Ruang Tunggu #1

14 3 0
                                    

Suara lonceng pada pintu sebuah cafe pinggir jalan berbunyi pertanda ada pelanggan yang baru datang.

"Selamat datang kak, mau pesan apa?" Tanya pelayan sopan.

"Saya pesan Milk Tea Brown Sugar with coffee jelly nya satu ya mbak" ujar nya ramah sedangkan pelayan langsung mencatat pesanan milik nya.

"Terus masih ada lagi kak, mungkin Toast atau mau jodoh buat menemani mbak nya?." Canda sang pelayan terkekeh.

"Hmm,, saran mbak nya boleh juga tuh",, balas nya dengan wajah yang di buat seserius mungkin.

Sambil pura-pura menulis pesanan pelayan itu kembali bersuara "pesanan nya atas nama siapa ya kak?" Tanya nya sekali lagi dengan wajah yg ikut serius.

"Atas nama cinta, Hati ini tak mungkin terbagi" Senandung nya bercanda yang mengundang tawa karyawan lain nya.

"Udahan Git candanya, tanpa gue sebutin lo udah tau kan pesanan gue, kayak biasa!" jelas nya ikut terkekeh dengan candaan gadis yang ia panggil Git atau lebih tepat nya Inggit itu.

"Oke baiklah kak Alona yang cantik, total nya jadi 35 ribu ya" terang Inggit sambil menerima selembaran 50 ribuan dari Alona.

"Dan ini kembalian nya," serah inggit sambil memberikan kembalian uang milik Alona. "Oke, nanti pesanan lo gue anter ya!, lo duduk aja dulu" terangnya yang langsung di angguki Alona dan segera berjalan ke kursi pojok yang memang biasa ia tempati jika berkujung ke cafe tersebut.

Alona Khanzia Adnan, itulah nama lengkap gadis yang kerap di sapa Alona, atau Anna itu. Ia merupakan si sulung dari 2 bersaudara. Di umur nya yang sudah menginjak 21 tahun, Alona memilih bekerja sebagai Guru honorer di salah satu Taman kanak-kanak Swasta di dekat rumah nya.

Selain di sibukan dengan kegiatan mengajar nya, Alona juga di sibukan dengan kegiatan yang kata Inggit menulis kata abstrud. Hampir setiap hari sehabis pulang kerja, Alona mampir ke sebuah cafe yang tak jauh dari rumah dan tempat kerja nya itu. Di sana ia bisa menghabis kan waktu hingga hari menjelang sore hanya untuk menikmati secangkir teh susu yang jadi minuman favorit nya. Entah apa yang membuat nya betah duduk berlama-lama di pojokan itu. Tapi yang jelas, ia menikmati waktu yang ia habiskan hanya untuk hal yang kata Inggit tidak berguna sama sekali. Dan di sanalah Alona mengenal Inggit yang menjadi salah satu pelayan di cafe yang sering ia kunjungi. Bukan hanya Inggit, tapi beberapa dari pelayan cafe pun juga sudah mengenal gadis pencinta teh susu itu.

Setelah beberapa saat menunggu, Akhirnya pesanan milik Alona pun datang.

"Nih pesanan lo" ucap inggit menaruh minuman serta camilan ke atas meja. Lalu setelah itu ia ikut duduk di kursi kosong di depan Alona sambil memperhatikan gerak gerik gadis yang tengah fokus pada buku keramat yang selalu dibawa Alona.

"Nulis lagi lo?" Tanya Inggit jengah. Pasalnya hampir setiap hari ia melihat Alona datang dan duduk di pojokan sambil menulis kata-kata puitis yang menurut Inggit abstrud itu.

"Iya,, kenapa?, mau debat lagi lo?. Sarkas Alona dengan alis terangkat menatap Inggit sengit.

Sedikit bergerak mundur Inggit mulai panik karna membangunkan singa yang tengah tidur. Ini bukan kali pertama ia bertanya, tapi tetap saja Inggit merasa jengah. Apakah gadis di depan nya ini tidak ada kegiatan lain selain menulis. Fikirnya dalam hati.

"idih, mulai singa nya ngamuk"

Sedikit terkekeh Alona kembali melanjutkan kegiatan menulisnya sebelum menjawab. "Ini udah jadi pekerjaan utama gue Git, dengan menulis gue bisa jadi diri gue sendiri. Lewat tulisan gue bisa sembunyi serta jujur atas apa yang gue rasain. Lo nya aja yang belum ngerasain betapa senang nya nulis kayak gue".  Papar Alona di akhiri dengan nada mengejek. Sedangkan Inggit hanya memutar mata malas.

"Terserah lo deh, pusing gue kalo lama-lama sama lo. Gue mau lanjut kerja dulu. Bhaaay Lon" balas nya segera berlalu sebelum ia habis di amuk Alona.

Sambil menahan geraman Alona menyumpahi Inggit karna memanggil nya dengan panggilan Lon. Ia paling benci hal itu. Sedangkan Inggit, ia berlalu dengan wajah yang cerah sebab berhasil menggoda teman nya itu.

Dulu sebelum saling mengenal, Alona dan Inggit hanyalah seorang pelayan dan pembeli. Tapi karna Alona yang sering datang ke cafe tersebut dengan pesanan yang selalu sama, akhirnya mereka mulai akrab dan sling mengenal. Bahkan tak jarang mereka juga menghabiskan waktu berasama. Entah itu di cafe tempat Inggit bekerja, atau pun di rumah Inggit yang Alona sebut sebagai Basecamp.

                •°•°•°Ruang Tunggu°•°•°•

"Jadi sekarang kita kemana?" Tanya Inggit.

"Ke rumah gue dulu deh, habis itu baru ke rumah lo. Gue mau ganti baju sekalian mandi dulu" jawab Alona memperbaiki tas samping nya yang melorot.

"Oke,," jawab Inggit dab melajukan motor nya menjauh dari cafe.

Selama di perjalanan pulang, baik Alona dan Inggit saling melempar candaan yang mengundang tawa mereka. Bahkan sesekali mereka menggoda pengguna jalan lain yang mereka lewati hanya untuk hiburan gila mereka.

Inilah yang akan selalu terjadi jika Alona dan Inggit bersatu. Kewarasan yang ada seakan lenyap di telan kegilaan yang mereka lakukan.

"Eh mas, itu roda motor nya muter" teriak Inggit sedikit kencang karna suaranya beradu dengan suara pengendara yg berlalu lalang.

Sedangkan pengendara motor yang di panggil Inggit itu langsung menoleh ke arah roda motornya yang berputar karna memang sedang berjalan.

Melihat respon pengendara itu, dua sejoli itu langsung tertawa ngakak karna berhasil mengerjai pengendara motor itu.

             •°•°•°Ruang Tunggu°•°•°•

"Aduh, sakit nih perut gue liat wajah polos mas-mas tadi" ujar alona saat turun dari motor sambil melepas helm.

"Gue juga, keliatan banget cengonya" timpal Inggit membayangkan mas-mas yang baru saja mereka jahili.

Sambil membuka pintu rumah  mereka kembali tertawa yang entah apa yang mereka tertawakan.

Setelah pintu berhasil di buka mereka langsung masuk serta Inggit yang langsung merebahkan dirinya pada kursi kayu sederhanya di runah nenek Alona itu.

"Waalaikumsallam" sindir Alona pada Inggit yang sedang terpejam di atas kursi.

Sedikit terkekeh inggit mulai bangkit dari berbaring nya. "Assallamualaikum ya ahli kubur" Ucap inggit dengan sedikit menekan kata di akhir kalimat nya.

Mendengar hal itu sontak Alona langsung menoyor kepala Inggit yang kebetulan tidak jauh darinya itu.

Sedikit kesal alona menjawab "Lo fikir rumah gue kuburan apa!"  Kesal nya yang di hadiahi kekehan Inggit.

"Habisnya rumah lo sepi terus kayak kuburan." Terang inggit berdiri dan langsung masuk ke kamar Alona mendahului sang pemilik kamar.

Melihat tingkah semena-mena Inggit, Alona hanya bisa sabar, sebab jika ia yang datang ke rumah Inggit pun, ia juga akan melakukan hal serupa.

Meletakan tas di atas kasur alona segera beranjak mengambil handuk di belakang pintu.

"Idih, kayak orang baru berkunjung aja lo Git. Lagian lo kan tau kalo gue tinggal sendiri" ujar Alona mengambil posisi rebahan di samping Inggit yang terbaring sambil memeluk guling.

"Maksud gue bukan begitu. Kenapa sih lo gak balik aja ke rumah bokap lo. Di sana kan enak fasilitas nya lengkap juga." Terang Inggit sambil merubah posisi tidur nya menghadap Alona.

"Hidup ini cuma sekali, jadi gue mau nikmati selagi gue bisa." Jawab alona bangkit dan langsung masuk ke kamar mandi guna membersihkan dirinya yang terasa lengket.

"Dasar keras kepala,," umpat Inggit pasrah lalu kembali membaringkan tubuh nya yang lelah karna seharian ini bekerja di cafe.

Bersambung,,,

Hay, long time no see. Kali ini aku come back dengan cerita baru dan suasana baru. Semoga kalian menikmati ya,,

Jangan lupa tinggalkan jejak dan komentar kalian.

-G-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ruang TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang