Di Bawah Rintik Hujan

5 0 0
                                    

Sore ini hujan kembali turun. Ceisya yang baru saja dari kantin, mempercepat langkah menembus hujan, menuju gedung fakultas. Melangkahi setiap kubangan dan tak peduli dengan gamisnya yang mulai kotor.

Sialnya, Ceisya tidak sengaja menabrak seseorang, hingga buku-buku yang ia bawa pun berhamburan. Namun, orang yang ia tabrak bukannya marah, justru berbaik hati membantu memungut buku-buku Ceisya.

"Maaf, ya. Jadi, basah," ujar lelaki itu tulus.

Ceisya mengangkat wajah, bermaksud mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tatapan mereka bertemu, hanya tiga detik, bersamaan dengan debaran jantung Ceisya yang tak karuan.

Ceisya hanya mampu menunduk dalam, mengambil buku-bukunya dan menarik langkahnya kian cepat. Pertemuan yang terasa tiba-tiba membuat Ceisya salah tingkah.

"Cie, Ceisya," goda Dewi—sahabat Ceisya.

"Gimana tadi tatap-tatapan sama Babang tampan? Aku lihat loh.”

"Apaan sih! Tadi tuh enggak sengaja." Ceisya berusaha menutupi rasa malunya.

"Heleh, ngaku aja, Sya." Dewi menyenggol bahu Ceisya dan dibalas dengan tatapan tajam dari Ceisya.

"He-he-he, santai-santai.” Dewi memperlihatkan deretan giginya. “Eh, tapi gamis kamu basah loh, Sya."

"Iya, nih." Ceisya mengibaskan gamisnya.

"Duh, gimana nih kalau kamu masuk angin?”

"Aku nggak apa-apa, Dew. Tenang." Ceisya tersenyum tulus. Dari kejauhan Ceisya menangkap sosok lelaki yang membuat jantungnya kembali berdebar. Lelaki yang sempat ia tabrak tadi, berdiri tak jauh darinya. Ia sedang mengibaskan rambutnya pelan. Bajunya pun terlihat basah, sama seperti dirinya.

Cepat-cepat Ceisya menundukkan pandangan. Takut jika setan akan menguasai hatinya dan membuatnya berbuat maksiat.

Di sisi lain, lelaki itu tak sengaja melihat Ceisya yang sedang menunduk dalam sembari mengibaskan gamisnya. Sedikit terlukis senyuman di wajah lekaki itu. Baru kali ini ia merasakan perasaan aneh dalam dirinya.

"Attar!"

Seseorang menghampiri lelaki tersebut.

"Nanti jadi?"

"Jadi ...?" tanya Attar yang tidak tahu maksud Adit.

"Lah, habis salat Magrib kan jadwalmu ngisi kajian di masjid kampus."

"Oh, iya. Astagfirullah aku hampir lupa, Dit."

Adit hanya geleng-geleng kepala. Tidak seperti biasanya Attar lupa. Biasanya Attar akan selalu aktif memberikan kajian untuk para mahasiswa.

"Emm ... ini kenapa bajumu basah? Main hujan?" ejek Adit.

"Heh, ngawur! Kamu kira aku anak kecil."

"Ha-ha-ha. Ya, sudah, terserah kamu. Aku pergi dulu. Jangan lupa nanti ada kajian." Adit menepuk bahu Attar sebelum pergi.

"Insyaallah."

Ceisya hanya mampu melihat Attar dari kejauhan. Rasanya ingin mengucapkan rasa terima kasih. Namun, tidak ada keberanian sedikitpun pada dirinya. Senyuman Attar pada Adit kembali membuatnya menundukkan pandangan. Desiran lembut masuk ke relung hatinya.

"Kamu kenapa, Sya?" Dewi merasa aneh dengan sikap Ceisya yang tiba-tiba menundukkan pandangan.

"Ah, enggak, Dew." Ceisya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ya, sudah. Pulang, yuk! Hujannya sudah mulai reda."

"Bentar, Nisya ke mana?" tanya Ceisya yang sedari tadi tidak melihat sahabatnya itu.

Di Antara Dua Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang