ꜥꜤ 🏫¦O6 :: M D A

278 69 5
                                    

"SELAMAT PAGI PUTRI TIDUR!"

Bugh!

Sebuah bantal melayang dengan kekuatan penuh kearah wajah pelaku teriakan itu.

"MARVYN TARA LEVIAN! APA YANG KAU LAKUKAN SEPAGI INI DIRUMAHKU DAN MENGANGGU TIDURKU?! ASAL KAU TAHU, SUARA SIALAN MU ITU MASUK KEDALAM MIMPI INDAHKU!! MENYEBALKAN!!" Dan sudah tentu dibalas dengan teriakan maut oleh sang korban.

Marvyn yang terduduk di lantai setelah mendapat lemparan bantal oleh Rayline hanya terkekeh padahal kepalanya habis terbentur dinding di belakangnya.

"Astaga, suaramu persis suara Ibu." Ujar lelaki itu pelan namun masih bisa di dengar oleh Rayline. Gadis itu langsung mendelik kearah Marvyn.

"Kau mengejekku kan?!" Tuduh gadis itu.

"Apa?" Marvyn mengerjap saat mendapat tuduhan seperti itu.

"Iya aku tahu kau bermaksud mengejekku gadis kasar padahal Ibu sangat anggun dan lemah lembut. IYA AKU TAHU."

"Padahal yang ku maksud adalah Ibu—ku." Ujar lelaki itu sambil berdiri dan mengambil bantal yang dilempar Rayline tadi.

"Hah?"

"Hey, sudah selesai bertengkarnya?" Tiba-tiba Welda muncul di ambang pintu kamar Rayline. "Rayline, sekarang bereskan tempat tidurmu lalu bergegaslah mandi. Apa kau lupa hari ini hari pertamamu sekolah? Untung Marvyn bersedia membangunkanmu, jadi Ibu bisa menyiapkan sarapan."

Rayline melirik Marvyn yang sedang tersenyum penuh kemenangan. "Cih, dia bahkan berteriak di depan telingaku dan sekarang dengan bangganya ia tersenyum seperti orang bodoh." Gumam gadis itu sambil melipat selimutnya.

Senyum Marvyn seketika luntur setelah mendengar gumaman gadis itu, sedangkan Welda terlihat sedang menahan tawanya. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan lalu menatap Marvyn, "Marvyn, Ibu sudah membuatkanmu susu. Minunlah dulu sebelum dingin."

"Ay ay, Captain! " Sahut lelaki itu. Walaupun kini usianya sudah menginjak 21 tahun, tetapi susu buatan Welda di pagi hari tetap menjadi minuman favoritnya.

Saat Welda sudah kembali ke dapur, Marvyn langsung melempar bantal yang ia pegang kearah Rayline. "Yash! Lemparan yang bagus Marvyn!" Seru lelaki itu saat bantal yang ia lempar mengenai wajah kusut Rayline. Dengan cepat, lelaki itu langsung berlari keluar menyusul Welda. Dan seperti yang ia duga, teriakan maut Rayline langsung menggelegar.

"MARVYYYYYNNN!!!!"

{×××××}

Hari ini adalah hari pertama Rayline dan Marvyn bersekolah. Seharusnya, tahun ini adalah tahun kelulusan Marvyn, jika saja lelaki itu tidak menolak untuk bersekolah dan memilih belajar dengan guru pribadinya dirumah tiga tahun yang lalu.

Saat Theo bertanya mengapa putranya itu menolak bersekolah, jawaban yang dilontarkan lelaki itu tentu saja karena adiknya, Rayline.

"Aku ingin bersekolah bersama Rayline, Ayah. Ia sulit mendapatkan seorang teman. Aku takut dia tidak punya teman nantinya. Lagipula aku mengaku seumuran dengannya, jadi ia pasti bertanya-tanya kalau aku tidak bersekolah bersamanya."

Theo saat itu hanya diam dan akhirnya memilih untuk menuruti kemauan putra sulungnya.

Selain takut Rayline tidak punya teman disekolah, Marvyn juga sebenarnya takut kalau adiknya itu dikucilkan dan dijauhi karena berasal dari kalangan rakyat biasa. Marvyn tidak mau lagi adiknya direndahkan. Sudah cukup Rayline di jauhi bahkan dihina karena tak punya Ayah dulu. Marvyn bahkan masih menyesal sampai sekarang karena ia tak bisa menemani Rayline saat itu hingga pada akhirnya gadis itu nekat mencari teman sendiri dan berakhir dihina seperti itu.

Black Eyed Princess •{NCT Dream}•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang