***
PROLOG
Akhirnya aku melihat keberadaan Thomas. Langkahku terhenti ketika menyadari ia sedang berbicara dengan seorang perempuan. Dari balik punggung Thomas, aku bisa melihat raut wajah perempuan itu yang kacau. Sorot matanya menunjukkan bahwa ia sedang terluka. Untaian kata demi kata yang terdengar menyakitkan ia lontarkan pada Thomas.
Aku bertanya-tanya mengapa ia mengatakan hal itu pada Thomas?
Perempuan itu kemudian bergerak meninggalkan Thomas, melangkahkan kakinya menyebrangi jalanan yang penuh dengan lalu lalang kendaraan. Suara klakson yang saling bersautan bahkan tidak ia hiraukan lagi.
Thomas mulai mengejarnya, meraih lengan perempuan itu lalu ditariknya ke pinggir jalan. "Sayang ...," lirih Thomas pelan.
Sayang?
"Kamu itu aneh tau nggak? Kamu bilang kamu nggak serius sama dia. Tapi—"
Perempuan menjeda ucapannya lalu menarik nafas.
"—aku selalu ngerasa kamu bakal ninggalin aku dan milih dia." Bulir-bulir air mata menetes kembali bersamaan dengan kalimat yang baru saja keluar dari mulutnya.
"Kamu akhirnya bakal ninggalin aku," lirih perempuan itu.
"Kamu itu jahat! Brengsek!" Perempuan itu meninju dada Thomas berulang kali untuk melampiaskan kekesalan yang diterima dengan lapang oleh Thomas. Seolah memang ia pantas mendapatkannya.
Sesaat kemudian, perempuan itu terdiam dari tangisnya dan mendongak menatap Thomas.
"Kamu bakal ninggalin aku kan? Kamu nggak sayang aku kan? Mau nyiksa batin aku kan? Iya kan?!!" Perempuan itu berteriak histeris. Sedangkan Thomas hanya diam terpaku memperhatikan perempuan di hadapannya dengan ekspresi yang tidak bisa aku simpulkan. Kupingnya berubah menjadi merah, begitu juga dengan kedua bola matanya. Air mata juga sudah membendungi pelupuk matanya. Tinggal berkedip saja, air mata itu pasti akan jatuh.
Sorot mata perempuan itu kemudian berubah menjadi tajam namun kosong. "Lebih baik aku mati," ucapnya pelan dan penuh penekanan.
Thomas lantas merengkuh perempuan itu. Dipeluknya dengan erat. Tangis mereka berdua kemudian tumpah bersamaan. Thomas mencium puncak kepala perempuan itu berkali-kali dengan penuh kasih sayang. "Jangan pernah ngomong kayak gitu, Sa." Thomas mencium pelipis perempuan itu sangat lama. Air matanya akhirnya mengalir.
Baru kali ini aku melihat Thomas seperti itu.
"Sampai kapanpun hati aku cuma milik kamu. Dari dulu sampai sekarang cuma kamu tempat aku pulang. Nggak ada yang berubah," ucap Thomas dengan tulus.
Beberapa saat kemudian, Thomas melonggarkan pelukan mereka. "Jangan pernah ngomong kaya gitu lagi, ya?" Thomas mengucapkannya dengan lembut. Tangannya mengusap air mata yang menetes di pipi perempuan itu.
Setelah itu Thomas kembali memeluk perempuan itu penuh dengan kasih sayang
Aku melihat semuanya. Saraf otakku—yang sempat berhenti kembali bekerja mencoba menyimpulkan apa yang terjadi antara Thomas dan perempuan itu. Ada sebagian dari diriku yang mencoba menolak atas kesimpulan-kesimpulan yang ditangkap oleh otakku. Tetapi hatiku tidak bisa berbohong. Rasanya sangat sakit seperti teriris oleh ribuan silet.
"Besok aku akan tinggalin Kayra. Untuk kamu."
Air mataku akhirnya menetes bertepatan dengan kalimat yang meluncur dari mulut Thomas. Sekarang aku sudah paham. Semua pikiranku yang abu-abu berubah menjadi lebih nyata. Semua keraguanku selama ini menjadi lebih jelas. Pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban di otakku kini telah menemukan jawabannya.
Thomas memeluk kembali perempuan itu, merangkulnya dengan penuh kasih sayang. Pada saat itulah pandangan kita berdua akhirnya bertemu. Thomas membelalakkan matanya karena terkejut melihat keberadaanku.
"Kayra," gumam Thomas pelan.
Suara Thomas sangat pelan. Bahkan aku tidak yakin ia mengucapkannya dengan suara atau tidak.
Aku tersenyum getir menatapnya. Air mataku menetes lebih banyak. Ribuan silet semakin membabi buta mengiris hatiku. Mungkin jika bisa terlihat, akan ada banyak darah yang berceceran.
Apakah selama ini hanya mimpi?
Apakah aku terlalu berharap bahwa Tuhan telah mengirimkanku malaikat tempatku bersandar dalam wujud Thomas?
Ataukah aku terlalu memercayai Thomas?
Setelah Thomas memberikan rasa bahagia yang sebelumnya belum pernah kurasakan, sekarang ia juga menorehkan kekecewaan yang tidak pernah kubayangkan.
***
Singkat padat dan semoga cukup jelas menggambarkan ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deidamia
ChickLitLayaknya mahasiswa pada umumnya, Kayra juga merasakan lelah dan stress dengan segala perkara dunia perkuliahan. Masalah yang tak pernah terbayangkan olehnya tiba-tiba datang dan menuntut Kayra untuk menghadapinya. Bagaikan malaikat yang sengaja did...