SATU

2 1 0
                                    

Saat pagi datang aku hanya bisa terdiam menatap kehidupanku yang kemarin. Terlalu terusik rasa hatiku saat kutahu hari ini tak seindah hari kemarin. Sulit untuk mulai membuka hari yang dulu pernah terjalani. Sulit bahkan terlalu sulit. Mereka bilang aku harus bisa menghapusnya, namun buatku,... aku bahkan tidak bisa menghapus kejadian ini, malam ini, hari ini dan terutama dia. Ya dia yang memberiku semangat.

Pukul tujuh tepat, ku raih motor salah seorang sepupu laki-lakiku yang sengaja ditinggalkan olehnya. Setelah menyeka air mata yang tak kunjung berhenti aku mencoba menghidupkan mesin motor bermerek Revo itu dan kemudian menungganginya kearah kebun teh yang berada hampir 2 km dari kotaBandung.

Kata-kata Rahel bernaung-naung di telingaku. Semakin bernaung semakin kupacu kecepatan motor tersebut.

***

Namaku Vlagita Oktafiani. Terkadang orang banyak terkapah dengan namaku. Dikalangan teman-teman satu pendidikanku aku dikenal dengan panggilan Vla, sedang dikalangan para tetangga dan keluargaku aku dipanggil dengan sebutan Ita atau Gita. Sekarang aku duduk di salah satu bangku universitas negeri di Sumatera Utara, tepatnya di kota Medan.

"It,...." Teriakan Rahel sepupuku membuatku terbangun dari tidurku.

"Ih,...Hel,.. Napa sih, ganggu mulu,.."

"It,bangun deh. Dah pagi tau. Gak kuliah kamunya" Disibaknya bantal dari atas kepalaku yang sengaja kubuat untuk menutup kupingku dari kebisingan sang penyanyi Rahel Syanita.

"Iya Hel. Ngantuk tau, baru jam 4 tadi aku tidur dah kamu ganggu" Kesalkupun datang. Kutarik kembali bantal yang bersarungkan corak pink bunga-bunga tersebut dan menaruhnya di bawah kepalaku.

"Ndak urus" Nah ini nih sifat aslinya Rahel calon Dokter Gigi asal Banjarmasin.

Kudelik ke arahnya dan kuangkat wajahku mengikuti arah matanya. "Rahel Syanita, saya sangat-sangat ngantuk. Dari semalam aku gak ada tidur lho Hel. Pliss deh Hel ngertiin aku" Kulanjutkan kembali tidurku.

Dua tiga menit berlalu, Rahel tak mengganggukku lagi. Bahkan sampai pada menit ke lima dia tak melakukan aktifitas rutinnya tersebut. Dengan perasaan sedikit bersalah aku mencoba membuka mata. Kuliat wajahnya tampak sedih. Tumben, batinku.

"Hello,...napa sih Hel. Kesambet lho pagi-pagi dah cemberut" Mulutku mulai menggoda dirinya. Namun dia hanya terdiam. "Can I know what wrong with you my sistha,..." Dianggukkannya kepalanya. "Please tell me, may be it can make you ok"

Ditariknya napasnya,.."It,..." Rengekan manja darinya. Dan akupun hanya tersenyum menandakan keingintahuanku. "Aku PKL nya di Jambi"

Astaga naga,..ya ampun Rahel kaya gak ada bahan bicara lain deh. "Rahel dari kemarin-kemarin kamu dah bilang itu samaku kan?" Gak penting bangat deh,..desahku.

"Tapi kali ini beda It, ntah mengapa perasaanku itu ndak enak" Owh,..keluar bahasa aliennya, yaitu bahasa Banjarmasin. "Coba kamu pikirkan antara Medan-Jambi. Kan jauh it,..."

"Hmmm,..." Kuangkat kakiku menuju toilet.

"Bayangkan It aku disana sendiri, ya oke sih ada Opung (sebutan nenek bagi kami orang Batak) disana, tapi kan aku tetap sendiri. Aku makan sendiri berangkat ke tempat PKL sendiri. Trus kamu,...yang ingatin kamu makan siapa, yang nemanin kamu check-up siapa trus klo kamu sakit,..."

Kuhampiri dirinya. Tersirat diwajahya suatu kesedihan yang aku paling benci darinya. Ya semenjak aku divonis mengidap asma dari tiga tahun yang lalu Rahel gak mau melepaskanku bahkan sedetikpun. Apalagi setelah aku mengalami koma selama 4 hari di rumah sakit St Elisabet membuat sepupuku ini begitu sangat protektif terhadapku.

"Hel,..."Kutelan air liurku. "Aku tahu kecemasan kamu, tapi aku juga gak bisa terus menerus dijaga sama kamu. Kamu juga punya kehidupan sendiri Hel. Aku gak mau saat kamu mau maju kamu kembali mundur karna aku. Sedih aku Hel kalau tahu itu alasan kamu" Kutarik nafasku. "Hel, aku gak napa kok,...janji aku bakal ingat semua pesan kamu. Gak malas makan, sekali 2 minggu chek-up, gak kecapean, tidur gak larut malam dan satu lagi tetap ingat doa, iyakan. Aku janji Hel, Rahel percayakan samaku?" Kuyakini dirinya.

"Janji ya It,.."

"Janji"

***

Jurnal-jurnal yang berserakan di atas meja belajarku memintaku untuk menyentuhnya. Letih rasaku hari ini. Terlalu banyak tugas yang sudah dan akan kukerjakan. Belum lagi tugas dari salah seorang dosen perfect dari mata kuliah yang sangat dan amat sangat membosankan.

Kehidupanku yang penuh dengan jurnal dan laporan membuatku kadang tidak tenang untuk beristirahat. Bagaimana tidak, kehidupan kampus yang penuh dengan acc selalu memintaku untuk lembur, menulis, mengetik dan belajar selama 24 jam dalam sehari. Ya, memang terlalu melelahkan buatku, namun semangat dari orang-orang yang kusayang membuatku dapat bertahan di keadaan yang serba meletihkan ini.

Celine Dion menyanyikan lagu I'm A Live menandakan ada panggilan masuk. Kulirik ke layar HP ku tertera nama Rahel. Dengan segera kutekan tanda jawab.

"Iya Hel" kumulai pembicaraan.

"Belum tidurkah It. Dah jam brapa ni"

"Belum, lagi ngerjai jurnal. Oh iya, gimana PKL nya slama 1 minggu ini?" tanyaku dengan antusias.

"Formally all is well. But capeIt. Tahu tidak It, aku harus PKL dari jam 2 siang sampai jam 10 malam. Capesangat It" keluhnya.

Aku hanya tersenyum mendengar keluhan sepupu tercintaku.

"Oala, namanya juga PKL. Mana ada PKL yang nyenangin. Ya kecuali pengen dapat nilai rendah ya boleh toh Hel. Ntar juga kamu kerasan koq. Sabar ya sistha"

"Iya sih It. Thanks ya,...Eh It tidakkah ini sudah terlalu malam untuk tidur?"

Hmmmm...

"Ntar jika kamu sakit lagi aku pulang lho" Tuh kan selalu aja. Memang susah ya punya sepupu seorang calon dokter. Ini itu dilarang. Semua harus sesuai kriteria kesehatan.

"Iya Rahel, nanggung ni "

"Ndak, kamu mau aku pulang sekarang?"

"Ya nggak gitu juga sih Hel,...."

"Jika demikian kamu sekarang tidur ya sisth. Aku ndak ingin mendengar kamu sakit lagi. Sakit It melihat kamu sakit-sakit terus. Bisakan It" Suaranya yang memelas membuatku luluh.

"Iya deh"

"Nah gitu donk. Sudah ya It, aku tidur dulu. Kamu juga tidur ya. Jaga kesehatan kamu ya sist. Syalom"

Tut tut tut,.... Ditutupnya telponnya.

Dan begitu juga denganku, kututup jurnal-jurnalku. Setelah membersihkan diri dan berdoa, aku merebahkan tubuhku ke atas tempat tidur.

'Slamat malam sistha' bisikku.

***


IN MEMORIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang