PART 1
PURA-PURA“Nyatanya aku tidak sekuat itu. Sungguh ... raga ini ingin bertahan. Tapi hati tak sejalan. Cinta ini begitu melelahkan.”
*****
“Maafkan aku, Del. Maafkan,” terisak, Pandega meminta maaf untuk yang kesekian kalinya pada Radela, istrinya.
Lamanya pernikahan tidaklah menjamin keharmonisan. Pernikahan yang telah berjalan tiga tahun itu jauh dari kata bahagia. Beruntung, Pandega memiliki istri yang sangat sabar. Radela selalu berusaha memahami segala kekurangan pada diri suaminya.
Radela tetaplah manusia biasa, yang memiliki rasa lelah dan kesabaran yang juga berbatas. Tidaklah mudah baginya menjalani tiga tahun pernikahan yang penuh air mata.
“Mas, apa yang harus aku lakukan untuk bisa memiliki cintamu?” Tak mampu lagi membendung bulir bening yang sejak tadi sudah mendesak untuk keluar.
Ini bukan kali pertamanya, sudah tak mampu Dela menghitung berapa banyak air mata yang ia keluarkan selama tiga tahun hidup bersama Pandega. Bayang masa lalu selalu saja menghantui kehidupan suaminya.
Kehadiran Syifa yang semula dikiranya mampu membawa perubahan, nihil. Pandega masih saja hidup di bawah bayang masa lalu yang sangat menghancurkannya.“Entahlah, Del. Akupun tidak tahu. Sepahit ini masa laluku, sehingga menyakitimu begitu dalam. Tapi percayalah, aku menyayangimu. Terlebih Syifa,” ucapnya berusaha meyakini Radela.
“Bohong! Sayang seperti apa yang kamu maksud, Mas?” isakan Radela semakin menjadi. Sangat terasa sakit yang ia rasakan begitu dalam.
“Nyatanya aku tidak sekuat itu. Sungguh ... raga ini ingin bertahan. Tapi hati tak sejalan. Cinta ini begitu melelahkan,” lanjutnya. Memungut piyama yang berserak di lantai. Berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, membawa rasa sesak yang sungguh menyiksa.
Menangis di bawah guyuran air yang keluar dari shower. Bahkan, dinginnya air tidak bisa meredam rasa yang bergejolak dari dalam dirinya. Ia terus saja meratapi hidupnya, sambil sesekali berteriak meluapkan amarah.Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar. Hidup dengan lelaki yang dijodohkan orangtuanya. Lelaki yang belum bisa menerima keberadaannya secara utuh itu sangat menyakitkan. Terlebih sudah ada Syifa, buah hati yang harus ia jaga perasaannya setiap kali ia dan Pandega bertengkar. Bukan meributkan materi atau orang ketiga. Tapi tentang keharmonisan yang tidak pernah tercipta.
“Dela ... Radela! Buka pintunya. Maafkan aku, Del. Maaf ....” Pandega yang mulai khawatir dengan keadaan istrinya yang sudah satu jam lebih berada di dalam kamar mandi, mengetuk pintu, memohon untuk dibukakan dan terus meminta maaf.
“Dela, please. Jangan seperti ini, aku janji, aku akan berubah.” Janjinya pun entah sudah berapa kali ia ucap.
“Dela. Buka, Del.” Terus mengetuk pintu kamar mandi tanpa henti.
Tak lama, pintu terbuka dan terlihat Radela keluar dengan balutan handuk, matanya merah, bengkak, wajahnya pucat, dan tubuhnya terlihat lemas tak bersemangat. Tak sedikitpun ia menoleh untuk melihat suaminya yang tampak khawatir berdiri di samping pintu kamar mandi. Ia terus saja berjalan dengan tatapan kosong menuju lemari untuk mengambil pakaian dan segera mengenakannya.
Pandega tampak bingung tak tahu harus berbuat apa, melihat kondisi istrinya yang tidak karuan. Pandega sadar, menikah bukanlah sekedar menghalalkan sebuah hubungan. Tapi ada hati yang selayaknya harus ia jaga dan lindungi. Tapi ia merasa gagal setiap kali keributan berulang ini terjadi.“Aku memang lelaki bodoh. Bisanya aku menyia-nyiakan wanita yang dengan tulus menemaniku, menjaga buah hatiku, bahkan dengan sabar dan selalu mendoakanku.” rutuknya dalam hati.
Perlahan, ia dekati istrinya. Ia sentuh pundaknya dan mencium lembut rambut yang basah, terurai dan wangi. Tidak butuh waktu lama, Radela segera mengempaskan tangan suaminya dan menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radela
General Fiction"Nyatanya aku tidak sekuat itu. Sungguh ... raga ini ingin bertahan. Tapi hati tak sejalan. Cinta ini begitu melelahkan," lanjutnya. Memungut piyama yang berserak di lantai. Sekuat apa perjuangan Radela Lathifa mempertahankan rumah tangganya dengan...