"JADI, Vya ini adalah tempat kita berganti pakaian. Bagaimana dengan ini, baju-bajunya apa kau suka?" Naryn menunjuk sebuah ruangan cukup besar yang di dalamnya terdapat berpuluh-puluh baju tergantung pada sebuah lemari kaca panjang yang tersebar di seluruh penjuru ruang.
"Iya, bagus." Vya menatap takjub seisi ruangan ini.
"Nah, mandilah di sana. Dan coba pakai ini! Setelah itu, aku akan mengajakmu keluar untuk mengenalkanmu pada teman-temanku yang lain." Naryn memberi gaun semerah darah lalu menunjuk sebuah pintu cokelat di ujung sana.
Vya hanya mengangguk lalu segera bergegas untuk mandi. Bellè yang sedari tadi diam melipatkan tangan ke dada dan menyadarkan diri pada dinding di dekat pintu keluar lantas mendekati Naryn dan berbisik, "Jangan coba-coba menjadikannya seperti boneka-bonekamu."
Naryn memelototi Bellè, "Terserah aku! Kau diamlah. Jangan coba-coba ikut campur, ini urusanku bukan urusanmu!"
Bellè menatap remeh Naryn, "Aku hanya memberi tahu agar kau tidak melakukan hal yang sia-sia. Dasar bodoh. Dia... tidak bisa dipengaruhi. Dia sama seperti kita, aku akan ke rumah Miller untuk memberitahu ada anggota baru dalam kelompok kita. Dah, sampai jumpa." Bellè menepuk bahu Naryn lantas melenggang santai pergi.
Namun sebelum benar-benar pergi, Bellè tengok Naryn yang menatapnya benci lantas tersenyum datar. Entah darimana asalnya, sebuah pisau melayang tajam nyaris mengenai presensi Naryn.
"Sialan kau, Bellè!"
───────────────────
VYA berjalan bersisian dengan Naryn. Melangkah menyusuri jalan yang di samping kiri dan kanannya terdapat tenda-tenda putih besar yang bagi Naryn dan sebagian besar orang di sini menyebutnya 'Rumah'.
Naryn mengandeng lengan Vya dengan riang, menyapa beberapa orang yang berpapasan dengan mereka.
Tiga orang pemuda yang kebetulan lewat menghadang mereka berdua.
"Hoi Ryn, mau kau ajak kemana si baru ini? Jangan bilang akan kau ajak ke tempat bobrok penuh orang-orang bodoh yang kau kendalikan itu. Ck, Miller menyuruh kami menjemput kalian. Ayo, kita harus ke rumahnya sekarang." Pemuda sipit dengan gigi agak unik menyeret Naryn menuju arah berlawanan meninggalkan Vya sendiri dengan kedua pemuda lainnya.
Naryn mencoba memberontak untuk melepas cekalan tangan pria yang menyeretnya itu, namun tidak bisa. Pria itu terlalu kuat mencengkeramnya.
Sedangkan Vya hanya terdiam mendengar ujaran pemuda penyeret Naryn. Orang yang dikendalikan Naryn? Apa sebenarnya ini...
"Hai Vya, jangan melamun. Ayo ikut kami." Pemuda yang lebih pendek dari yang satunya tersenyum ramah pada Vya. Sedangkan yang satunya hanya menatap Vya datar.
Vya hanya mengangguk, enggan bersuara pada kedua pemuda asing di sisinya.
"Oh ya Vya, aku James. Salam kenal ya. Semoga kita bisa menjadi teman baik." Di sela-sela berjalan kaki, James menyempatkan diri untuk menjabat tangan Vya.
Vya menjulurkan tangan pada James lantas tersenyum membalas keramahan pria itu, "Ya, salam kenal James. Senang bertemu denganmu."
James mencolek kesal bahu pria yang ada di samping kanan Vya, "Hei, perkenalkan dirimu juga."
Pria itu hanya menaikkan alisnya sebelah, tanpa repot-repot menjabat tangan Vya. Dia berujar datar, "Thomas."
Vya menengok ke arahnya tatkala mendengar suara bass itu. Lantas mengangguk canggung pada si pria bernama Thomas.
James menatap Thomas bosan akan respon kelewat datarnya. Dasar pria ini, setidaknya mereka harus beri kesan yang bagus pada si baru. Itu yang dikatakan Miller pada mereka tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Dreams || 95'L
FanfictionKetika amunisi mimpi menghujani benak, nalar dipaksa berpikir keras untuk membedakan antara realitas dan ilusi. Sejatinya mereka hanya terlalu lelah, lantas memilih tenggelam dalam lubang berisi ilusi tak nyata ketika terlelap. Cast; Idol 95 lines ...