6: Merah

918 143 35
                                    

Restoran ayam itu tidak terlalu jauh dari rumah. Kira-kira hanya berjarak enam rumah. Sunghoon dan Aerin berjalan menuju restoran itu dengan jarak selengan. Mereka pun tidak bicara sama sekali. Sunghoon sendiri yang mengatakan "jangan deket-deket! Jangan berisik!" ketika berangkat.

Lima menit kemudian, mereka sampai. Sunghoon dan Aerin masuk ke dalam restoran. Baru saja masuk, mereka sudah disambut oleh sang pemilik restoran. "SUNGHOOON!" Laki-laki pemilik restoran itu mem-bro hug Sunghoon. Dilihat dari penampilannya, laki-laki itu seumuran dengan Sunghoon.

Sunghoon tersenyum. "Hehehe. Hai, Kak Min!" Sapanya. Ia mendorong tubuh laki-laki itu, Oh Minho namanya, menjauh darinya. "Gue mau pesen ayam buat dibawa pulang," ucap Sunghoon. Ia lalu menyodorkan catatan yang tadi ia ketik.

Minho mengangguk seraya menyalinnya. "Oke!" Ia palu mengoper catatan itu kepada pekerja lainnya. Setelah selesai melaksanakan tugasnya, Minho kembali pada Sunghoon. Ia melirik pada Aerin. "Cewek baru, Hoon?"

Sunghoon menggeleng dengan wajah datar. "Temennya Sunghyun. Lagi pada kerja kelompok di rumah," jawabnya.

Minho menaikkan alis. "Minji ada di rumah lu, gak?" Tanyanya.

"Enggak. Sunghyun kan gak sekelas sama Minji." Sunghoon menggeleng lagi. Ia lalu mengerutkan alisnya. "Lah, lu gak tau adek lu sendiri di mana?"

Minho mengecek kalender. "Ohhhh. Hari ini hari Kamis, ya? Pantes aja Minji belom pulang. Ada taekwondo," ia terkekeh.

"Ckckck. Masa lupa," balas Sunghoon.

Minho adalah kakak Minji. Sudah kelas 3 SMA. Sambil menunggu pengumuman universitas, ia memutuskan untuk bekerja di restoran milik kelurganya. Karena wajahnya yang telihat muda, banyak yang mengira Minho ini masih SMP. Minho melihat ke seisi restorannya. "Waduh. Maaf, Hoon. Mejanya penuh. Kalian mau nunggu di luar aja, gak?" Ia menunjuk kursi-kursi yang ada di luar restoran.

Sunghoon ikut menoleh ke arah luar. Ia lalu mengangguk. "Boleh. Gapapa. Toh cuma mau take away," jawabnya.

"Oke. Kalo udah jadi, nanti gue anterin ke lu."

Sunghyun mengangguk. Ia mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan beberapa lembar uang. "Gue tunggu luar, ya!"

"Siap!"

Sunghoon lalu melirik pada Aerin yang sedari tadi diam di belakangnya. "Yuk," ajaknya. Sunghoon membukakan pintu dan membiarkan Aerin berjalan duluan.

Keduanya lalu menduduki kursi di luar restoran. Tidak ada yang berbicara. Sunghoon hanya memainkan ponselnya, sedangkan Aerin hanya memainkan jemarinya. Ponselnya tertinggal di dalam tas. Keheningan di antara mereka berdua lalu terusik karena mendengar bisikan-bisikan iblis yang lewat.

"Liat deh, itu cewek. Cantik banget."
"Iya, badannya juga bagus. Liat deh, kakinya. Mulus, bro."
"Roknya kurang pendek."

Sunghoon memejamkan matanya. Ia menghela napas. 'Di jaman ini... masih aja banyak iblis,' batinnya. Ponselnya ia matikan. Ia memindahkan dompet dari saku jaket ke saku celana. Begitu sakunya kosong, ia melepaskan jaketnya. "Maaf," ucapnya sambil menutupi paha Aerin dengan jaketnya. Ia lalu menatap tajam ketiga pria yang lewat di depannya. "APA LIAT-LIAT?!" Bentaknya.

Dibentak Sunghoon, ketiga pria itu pun pergi dari sana sambil berbisik, "buset. Pawangnya galak banget."

Begitu tiga pria itu pergi, Sunghoon hanya bisa berdecak. "Manusia goblok," gerutunya.

Aerin menatapi jaket yang menutupi kakinya. Diremasnya jaket itu. "Makasih, Kak," ucapnya.

Sunghoon menoleh sekilas. "Hm," balasnya. Ia lalu lanjut bermain ponsel.

Mas Es dan Adiknya - PSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang