Rahasia kelam Terbongkar

361 3 0
                                    

🌺🌺🌺🌺

"Tolonglah Pah terima  Nisa!"
"Aku bilang  tidak  ya tidak Mah!,  tolong  dimengerti, jangan  paksa  aku!"

Percakapan yang sangat  jelas  terdengar  dibalik  pintu, membuat  langkahku terhenti  sejenak, ku urungkan  tangan  ini mengetuk  pintu  bercat coklat  tua itu.

Sepertinya Pak Ramli dan istrinya  sedang  serius  sebaiknya  nanti  saja aku  akan  kembali  setelah  Bu Susi pergi, gumamku dalam hati.

Ketika  badanku  berbalik  dan ingin  kembali  keruanganku. Telinga ini dengan  jelas menangkap  percakapan  suami  istri itu yang  seketika  menghentikan  kaki  ini untuk melangkah.

"Aku nggak  mau tahu  pah, Nisa  harus diterima kerja  disini!"

Paksa Bu Susi.

"Kamu mau Nisa  kujadikan  Tumbal!, seperti  karyawan yang lain menjadi perawan tua tidak  menikah, apa kamu  mau?"
Teriak  Pak Ramli

"Iya jangan  dong Pah"
Jawab  Bu Susi.

"Mana bisa  kita  tawar  menawar  seperti  itu,  dari  awal sudah  kita setujui  perjanjian itu."
Suara  Pak Ramli  begitu  lantang  terdengar.

Tubuhku  lemas,  kakiku  gemetar kutarik  dengan paksa  badan  ini menjauh  dari pintu, map merah yang  berisi  dokumen  yang  seharusnya  segera  ditanda  tangani  Pak  Ramli  kuremas menahan ketakutan  yang  tiba- tiba datang.

Tetapi  belum  sempat aku  melangkah pergi menjauh, terdengar  suara  langkah  kaki diruangan Pak Ramli mendekat  kearah  pintu.

Dengan  sisa tenaga kutarik paksa kaki dan akhirnya tubuh yang  sudah lemas ini terjatuh  di kursi  panjang kusam yang berada di ruangan kosong.

Semua  terasa gelap  jantungku berdetak  dengan  cepat, keringat  dingin keluar  diseluruh  tubuhku, aku berhasil  masuk  keruangan ini tepat di  samping ruangan kerja Pak Ramli hampir saja mereka  berdua  mengetahui  kalau  aku  mendengarkan pembicaran itu.

Rasanya aku  masih  tak  percaya  dengan  apa yang  aku dengar, Tumbal? Perawan Tua?. Ada  apa ini?.

Sejenak  terbayang  wajah Mbak Gendis, Anita, Sinta. Ya Tuhan.
Mereka bertiga sahabat  terbaik ku sekarang menginjak usia kepala empat bahkan mbak Gendis tahun ini sudah 42 tahun sedangkan aku sendiri berusia 31 tahun.

Apakah ada hubungannya dengan kata-kata Pak Ramli tentang tumbal itu, kali ini aku tak bisa berfikir dengan baik otakku sejenak berhenti entah semua terasa aneh.

Tumbal dan perawan  tua hanya  itu  kata-kata  yang  terngiang ditelingaku semakin  ku ingat  dada inipun semakin sesak  terasa, tubuhku  lemas tak berdaya.

Belum juga  nafas  ini berhembus  dengan  baik untuk mengihirup  udara,  lagi  dan lagi  jantungku dipaksa  bekerja  dengan  keras  ketika  aku dikagetkan dengan  denyitan handle pintu, sepatu  hitam  mengkilap terlihat  ketika  pintu  dibuka, kupejamkan  mata  rasanya  tak mampu  jika  ku melihat Pak Ramli  mengetahui aku berada  diruangan ini.

"Mbak Ditha"
Suara   yang  sangat  aku kenal, seakan  membawa oksigen sehingga  tubuh  ini membaik.

"Mbak ada apa?"
Kupaksa untuk berdiri, kini  kami saling  berhadapan.
Tak ada jawaban  atas  pertanyaan  Angga.

Tubuh  kekar  dan   atletis  Angga menutupi  pintu  hingga  ia harus menyamping  ketika  ia  menyadari  aku  hendak  keluar, aroma  parfum  Angga  masuk  kerongga  penciuman ada yang berbeda  kali  ini tapi  entah apa itu perasaanku tak  menentu, senyum  tipis  Angga membuat  hati  ini lebih  kacau  lagi.

Gadis  Tumbal  Pesugihan  BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang