Ora menatap datar Aksa, kakaknya.
Demi tuhan, ini hari minggu.
Hari bagi Ora untuk tidur sepanjang hari, bukan untuk dibangunkan paksa a.k.a brutal oleh makhluk yang keberadaannya kayak jelangkung. Mana alasannya buat antar cari jas lagi.
Sebenarnya bukan kali ini saja Ora di seret untuk menemani Aksa untuk mencari printilan pria. Entah setelan jas, kaos oblong, sepatu, bahkan sampai kolor dan sempak pun kakaknya itu harus dia yang pilihkan. Alasannya simple.
Ora sangat fashionable dan update.
Ya kalau masih sepatu, setelan jas, dan kaos no problem bagi gadis itu. Tapi ini malah sampai ke benda keramat pun harus Ora yang pilihkan. Ya memang sih dia suka melihat cowok model celana dalam juga para pria yang berkompetisi di dunia pagent pria.
Huft. Sekali lagi di menghela napas.
"Bang, kamu masih ada yang ingin di beli lagi?" Tanya Ora dengan sesekali menguap.
Aksa memandang Ora cepat dengan mata berbinar.
"Untung kamu bertanya. Tadinya abang lupa. Teman abang ada yang ulang tahun dua hari lagi, mau sekalian beliin kado buat dia. Ya dia nggak bilang sih pengen apa, dan pesan jangan di beliin kado apapun-"
"Ya udah, nggak usah dibeliin apapun. Emang cowok atau cewek sih?" Mendengar ucapan adiknya itu, Aksa hanya memandang sinis gadis mungil di hadapannya.
"Cowok, adek. Dia bukan tipe orang yang ribet, banyak duit tapi pakaiannya hampir tidak ada yang bermerek. Kamu kenal orangnya." Ciri-ciri yang disebutkan oleh Aksa seketika membuat otaknya kosong.
Kenal. Amat sangat kenal dengan orang itu. Bagaimana dia bisa lupa dengan hari ulang tahun manusia satu itu.
Tanpa disadari oleh gadis itu, dia berjalan menuju salah satu outlet yang menjual pakaian khusus pria. Tangan dan matanya dengan lincahnya meneliti satu persatu pakaian yang terpajang di sana.
"Nothing special." Ucapnya dalam hati.
Namun saat menelusuri outlet itu, matanya justru tertuju di luar. Dengan segera dia mendatangi dan mengangkat satu benda yang sudah menarik perhatiannya.
Warna hitam elegan dengan sedikit aksen coklat tua membuat jam tangan yang bermaterial kayu itu makin cantik.
Yes. Barang yang menarik perhatian Ora adalah jam tangan kayu. Gadis itu baru akan mengeluarkan dompetnya seketika berhenti.
"Kok jadi aku yang pilih hadiahnya. Dan sekarang mau bayarin juga gitu?" Seketika dia menjadi canggung. Sembari berdehem sedikit gadis itu menyerahkan jam tangan itu kepada pelayan yang sedari tadi berdiri di sampingnya.
"Mbak, tolong ini di bungkus, minta yang baru bukan di display ini. Tolong sekalian kasih grafir nama ya. Mas ini yang bayar." Aksa cengo seketika. Dia mengira adiknya ini akan membayarnya, ternyata Ora merogoh tasnya untu mengambil pulpen.
Setelah melakukan pembayaran, Aksa langsung menarik adiknya itu untuk pulang.
***
Grand Senyiur, Balikpapan City.
Dua buah komputer jinjing tergeletak rapi di meja sebuah kamar type Executive. Nio, panggilannya, tampak sibuk dengan berbagai bahasa pemograman dengan jari yang bergeak lincah di atas wireless keyboard.
Ting.
Smartphone miliknya menampilkan notifikasi. Tampak sebuah notifikasi terpampang di sana. Pria itu tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk mengambil ponselnya itu dan menelpon seseorang.
"Bug di sistemnya udah beres. Dua hari lagi aku pulang."
To be continue..
SalamLinn
YOU ARE READING
Algorithm (Pameswari Family The Series#1)
General FictionTernyata memahami kamu tidak segampang membuat agile dan memahami alogaritm. - Arsenio Hadiwijaya - Dekat kamu itu berbahaya. Sama bahayanya dengan racun arsenik. - Orchid Pameswari - Bertemunya di awal, berjalan bersama-sama namun kemudian menemuk...