Berdamai Pada Luka

515 58 15
                                    

Warning(s): self-harm, blood, anxiety

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warning(s): self-harm, blood, anxiety.

・⊙・

❛ ❛ Tampaknya luka batin selalu menolak untuk disembuhkan dengan mudah.

・⊙・

"Jika kamu mengizinkan, aku ingin memotong kuku jarimu, —"

Tak ada jawaban.

Lelaki berambut pirang platina dengan kulit yang pucat, terlihat sangat kontras degan badan kurusnya berbalut piama sutra hitam legam. Hanya melirikku datar. Sementara badannya masih bergeming bersandar di bantal berwarna hijau gelap. Kemudian kembali menatap lurus keluar jendela Malfoy Manor.

"—Draco."

Aku duduk tepat di sampingnya hati-hati, kalau saja keberadaanku memang mengusiknya—karena aku telah menghalangi objek pandangnya—ranting kering di luar kediaman Malfoy, tampaknya sangat menarik baginya. Tentu, aku akan bersedia memberi jarak terlebih dahulu mengingat bagaimana kondisi emosional Draco yang saat ini sangat tidak stabil.

Tidak ingin salah mengambil langkah ketika berusaha mendekatinya—membujuknya untuk kembali mengingatkan agar kembali ke kehidupan normal.

Duduk di samping Draco membuat badanku kini menghalangi sebagian sinar matahari yang menerobos dari jendela Manor, sebagiannya lagi berhasil melewati celah di samping badanku hingga sampai pada Draco. Hangat sinar pagi berangsur-angsur menguat, membelai wajah pucat Draco, hanya sebagian—tepatnya di bawah hidung hingga badannya, karena sebagian di atas kepalanya masih terhalangi oleh badanku.

Menatap dari dekat. Piama hitam yang membalut tubuh kurus Draco tampak lusuh, entah sudah berapa lama. Rambut pirangnya berantakan, menjelasan banyaknya waktu dihabiskan hanya berdiam di kasur. Sejenak teringat bagaimana aku selalu takjub pada rambut indah Draco yang selalu tersisir rapi kebelakang dan menampilkan dahinya selama tahun pertama dan kedua Hogwarts. Draco merubah gaya rambutnya pada tahun ketiga, berponi menutupi dahi, namun tetap selalu berparas rapi. Menjelaskan bagaimana paras seorang Malfoy yang seharusnya.

Draco yang di sampingku saat ini tampak kehilangan selera hidup. Seperti hilang bersamaan dengan kalahnya Pangeran Kegelapan di tangan Harry Potter.

Memang selesai.

Perang sihir telah selesai.

Namun, tampaknya luka batin selalu menolak untuk disembuhkan dengan mudah.

Sebelum berhasil menjejakkan kaki di kamar nan luas—sejuk—namun juga terasa kosong dan hampa, aku telah terlibat percakapan mendalam dengan ibu kandung seorang Draco Malfoy. Mendapatkan izin dari seorang wanita elegan yang amat disayangi Draco—yang aku ketahui saat masih bersekolah di Hogwarts.

Anak tunggal keluarga Malfoy ini tampaknya susah menerima perhatian—kepedulian, bahkan rasa kepercayaan dari seorang Narcissa yang dahulu selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah ketika sang ayah hampir tidak peduli dengan kebahagian Draco. Perang sihir telah merenggutnya. Setidaknya itulah yang dibeberkan oleh Narcissa.

ATARAXIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang