bab 2

8 1 0
                                    

Setelah semua itu, wanita yang tinggal di apartemen kamar tiga belas itu tak berani tinggal di sana ataupun kota ini, sehari sesudah aku menggeledah kamarnya dia pindah ke kota asalnya, Indonesia. Tak heran sih, lagi pula siapa yang ingin tinggal di kamar bekas penyekapan anak-anak kota itu?

Setelah lama aku dan Asyla bekerja di kantor yang sama kami semakin akrab dan bisa dibilang sangat dekat sekarang. Umurku dua puluh empat saat itu, aku menaruh hati padanya. Aku tak ingin basa-basi jadi aku melamarnya, aku memberikannya sebuah peta di pagi hari yang harus dia
ikuti, aku sudah siap di tempat dengan cincin berlian. Pukul 16.00 dia baru tiba dan aku segera melamarnya, terhitung cukup lama sih waktu yang dia butuhkan untuk sampai di tempat ini. Hari itu, tanggal dua puluh enam April tahun dua ribu, aku menikahi wanita cantik bernama Asyla Adytama. Setelah resmi menikah kami memutuskan untuk pindah negara dan keputusan kami jatuh pada kota Lost di Skotlandia. Di sana aku dan Asyla tetap menjadi detektif namun bedanya kami tinggal satu atap tak seperti di Amerika dahulu.

Tahun dua ribu lima, aku sudah mempunyai beberapa rumah hasil dari memecahkan puluhan kasus bersama istriku. Kami mempunyai target tiap tahunnya, misal aku harus menyelesaikan lima kasus dalam satu tahun atau Asyla dua kasus dalam setengah tahun. Belum, kami belum memikirkan tentang anak, kami masih bahagia tinggal berdua dan ingin menikmati masa- masa itu dahulu. Kami sudah mengelilingi berbagai negara di dunia. Dan sekarang kami tinggal sementara di Jakarta, Indonesia untuk urusan kasus.

Kasus terakhir di kota Jakarta ku dapatkan kemarin, kasus pembunuhan seorang pengacara. dia dibunuh karena memiliki banyak info penting yang dapat menumbangkan suatu perusahaan besar di kota ini. dia ditabrak begitu saja saat sedang merayakan hasil penyelidikannya di suatu tempat ‘minum’ di sana. Aku sedang menyelesaikannya, kemarin aku menemukan ponsel dari sang penabrak, beruntung dia masih hidup.

Aku mendatanginya di penjara dan memintanya sedikit penjelasan, tampaknya ia sudah menerima suapan dari sang dalang karena matanya terus berbohong. Aku berhasil memberikannya pengertian, nampaknya ia mulai berpihak padaku. Kami memulai interogasi di penjara. Aku mendapatkan nama sang dalang. “Sudah kuduga ia yang berada di balik semua ini, terima kasih, saya pergi dulu” sahutku pada supir truk itu. Aku mulai menyusun rencana bersama Asyla, semalaman. Kami berdua berusaha memutar otak dan mengerahkan semua tenaga malam itu, bagaimana tidak, lawan kami sekarang adalah tokoh yang sangat berpengaruh di sini.

Setelah menentukannya matang-matang, kami mengumpulkan bukti-bukti. Pertama, rekaman pengakuan sopir truk. kedua, kamera cctv yang menunjukan si ‘pejabat’ dan sopir tersebut berunding, harusnya mereka merencanakannya lebih matang lagi pikirku. Ketiga, riwayat panggilan beserta bukti transfer uang senilai seratus juta rupiah ke rekening sopir itu. Itu semua sudah lebih dari cukup untuk membuat sang pejabat di bawa ke meja hijau, kalau saja ia tak menggunakan ‘orang dalam’-nya itu.

Tanpa menunggu lebih lama, aku memberikan semua bukti kepada pengacara kepercayaanku, membuat janji sidang dan menyelesaikan beberapa urusan persidangan lainnya. Asyla juga menemaniku dalam pencarian itu. Hari persidangan tiba, pejabat itu datang dan duduk di kursi pemeriksaan. Licik nya ia pura-pura pingsan setelah meminum air yang tersedia di tiap-tiap meja. Aku sadar ia berbohong, itu taktik murahan yang sangat sering dipakai orang untuk menunda proses persidangan untuk mencari cara bagaimana ia memenangkan kasus tersebut.

Sidang diajukan besok sore. Aku menggerutu kesal, rencanaku untuk kembali ke Amerika pupus karena pengajuan sidang, padahal aku sudah memesan tiket pulang untuk besok. "Pejabat si*lan itu, bisa-bisanya dia menggunakan cara rendahan" umpatku. Asyla langsung menenangkanku. Memang hanya dia yang bisa merubahku dari yang awalnya sangat marah jadi lebih baik.

Esoknya sidang dimulai dan berjalan sangat lancar seperti keinginanku. Pejabat itu terbukti bersalah, suatu kesenangan sendiri bisa menjatuhkan pejabat berpengaruh di Jakarta. Sesudah sidang aku dan Asyla langsung menuju bandara dan pulang ke Amerika. Di pesawat kami sangat menikmati perjalanan, kami lelah dan tertidur pulas sampai tempat tujuan.

"Nanti aku pijitin ya sayang" sahut Asyla sesampainya di Amerika. Aku hanya melihatnya, mengangguk dan tersenyum manis. Aku menggandeng tangan Asyla sampai rumah kami. Mandi, makan dan bersiap untuk tidur karena disini sudah malam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

our storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang