finale

500 40 7
                                    

a/n : official playlist for this fic!

https://open.spotify.com/playlist/6r8nDdQznHmguMsYAaPuRJ?si=XCwdzRFlQSqzek_Dso7tPg

-

Suara derap kaki melangkah mengisi kesunyian lorong lantai dua belas sebuah gedung apartemen yang sudah sering ia kunjungi. Meski ia berkunjung tidak sesering dahulu, dimana kamar apartemen nomor 1201 itu dihuni dengan seseorang yang ia panggil sebagai rumah keduanya. Seseorang yang kedua tangannya selalu menyambutnya dengan pelukan hangat, disusul dengan sebuah kecupan manis pada pucuk kepalanya. Bagai obat penenang, tempat pelindung setelah lelah menghadapi ujian hidup yang tak henti-hentinya datang setiap hari.

Kim Minju, yang beberapa menit yang lalu berpisah dengan teman-temannya dari bus yang mereka tumpangi, merogoh tas selempangnya untuk mengambil tiga buah kunci yang ditautkan menjadi satu oleh seutas lingkaran besi dan sebuah gantungan berbentuk persegi panjang bergambarkan seekor kodok dan seekor harimau.

Salah satu kunci dari tautan ketiga kunci tersebut ia masukkan ke dalam lubang kecil pintu, diputar ke kanan sampai ada bunyi 'ceklek' menandakan bahwa pintu sudah tak terkunci. Dengan pelan Minju membuka pintu kamar apartemen yang sudah tidak ia kunjungi selama satu minggu, menutup pintu kembali setelah menaruh gantungan kunci di atas meja sebelah pintu depan.

Ia menghela nafas melihat ruangan apartemen yang lengang, seakan ruangan tersebut pun lesu karena ditinggal sang penghuni. Baru dua tahun lamanya, namun rasanya seperti sudah lama sekali. Itu berarti sudah dua tahun Minju setia menunggu, dan setia menjaga ruangan apartemen tersebut supaya masih layak dihuni ketika nanti sang pemilik datang pulang.

Minju berjalan menuju sofa berwarna coklat muda, dalam perjalanannya ke situ ia taruh tas selempangnya di atas meja televisi yang terletak di depan sofa. Ia hembuskan nafas, seraya ia duduk di atas sofa. Kepalanya yang sedikit penat setelah lelah bekerja ia istirahatkan di atas sandaran kepala.

Dipejam matanya sebentar untuk menyerap suasana, suara yang mengisi kekosongan ruangan tersebut hanyalah suara nafasnya yang teratur. Sabar Minju, sebentar lagi ia pulang.

Pulang ke apartemen ini, pulang ke pelukanmu lagi.

Persis sekali ia membuka mata, tangan kanannya yang masih menggenggam ponselnya bergetar. Matanya sedikit membelalak ketika ia melihat nama siapa yang terpampang jelas di daftar notifikasi.

Kim Chaewon <3 is calling...

Sedikit panik, ponselnya pun hampir saja terlempar dari tangannya kalau saja ia tidak dengan tangkas mengeratkan genggamannya kembali. Ia atur kembali nafasnya, tiba-tiba merasa kalau ia tidak bisa berpikir dengan matang kalau harus berbicara dengannya.

Timing yang sangat tepat, Kim Chaewon.

Minju sekali lagi menarik nafas dalam-dalam, lalu jari jempolnya menekan pelan tombol telepon berwarna hijau untuk menjawab panggilan. Ketika ponselnya ia dekatkan kepada telinganya, bahkan hubungan yang sudah hampir empat tahun lamanya tidak membuatnya terbiasa mendengar suara khas sang kekasih.

"Halo?" sapa Kim Chaewon dari ujung telepon.

Minju merasa ia akan menangis, meskipun suaranya berasal dari gawai miliknya tapi rasanya seperti dekat sekali.

Seperti mereka akan bertemu lagi setelah sekian lama.

"Iya kak," suara Minju bergetar menjawabnya.

Oh, betapa hatinya berdebar mendengar suara tawa kecil dari ujung telepon.

"Kenapa geter gitu suaranya," Chaewon terkekeh, lalu terdengar suara tarikan hidung dan deheman tenggorokan, "kamu udah di apartemen?"

Minju menarik nafas lagi sebelum ia menjawab. Sumpah, pacaran dengan Kim Chaewon sangat tidak bagus untuk kesehatan paru-parunya.

jarak jauh.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang