Tubuhku lemas, aku 'tak bisa menggerakkan badanku—bukan 'tak bisa, aku hanya tidak ingin menggerakkannya sekarang.
Di mana aku?
Aku bisa mencium aroma bunga yang semerbak wanginya. Kurasakan juga punggungku yang basah oleh air. Tidak jarang, sesuatu yang tipisnya melebihi kertas dan berukuran kecil jatuh menyapu lembut kulitku. Hawa sepoi-sepoi yang berembus membuatku semakin yakin di mana kiranya aku sekarang.
Meski mataku tertutup rapat, namun aku tahu betul di mana keberadaanku sekarang. Sebuah taman bunga, tepatnya taman bunga di rumahku.
Siapa yang membawaku kemari, dan ... apa-apaan ini? Pipiku basah?
Apakah aku menangis?
Mengapa aku menangis?
Aku memutar otak, berusaha mengingat apa yang terlewatkan oleh memoriku.
Apa? Aku tetap tidak ingat.
Aku berusaha menggerakkan jemari tanganku perlahan. Selain terasa kaku, entah mengapa, semuanya terasa kosong sekarang. Apa yang hilang dari diriku?
Sama-samar, aku mendengar suara burung merpati di sekitarku. Sepertinya merpati itu ingin aku segera bangun dan mencari penyebab kekosongan ini. Perihal siapa yang membawaku kemari, aku 'tak peduli. Cukup berterima kasih dalam hati karena mau membawa aku yang sekarat ini pulang ke rumah.
Kepalaku pusing dan terasa berat. Aku meraba-raba sekitar untuk mencari tempat bersandar terdekat dengan kondisi mata yang masih tertutup. Setelah menemukannya, aku membuka mataku perlahan.
Pandanganku buram, aku 'tak bisa melihat dengan jelas benda-benda di sekelilingku. Cairan bening itu mengalir kembali dari kedua netraku. Aku bahkan tidak mengerti, bagaimana mungkin orang bisa menangis tanpa tahu penyebabnya?
Kedua mata itu kini telah terbuka lebar. Pandangan yang semula buram pun kini kian jelas. Aku mengerjap beberapa kali untuk membiasakan pupil mataku dalam mengatur cahaya yang masuk.
Yang pertama kali kulihat adalah atap taman rumahku yang terbuat dari kaca. Seperti biasa, hanya ada cahaya remang-remang dari sinar rembulan di sini.
Aku mulai mendudukkan badanku perlahan dengan susah payah. Sakit, sama seperti hati ini yang tiba-tiba terasa sakit. Semakin aku memikirkannya, dadaku semakin sesak.
Ayolah, ada apa sebenarnya?
Kepalaku semakin pening. Aku memutuskan untuk memejamkan mata sebentar sambil terduduk. Tetap kosong, seperti saat pertama kali menyadari bahwa aku ada di taman rumahku.
Entah mengapa, hatiku tiba-tiba tergerak untuk melihat keberadaan suatu lambang di dadaku. Kini aku tahu penyebab kekosongan itu.
Di sini, di taman ini, semua memori yang semula hampir terlupa oleh otakku kini kembali memenuhi benak, menggerogoti sanubariku yang kian merana.
Kalau bisa melupakannya, aku ingin melupakannya saja. Biarlah aku hilang ingatan sehingga aku seolah tak pernah mengenalnya.
Kalau semuanya tetap berakhir dengan perpisahan, untuk apa kita dipertemukan?
🥀
🥀
🥀
Jendela kaca rumahku dipecahkan. Gonggongan dari gerombolan anjing memenuhi koridor rumahku. Aku memiliki firasat buruk tentang ini. Instingku berkata aku harus memasang posisi siaga. Aku juga merasakan hawa rumahku yang berubah. Rumahku memang suram dan mencekam sepanjang waktu, tapi kali ini jauh lebih mencekam. Seolah aku bisa saja meregang nyawa malam ini, di sini.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌y 𝐊ing | 𝐅ate/𝐏rototype
Fanfic𝘼𝙧𝙩𝙝𝙪𝙧 𝙋𝙚𝙣𝙙𝙧𝙖𝙜𝙤𝙣 𝙭 𝙎𝙖𝙟𝙮𝙤𝙪 𝘼𝙮𝙖𝙠𝙖 ──────────────────── ❝ perang mempertemukan kita. lalu jika semuanya telah berakhir, adakah cara untuk kit...