menebak perpisahan

17 1 0
                                    

Apa yang ada dalam diri Bajra adalah segala yang kukasihi, namun tidak dengan masa lalu percintaannya. Selama ini aku tidak mau mendengar cerita tentang masa lalunya, tidak kucari tahu, namun tetap saja kutemukan dari berbagai sumber. Berulangkali aku meyakinkan diriku untuk membuang jauh rasa cemburu yang berlebihan dan tidak masuk akal ini. Aku tahu, Bajra bersamaku setiap hari, menyerahkan seluruh waktu dan rasanya untukku. Namun, aku merasa Bajra masih menyimpan erat nama wanita itu. Japa, wanita itu bernama Japa yang artinya doa. Dulu Bajra sering bercerita banyak perihal Japa, dari susu kotak yang tidak disukainya, sampai permasalahan yang mengharuskan mereka untuk mengakhiri hubungan. Yang aku tahu, mereka berpisah bukan karena suatu pertengkaran atau penghianatan, melainkan perbedaan agama. Dan itu membuatku yakin, bahwa sebenarnya mereka masih sama-sama ingin bersama. Sempat aku menemukan barang-barang kenangan masa lalu mereka yang masih disimpan rapih oleh Bajra, dari sepasang gantungan kunci berbentuk hati, yang tertulis masing-masing nama di antara mereka, sampai 7 album photobook yang dipenuhi kisah cinta mereka yang terlihat romantis. Semisal bersama, mungkin mereka menjadi sepasang kekasih yang berbahagia. Setiap kali aku membahas Japa, pandangan Bajra selalu berpaling. Aku tidak tahu, apa yang masih disembunyikan Bajra perihal Japa dariku.

Bajra sibuk bergulat dengan komputer dan setumpuk lembar berkas di meja kerjanya yang berada sudut ruang. Sedangkan aku, berbaring di sofa yang tidak terlalu jauh dari hadapannya.  Pandanganku tak lepas dari raut wajah Bajra yang terlihat lelah dan jenuh. Beberapa kali dia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Aku bisa merasakan kegelisahannya atas pekerjaan yang masih menumpuk dan perlu beberapa revisi. Mataku mulai berkaca, pandanganku kabur terhalang air mata yang terasa penuh di kelopak mataku. Namun, aku tetap melihat wajahnya.
"Seperti apa perpisahan kita kelak?"  Aku tidak tahu kenapa ada pertanyaan seperti itu terbesit dalam pikiranku. Setiap kali termenung, selalu saja muncul kalimat tanya yang berputar terus-menerus, sehingga membuatku berpikir keras untuk mencari jawaban dari pertanyaan itu.  Sedikit dapat ku artikan, Entah karena aku terlalu mencintainya dan takut kehilangannya, atau aku masih meragukan cinta darinya dan percaya bahwa kelak kita akan berpisah. 

"Gamya, boleh minta tolong ambilkan aku segelas min-" suara Bajra menggantung, aku rasa dia melihat ke arahku yang sedang menangis. Langkah kakinya terdengar menghampiriku dan duduk memelukku. "Heii, sayangku kenapa nangis? Ada apa?" Ucapnya lembut sembari menghapus air mata dipipiku. "Kamu tahu, aku sangat mencintaimu?" Tanyaku lekat menatap matanya. "Iya aku tahu, aku pun juga. Lalu mengapa?" Jawabnya. "Aku takut," bisikku lirih. "Apa yang perlu ditakutkan Gamya? Aku tidak kemana-mana, Aku disini bersamamu setiap waktu." Bajra mengelus kepalaku pelan dan mendaratkan sebuah kecup di keningku. "Tidurlah Gamya, besok kita berlibur. Aku tahu kamu jenuh menemaniku berkerja. Aku pun juga perlu istirahat."

Aku sangat bersyukur dipertemukan dengan Bajra, laki-laki yang akan menjadi pasangan hidupku. Sifatnya yang dewasa dan penuh kasih sayang membuatku jatuh cinta, bahkan Ibuku sangat menyayanginya dan ingin aku segera menikah dengannya. Namun, semakin menjalani hubungan, aku merasa hanya menjadi pengisi yang disayangnya. Belum cinta. Karena setahuku, setiap laki-laki menyimpan erat satu nama dihatinya, dan itu disimpannya sangat dalam. Aku tahu dirimu Bajra, ragamu selalu ada bersamaku, namun tidak dengan hatimu.

***


Hamparan sawah terbentang luas sejauh mata memandang, terlihat asik padi-padi kecil menari diiringi angin. Suara burung berdecit, berterbangan bebas memberi nuansa alam yang asri dan sederhana. Bajra melajukan motor dengan kecepatan sedang, dia sangat mengetahui jika aku suka membaca suasana. Aku pun memeluknya erat, sangat erat. Bahkan aku tidak pernah sedalam ini ketika mencintai seseorang.

"Rindu sekali, mengantarmu ke Gereja melewati sawah-sawah seperti ini."

Hatiku tercekat, kulihat wajah Bajra dari kaca spion yang menghadap ke arahnya, dia sedang tersenyum lebar. Perlahan, kulepas tanganku yang melingkar memeluknya. Aku rasa, dia tidak menyadarinya. Entah apa yang sedang berada di pikirannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menebak PerpisahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang