"Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu" aku bernyanyi lirih di parkiran kantor pengadilan agama.
Earphone masih menggantung di daun telingaku, dengan tangan kanan memegang handphone dan tangan kiri memegang payung. Aku merenung sendirian di parkiran mobil outdoor, menatap hujan. Malas masuk ke mobil duluan, ini sedang menunggu Mami dan Papi mengurus sidang perceraiannya yang terakhir.
"Ada ya orang yang di pengadilan agama tapi dengerinnya lagu dangdut?" ucap seseorang dari arah belakangku sambil terkekeh. Suara laki-laki.
Aku menengok ke kanan belakang, benar, orang yang bicara tadi laki-laki. Ia tingginya sekitar 180cm, memakai jaket jeans warna hitam, kaus putih, celana panjang hitam dengan gaya rambut mirip aktor Angga Yunanda. Ia juga membawa payung hitam. Sekilas berpikir bahwa aku sekarang sedang ada di pemakaman.
Aku tidak membalas perkataannya. Hanya melihat sekilas, lalu memalingkan pandanganku ke arah depan lagi.
"Jangan nunggu di sini, banyak genangan air dan mobil yang lalu lalang. Nanti kecipratan. Kasian celanamu putih" Lelaki tadi masih bicara padaku. Aku masih tidak menghiraukan perkataannya.
Lelaki jaket hitam tadi masih berada di belakangku. Aku bingung, ngapain sih dia masih di sini?.
"Mbak, kalau nunggu mending duduk di kursi sebelah sana tuh" suruh lelaki jaket hitam sambil menunjuk ke arah deretan kursi tak jauh dari parkiran mobil.
"Kenapa sih mas? Daritadi ngajak ngomong mulu. Suka-suka saya dong mau dimana, emang situ bapak saya? Ngatur" jawabku ketus sambil menatap wajahnya. Kemudian lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
"Pip..pip.." Mobil di dekatku berbunyi.
Astaga, ternyata aku sedaritadi berdiri di belakang mobilnya. Mataku terbelalak, aku menggigit bibirku dan langsung meminta maaf pada lelaki jaket hitam itu, kemudian berlari menjauhi tempat tadi. Aku benar benar malu.
Dug...
Aku menabrak seseorang.
"Kamu gapapa?" tanya seseorang yang tak sengaja kutabrak tadi. Dia seorang gadis yang sepertinya usianya tak jauh denganku. Ia memakai gaun selutut berwarna biru langit, di kepalanya ada bando mutiara.
"Eh... maaf ya, gak sengaja"
"Iya gapapa. Kamu gakenapa napa kan?"
"Iya, kamu gimana? ada yang sakit nggak?"
"Nggak kok, santai. Kamu hati-hati ya. Maaf, aku buru-buru" tutup gadis tadi, ia segera berlari ke dalam kantor pengadilan agama.
YOU ARE READING
Arah
Teen FictionPerceraian itu memanglah menyedihkan, apalagi yang cerai kedua orangtua dan diumumkannya saat kita meniup lilin kue ulangtahun. Satu bulan uring-uringan tanpa arah dan menangis sendirian di pojokan kamar seperti anak ayam yang habis disiram air, kel...