Koridor sekolah sangat sepi ketika jam istirahat. Mungkin hanya beberapa saja yang bercengkerama di depan kelas.
"Apa lagi yang mau dijelasin, Dita?" Yamuna mengangkat wajahnya dan menatap Jagad.
"Na, tolong jangan panggil gua pakai nama itu." Jagad memejamkan mata untuk meredam emosinya.
"Nyenyenye" Yamuna menyilangkan tangan di depan dadanya dan memutar bola mata.
Jagad yang melihatnya hanya menghela napas. Dia harus menyelesaikan kesalahpahaman ini dengan kepala dingin.
"Oke kemarin gua emang ngajak Clarissa makan. Gua ga tau kalau lu sama Manda ada di tempat yang sama. Gua baru sadar pas Manda..."
"Ngapain lu ga jelasin ke pacar lu sendiri? Sampai kapan gua jadi jembatan kalian berdua?" Yamuna menyela penjelasan Jagad.
"Kemarin gua line ga dibales, gua telfonin ga diangkat. Gua cari di kantin juga ga ada. Sekarang gua ketemu lu, dia juga ga ada." jelas Jagad.
"Dia di kelas," Yamuna melangkahkan kakinya dan berdiri tepat satu langkah di depan Jagad. Kemudian ia berbalik menatap remeh cowok di depannya.
"Mental lu kayak biji sawi, Gad. Kecil banget," Ia mendekatkan jari jempol dan jari telunjuknya.
Jagad hanya menatap Yamuna yang berjalan menjauhinya. Kata-kata Yamuna mengiris hatinya, tetapi faktanya memang begitu. Selama ini apapun kompetisi yang Jagad ikuti, dengan mudah ia bisa memenangkannya. Tapi ternyata hati Manda sangat sulit untuk dimenangkannya.
----------
Kantin lantai dua dipenuhi oleh siswa 11 dan beberapa siswa kelas 12. Dibandingkan dengan kantin yang berada di lantai dasar, kantin ini lebih ramai dan kekinian layaknya café karena didekor langsung oleh para siswa sesuai dengan kreativitas mereka. Sedangkan kantin lantai dasar yang sering dikunjungi oleh anak kelas 10 dan para guru masih terlihat jadul, interiornya masih sama dengan 10 tahun yang lalu.
Yamuna mengaduk jus mangga yang telah dipesannya. Ia sudah biasa berada di kantin sendirian. Kasusnya tetap sama, Manda sering marah. Ia tahu sahabatnya itu sangat sensitif. Terkadang hal sepele saja bisa membuatnya marah. Marah dalam artian diam seribu bahasa. Jujur saja Yamuna tidak menyukainya. Tapi bagaimanapun Manda adalah sahabatnya satu-satunya. Ia beruntung memiliki sahabat seperti Manda, dia baik dan penolong. Hanya saja kebaikannya sering disalah artikan oleh orang lain.
"Na, sendirian aja? Manda mana?" sapa Kasa yang kemudian duduk di kursi seberang Yamuna.
"Ya kayak yang kamu liat. Kalau mau cari Manda, dia di kelas." balas Yamuna. Ia menyeruput jus mangganya.
'Manda lagi, Manda lagi. Kapan orang-orang nanyain aku?'
"Oh. Ngga kok, lagi nyari kamu. Boleh ngobrol ngga?"
Yamuna tersedak, kaget apa yang didengarnya barusan.
"Eh hati-hati, Na" Kasa menyodorkan beberapa lembar tisu kepada Yamuna.
"Gimana, Sa?"
"Nanti malam ada acara? Mau temenin aku beli komik ga?" tatap Kasa, senyumnya terpampang lebar di depan Yamuna.
'Senyum itu, senyum buat aku? Demi apa nih Crush aku nanggepin aku? Duh Ya Allah kalau Una lagi mimpi tolong jangan bangunkan dulu. Aamiin' ucap Yamuna dalam hatinya, kemudian dia mengusapkan kedua tangan ke mukanya.
"Na? Lagi doa?" tatap Kasa kebingungan.
"E-eh ngga k-kok, Sa." jawab yamuna terbata-bata.
'Duh bisa-bisanya aku bersikap bodoh di depan Angkasa'
"Kamu mau ga..."
"Duh mau bangettt, Sa. Aku mau jadi pacar kamu." jawab Yamuna dengan lantangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT
Teen FictionApapun yang ada di diri Manda akan memikat hati orang lain, termasuk cowok yang sedang mendekatinya. Tetapi ada satu yang tidak terpikat sama Manda, hujan. Manda suka hujan tapi hujan tidak menyukainya. Mereka berdua sangat serasi dan saling melengk...