Dia terbangun dalam keadaan linglung, mata bening itu mengedar menemukan jika ruangan yang ia tempati bergaya nyaris sureal—tak nyata.
Terdapat tiga kasur dalam kamar ini. Ia menempati yang tengah, tak ada corak. Dirinya hanya berselimut kain putih dengan satu bantal yang empuk dan satu guling terasa enak ketika dipeluk.
Ruangan ini.... sangat kosong jika harus disebut sebagai kamar. Maksudnya, tidak seperti kamar pada umumnya yang setidaknya ada; lemari, satu buah kursi, meja belajar dan satu-dua benda yang menempel di dinding. Di sini hanya ada tempat tidur, bantal, guling dan selimut. Padahal ruangan ini terbilang sangat luas, sayang sekali hanya menampung tiga buah ranjang kecil. Harusnya, dijejali dengan barang-barang berguna supaya tidak boros ruang.
Ia sibak selimut, kaki tanpa alasnya berjalan menuju satu-satunya jendela di kamar ini. Kecil, jendelanya hanya muat satu kepala. Namun anehnya, ruangan sebesar ini dengan tempat vertikulasi udara yang minim tidak terasa pengap sama sekali. Hm, mungkin faktor minimnya dijejali akan benda.
Sepasang mata menangkap pemandangan yang nyaris membuat mulut dimasuki oleh lalat, menganga lebar. Ini.... di mana dia sekarang?
Terdapat banyak tenda-tenda besar putih berjejer, seperti perkemahan di lahan kosong yang sepanjang matanya memandang tidak ada ujungnya. Ia julurkan kepalanya ke luar jendela, berusaha melihat kondisi luar dari kamar yang ia tempati. Sama, seperti tenda-tenda itu. Hah sulit dipercaya, luarnya seperti tenda tapi dalamnya berlantai marmer motif bunga semerah darah. Layaknya, rumah yang bertembok bata.
Pintu di ujung sana terbuka, ia masukkan kepalanya yang melonggok keluar lalu tengok dua gadis yang berjalan ke arahnya.
"Hai teman baru! Selamat datang! Kenalkan aku Naryne dan dia Bellé." Gadis bergigi kelinci berujar ceria padanya. Sedangkan ia, hanya mengerjapkan mata bingung harus merespon bagaimana.
"Ah ya," Pada akhirnya kata ini yang keluar dibibir kelunya.
"Eiyy santai saja jangan kaku. Kita bertiga satu rumah jadi mulai sekarang kau adalah teman kami. Oh ya, aku harus memanggilmu apa?" Gadis yang ia ketahui bernama Naryne masih membombardirnya dengan perkataan, sedangkan teman disampingnya hanya menatap ke arahnya penuh dengan rasa ingin tahu.
Mulutnya meloloskan sebuah nama yang terasa asing ditelinganya sendiri, "Ah ya, namaku Vyanne. Kalian bisa memanggilku Vya." Jelasnya dengan setengah bingung. Pasalnya bukan nama itu yang sebenarnya ingin ia ucapkan, mulutnya seperti terprogram dengan sendirinya untuk menyebutkan nama lain.
"Ok baiklah! Panggil aku Naryn kalau begitu." Naryne mengangguk antusias. Sedangkan Bellè menggeleng lantas berujar, "Tidak, tidak. Anne terdengar lebih bagus. Aku akan memanggilmu Anne saja."
"Ya, terserahmu saja." Ujar Vya mengangguk ragu.
"Oke! Kalau begitu kita akan memanggilmu An-"
"Tidak! Hanya aku yang boleh memanggil dia Anne." Bellè memotong ucapan Naryne dengan tatapan sinis. Naryne memutar bola mata malas. "Yasudahlah! Terserahmu."
Lalu tatapan sinis itu berubah ketika beralih menatap sosok Vya di depannya,"Anne, wajahmu familiar. Sepertinya kita pernah bertemu." Bellè berujar dengan sorot tertarik beserta segaris senyuman tipis.
"Kupikir... hanya aku yang merasa begitu, ternyata kau juga." Vya terkejut tak menyangka.
Naryne hanya mengerucut sebal sebab atensi teman barunya kini sepenuhnya beralih pada Bellè.
"Ekhm, Vya ayo kita berkeliling. Pasti kau penasaran dengan tempat ini 'kan?" Naryne lantas meraih pergelangan tangan Vya, menariknya menuju pintu keluar.
Bellè mengikuti kedua gadis itu di belakang dengan tatapan memicing ke arah Naryne.
Bunyi pintu tertutup nyaring terdengar di telinga Vya, lantas ia tengokkan kepala ke belakang. Matanya menatap ngeri pintu kamar yang tadi ditidurinya menjeblak kasar dengan sendirinya. Lalu netra itu bersibobrok dengan mata cokelat bening milik Bellè yang menatap lembut ke arahnya.
Vya merinding.
───────────────────
Kim Jisoo as Vyanne
Im Nayeon as Naryne
Bona as Bellè
───────────────────
An: Inget aja huruf pertama biar mudah ngapalinnya, yah kecuali Jisoo. Maaf bikin work baru sedangkan aku masih punya utang di work sebelah hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Dreams || 95'L
FanfictionKetika amunisi mimpi menghujani benak, nalar dipaksa berpikir keras untuk membedakan antara realitas dan ilusi. Sejatinya mereka hanya terlalu lelah, lantas memilih tenggelam dalam lubang berisi ilusi tak nyata ketika terlelap. Cast; Idol 95 lines ...