Part 1

179 13 5
                                    

Betapa hancur hatiku akan semua perlakuannya. Selama ini aku berusaha sabar. Berusaha menjadi istri yang baik. Melakukan semua kewajibanku sebagai istri, hingga aku lupa bagaimana mencintai diri sendiri.  Lalu dia dengan seenaknya memperlakukanku dengan sikapnya. Menganggapku terlalu berlebihan dan meremehkan perasaan terlukaku. Selama ini selalu kutekan semua keluhanku. Kelelahanku kutelan dan kusembunyikan. Kekecewaanku kupendam. Setiap kekurangannya tak kuhiraukan. Setiap kurangku kucoba perbaiki. Namun semua seakan tak berbalas. Kupendam dan selalu kucoba maklumi semua keadaan ini. Walau dalam hati menangis, tapi tak pernah benar benar kutunjukkan.

Dengan nanar kutatap cermin. Tak ada sosok manis yang tersenyum dengan sapuan make up tipis dan baju rapi. Yang ada kini hanya seseorang dengan wajah kuyu dan rambut berantakan serta baju seadanya. Tidak ada lagi sosok wanita optimis yang ceria dan menikmati hidupnya. Hanya ada sosok wanita kusam tidak terurus yang menatap dengan pandangan kosong. Rona bahagia diwajahnya seakan tidak pernah ada. Aura positif yang selama ini mengelilinginya seakan sirna digantikan aura kelam dan kelelahan. Tidak ada lagi sosok wanita mempesona yang mampu menarik banyak pria hanya dengan kerlingan mata dan senyum manisnya. Hanya ada sosok wanita layu yang terbuang.

Dengan sekuat tenaga, kukumpulkan pecahan hati yang tersisa. Kutegarkan diri. Aku telah mengambil keputusan. Aku akan pergi. Sudah waktunya aku pergi.

Bayi mungil yang sedari tadi kugendong, kuletakkan di atas ranjangku. Dengan beberapa bantal kujadikan sekat untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Dengan sigap kukemasi beberapa pakaianku dan pakaian anakku ke dalam koper kecil. Ku bongkar laci tersembunyi yang ada di dalam lemari. Kubawa buku tabungan sebagai satu satunya hartaku yang ada.

Secepat kilat aku bersiap, berganti pakaian dan memakaikan pakaian hangat pada bayi mungilku yang masih tertidur.

Aku telah bertekad. Akan kutinggalkan ini semua.

Sudah cukup aku dihancurkan. Tidak akan kubiarkan dia menghancurkanku lebih dari ini.

Pening masih tersisa akibat perbuatannya tadi. Tanpa terasa air mataku mengalir lagi. Bukan karena sakit yang menyerang, namun karena miris yang kurasa.

Bertahun tahun pernikahan ini kujaga, dengan tega dia menyakitiku seperti ini.

Kuperiksa kembali semuanya. Pakaian, surat surat pentingku, uang tunai tabunganku yang kini sudah tersimpan rapi di dalam tasku.

Bergegas aku menggendong bayiku dan menjinjing tasku lalu membuka pintu kamar untuk beranjak pergi hingga tiba-tiba..

"Mau kemana?!" Ujarnya sambil menatapku tajam dari sofa tidak jauh dari pintu kamar kami.

"Bukan urusanmu!" Jawabku ketus.

"Jangan jadi kurang ajar kamu! Sudah berani melawan,hah!" Teriaknya sambil bangkit dari duduknya dan menghampiriku.

Dengan cepat aku menuju meja makan dan mengambil vas yang ada disana dan mengacungkannya pada pria itu.

"Hentikan! Jangan mendekat!" Teriakku lantang hingga hampir membangunkan bayiku. Untung saja, bayi laki laki yang kugendong kini tidak mudah terbangun.

"Aku sudah tidak sanggup lagi disini! Aku sudah tidak sanggup lagi dengan semua ini! Selama ini aku bertahan, namun apa yang kudapat! Tidak ada! Yang ada aku hanya disakiti!" Lanjutku masih mengacungkan vas itu. Sengaja agar pria itu tidak mendekatiku dan melakukan sesuatu.

"Baby.. Aku minta maaf.. Mari kita bicarakan baik baik.." Ucapnya yang kini telah melunak sambil mengangkat kedua tangannya.

Mungkin dia pikir dia bisa membujukku dengan semua itu.

Something I Wanna Tell YouWhere stories live. Discover now