Sore itu begitu cerah, tak sedikit pun awan mendung menutupi mentari yang beranjak senja. Beberapa burung berkicau di pohon samping kamarku, menambah suasana ceria sore ini. Begitu pula dengan suasana hatiku, ceria seperti sore ini. Bagaimana tidak, seseorang yang selama ini mencuri hatiku, mengirimkan pesan untuk menjemputnya dari kantor tempatnya bekerja.
Kusisir rambutku yang sebelumnya telah kuolesi pomade. Wangi semerbak menguar menyambangi hidung ketika kusemprotkan parfum ke tubuhku. Kulihat sekali lagi penampilanku di cermin. Seorang pria berwajah chubby di dalam cermin tersenyum ke arahku, tak ingin dikatakan sombong aku balik tersenyum padanya. Kusugar kembali rambutku ke belakang memberikan efek Leonardo Dicaprio di film Titanic.
"Walaaah, gantengnya! Mau kemana sore-sore gini, Le?" wanita yang melahirkanku itu terperangah melihat anaknya yang rapi tidak seperti biasanya. Ibuku adalah orang yang selalu memberikan semangat padaku. Dialah wanita pertama dan selamanya yang memberikan predikat ganteng kepadaku. Ketika aku kecil, ia memanggilku " cah ganteng". Saat aku beranjak dewasa seperti saat ini panggilannya berubah menjadi "mas ganteng". Terkadang aku merasa malu jika ibuku memanggilku seperti itu, karena sepertinya selain ibuku tidak ada lawan jenisku yang beranggapan sama. Buktinya sampai saat ini aku masih saja 'jomlo akut sejak orok'. Tapi, ucapan itu adalah doa, dan doa seorang ibu terlalu ajaib untuk diabaikan. Maka dari itu panggilan ' mas gantengnya' tetap aku terima tanpa pernah aku protes. Aku selalu bersyukur ada seorang ibu yang tak pernah lelah memberikan semangat dan petuahnya padaku.
LOOOVEEE UUUU MOOOOM....
Vespa biru itu aku keluarkan dari bagian samping rumah. Ya, rumahku seperti rumah jaman dulu berbentuk L, dengan ruangan kecil sebagai L-nya untuk memarkir vespa biruku, sekaligus jalan langsung menuju kamarku yang berada di bagian belakang rumah. Vespa super berwarna biru, keluaran tahun 67. Seharusnya aku tidak boleh menaiki motor itu, karena umurnya saja jauh di atasku dan aku dengan kurang ajarnya menginjak dan mendudukinya. Sebelum menaiki vespa itu aku selalu meminta ijin untuk mendudukinya. Mungkin banyak orang yang menyangka kalau aku tidak waras, tapi sebagai bagian dari kesopanan yang selalu diajarkan oleh orang tuaku. Aku selalu melakukan itu, meminta ijin untuk menaikinya.
Vespa biru itu telah menyalak, aku menekan kopling dan memutar gigi di tangan kiri. Perlahan kulepas kopling dan menarik gas di tangan kanan. Si Kakek Biru, nama yang kusematkan pada vespa itu, berjalan pelan menyesuaikan tarikan gas yang aku lakukan. Perlahan tapi pasti si kakek biru merayap di jalan, rodanya mencumbu aspal dengan lembut memberikan kenyamanan saat mengendarainya. Lampu sen sebelah menyala ketika aku akan berbelok keluar dari jalan kecil depan rumah menuju jalan utama yang lebar. Aku menoleh ke kiri saat kakek biru melewati rumah dengan halaman asri. Aku menghentikan motor di depan rumah itu ketika mataku menangkap seorang wanita sedang duduk di kursi teras. Berpakaian muslimah berwarna pink, berjilbabkan abu-abu dengan motif kembang. Di tangannya sebuah novel berjudul pergi yang lumayan tebal. Aku berpikir bagaimana wanita itu bisa menghabiskan buku setebal itu. Ia menoleh melepaskan pandangannya dari novel yang dibaca saat mendengar suara kakek biru berhenti. Senyumnya yang sejak aku masih kecil dulu tidak pernah berubah, tetap saja menggetarkan hati, terkembang melihat sosokku. Buntutnya yang sudah empat tidak sedikitpun melunturkan kecantikan alaminya.
Dulu ketika aku masih SD dan ia masih gadis, aku sering maen ke rumah itu. Adik wanita itu adalah temanku satu sekolahan dan kami bersahabat karena sering berangkat sekolah bersama. Jarak 13 tahun dari adiknya memang cukup jauh. Adiknya memang tidak direncanakan, tapi Tuhan memberikan rejeki itu. Sering kali ia memberi aku makanan ringan jika ia pulang dari kuliah dan membawa makanan. Aku sempat merasa kehilangan saat ia menikah dan tidak lagi tinggal di rumah itu karena ikut suaminya. Saat ini rupanya ia sedang pulang ke rumah orang tuanya. Usianya yang sudah 41 tahun tetap saja memesona dan terlihat muda. Aku membuang jauh-jauh kenangan manis itu.