Di Basuki Rahmat. (1)

9 0 0
                                    

Ramai kendaraan berlalu-lalang, suara klakson kendaraan beruringan. Malam ini di Basuki Rahmat, jalanan sedang padat. Ramai diluar, tidak disini. Hening makin menyelimuti. Kau fokus dengan kemudimu. Sesekali kutoleh melihatmu, tampan!

Ya, isi kepalamu yang sangat luas membuatmu terlihat tampan dan aku menyukainya. Tiap kali aku melontarkan pertanyaan yang tak masuk akal, kau dengan cuma-cuma rela menjawab semua pertanyaan bodohku.

Lantunan lagu dari radio memecahkan keheningan di dalam mobil. Ini lagu kesukaan kita! Kau menoleh padaku, tersenyum. Lalu bibirmu terbuka menyanyikan lirik lagu, akupun mengikutinya hingga lagu berakhir. Isi dari lagu ini sama seperti kita, rumit.

Ada satu pertanyaan yang belum pernah kutanyakan padamu, aku tak berani. Bukan, bukan tak berani menanyakannya padamu akan tetapi aku tak berani mendengar jawaban yang kau berikan nantinya. Aku sudah tahu jawabanmu akan menyakiti hatiku. Namun, sesuatu mengusik didalam diriku. Entah angin dari mana, tiba-tiba mulutku melontarkan pertanyaan sialan yang selama ini kutahan-tahan,

"Kal, sebenarnya kita ini apa? Dan akan sampai kapan?"

Bibirmu yang sedang bergumam tiba-tiba terkatup, lama tak ada suara darimu. Ya, kau bukan tak bisa menjawabnya. Namun, kau tak mau menjawabnya. Akupun memalingkan wajah mengarah jendela mobil. Kulihat keramaian jalan sambil menahan sesak dan tangis agar tidak tumpah sekarang.

"Kau sudah tahu jawabnya, Rana! Perasaanmu yang kelewat batas." Jawab Niskala dengan penuh peringatan.

Sialan! Bagaimana bisa dia mengataiku kelewat batas? Sedangkan Ia juga melakukan hal yang sama kelewat batas. Bagaimana aku tidak mengharapkannya lebih? Sedangkan Ia memperlakukanku diatas segalanya.

"Lantas, mengapa selama ini kau teramat baik padaku, Kala? Hingga membuatku merasa diistimewakan," tanyaku protes tak terima dengan jawaban remehnya.

"Derana, bukankah manusia memang seharusnya melakukan hal baik?" Sekali lagi, sialan kau, Kala!

Dulu aku mengenalnya diacara jurusan kampus yang ditugaskan oleh kakak tingkat pada angkatanku sebagai tugas ospek. Ia menghadiri acara sebagai mahasiswa tingkat akhiryang akan lulus dalam beberapa bulan. Kala sangat baik, Ia tidak memandangku remeh diawal perkenalantidak seperti teman-temannya. Setelah perkenalan diawal, beberapa bulan kemudian Ia memberiku pesan dan berlanjut dengan membalas beberapa pertanyaanku yang kuposting di media sosial. Lalu rasanya semesta memberi izin dan mempermudah kami untuk semakin akrab.

"Tapi Kala, perlakuan baikmu kepadaku sangat keterlaluan! Tidak mungkin kau cuma-cuma berbuat baik kepadaku!!"

"Derana, redakan amarahmu, aku tak suka kau membentakku, Cantik."

Selain wawasannya yang luas dan berbaik hati, memanggilku dangan sebutan 'Cantik' adalah hal yang membuatku menaruh hati padanya. Niskala pria lembut yang pernah kutemui.

"Persetan dengan amarahku, Kala!! Kau memang bajingan!"

"Ya, Rana, aku memang bajingan! Aku memang pecundang! Aku memang brengsek!"

"Benar!! Itu kau, Niskala Ankawijaya!!" Bentakku balik lebih kencangkarena terkejut mendengar Niskala untuk pertama kalinya membentakkudan menunjukkan jariku didadanya.

"Maaf, Rana, maafkan aku. Aku tidak berniat membentakmu," ujar Kala sambil mengambil tanganku tapi kutepis.

"Namun, Na, kekasihku sedang terbaring payah, penyakitnya makin memburuk. Aku belum bisa meninggalkannya."

"Keparat Kau, Kala! Mari kita akhiri ini. Aku tak ingin menjadi sama sepertimu!! Sesama wanita, aku masih punya hati."

Aku semakin terkejut untuk pertama kalinya Niskala Ankawijaya mengatakan kekasihnya sedang terbaring payah. Selama inisetahun lebih bersamaNiskala menceritakan bahwa kekasihnya baik-baik saja dan sedang menempuh pendidikan di luar kota.

"Tidak bisa, Rana. Aku menyukaimu, sangat menyayangimu."

"Aku juga menyayangimu, Kala! Aku juga menyukaimu! Aku suka hangat lenganmu, aku suka mendengar leluconmu, aku suka mendengar semua ceritamu... aku suka kau yang bisa menjawab semua pertanyaan bodohku, Kal. Tapi, Niskala... aku lebih suka melihatmu menjadi seorang gentle-man,"

"Akui semua perbuatanmu dan mohon ampunlah pada kekasihmu, Kala." imbuhku mengingatkannya.

"Rana, tidak bisakah kau menungguku sebentar lagi? kumohon, Derana." Rajuk Niskala setelah menghentikan mobilnya di depan rumahku.

"Semoga kekasihmu mengampunimu, Niskala." Lalu kulahap habis bibirnya hingga sesak kehabisan nafas.

Untuk terakhir kalinya kucumbu bibir manis Niskala. Bibir gelap yang selalu mengecup mataku setelah Ia mengusap air mata yang jatuh, bibir gelap yang rajin bertengger diceruk leherku terkadang sambil meniup membuatku geli dan berujung jambakan rambut dariku. Kuusap air mataku, kubenarkan kembali makeupku. Lalu, memasang senyum manisku sambil menutup pintu mobil Niskala.

Muak, sangat muak lama-lama aku mendengar bualannya. Terserahnya saja kali ini, aku sudah tidak peduli dengan Niskala, kuanggap semua ini tidak pernah terjadi. Terimakasih telah membuang sia-sia waktuku selama satu tahun lebih.

Apr 30, 2021

Bagaimana Akhirnya? (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang