini orang beneran atau halu-haluan gue doang?'Laki-laki itu mengerutkan dahinya. Bukannya menjawab, keempat perempuan itu malah cengo melihatnya. "Maaf. Gue ke sini mau nyariin seseorang," katanya.
"Nyari pacar? Gue bersedia!" Seorang berambut pirang itu mengangkat tangan.
Tangan anak tadi diturunkan oleh temannya yang rambutnya dicurly. "Sama gue aja! Kebetulan gue baru putus seminggu yang lalu!"
Kedua rambut anak tadi dijambak oleh temannya yang paling tinggi. "Sembarangan! Malu-maluin! Mana mau dia sama cewek gak jelas kayak lu berdua?!" Tegurnya.
Laki-laki itu sampai heran sendiri. Perempuan-perempuan di depannya terlihat sangat liar dan galak.
Anak yang dari tadi diam menggaruk tengkuknya. "Maaf, Kak. Mereka emang begini," katanya. "Nyari siapa ya, Kak? Mau kita cariin?" Tawarnya.
Laki-laki itu tersenyum lega. 'Akhirnya ada manusia normal juga,' batinnya. "Kalian kenal Park Sunghyun, gak? Gue nyariin dia," jawabnya.
Keempatnya saling menatap. "Sunghyun? Si Sunghyun?" Mereka saling berbisik.
Laki-laki itu berdehem. "Kenal atau enggak?" Tanyanya lagi. Melihat keempatnya masih diam, ia membungkukkan badannya. "Kalau gak kenal ya udah, gue tanya yang lain aja. Makasih, ya," ucapnya.
"Jangan!" Si pirang menahan tangan laki-laki itu.
Si cewek curly mengangguk. "Kita kenal Sunghyun! Kita temennya dia!" Jawabnya.
Laki-laki itu menoleh. "Oh, iya?" Ia bernapas lega. "Boleh tolong panggilin, gak? Gue telfon gak diangkat-angkat," pintanya.
Si tinggi mengangguk kencang. "Sip! Kita cariin!"
Laki-laki itu menoleh kanan-kiri. Mencari tempat duduk. "Oke. Kalo gitu, gue tunggu di situ, ya. Makasih," katanya. Ia lalu berjalan ke arah kursi panjang. Sebuah pojok santai di lobi kampus. Terkadang digunakan tamu atau orang asing untuk menunggu. Menebak orang yang dicari masih lama datangnya, laki-laki itu memutuskan untuk memainkan ponselnya. Ia lalu menyumbat telinga kanannya dengan airpod.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Es dan Adiknya - PSH
FanfictionGimana sih, rasanya jadi adek dari seorang Park Sunghoon si es batu? "Mas Sunghoon tuh keliatannya doang dingin, tapi sebetulnya dia punya cara sendiri buat nunjukin perhatiannya." -Park Sunghyun "Gue bakal matahin tangan semua orang yang berani nga...