'about past'

1.3K 192 23
                                    

Jin tidak tahu alasannya, tapi kakak kelasnya yang sekelas dengan toji itu terlihat sangat membencinya, akiko namanya.

"Kau punya hubungan apa sama toji?" Tanyanya, padahal ia dan toji sedang makan bersama di kantin sontak mereka jadi pusat perhatian. Apalagi pertanyaannya yang...uhm...

"....kak toji tetanggaku." Ucap jin kalem.

"Cuma tetangga?! Padahal kakak kira kakak udah kayak pacarnya kamu!" Toji entah sengaja atau bagaimana, dia malah memancing emosi dari gadis di hadapannya.

Kata-kata toji disambut dengan siulan dan tepuk tangan sekantin, ada juga yang bahkan menyoraki. Jin bener-bener malu.... jin itu... anak yang gak biasa sama situasi yang seperti ini. Intinya dia enggak banget jadi sorotan.

"Kalian gay?!" Akiko sengaja mengencangkan suaranya, jin semakin menunduk, sekarang... orang-orang memperhatikan mereka. Jin merasa tidak nyaman sekali...

Jin dan toji memang sedang hangat-hangatnya jadi topik pembicaraan, mereka selalu bertanya-tanya kebenaran dari kedekatan ia dan toji.

"Kenapa memangnya kalau aku gay? Kau cemburu hm?" Toji merangkul jin erat sementara beberapa teman sekelas jin (fujo/fudan) menjerit heboh.

"Kak..." jin berusaha melepaskan rangkulan toji, tapi usahanya tak ada arti.

"Ooh... berarti aku ini hanya mainanmu?? Mainan toji zenin selama ini?" Akiko duduk dihadapan kami, sementara dari balik meja aku dapat melihat kaki akiko menekan  kejantanan toji.

Jin memalingkan wajah, entah mengapa... tapi hatinya sakit sekali melihat keintiman akiko dan toji. Meskipun jin sama sekali tidak tahu mereka berdua punya hubungan apa.

"Jangan di hadapan jin." Suara toji merendah, matanya menatap tajam akiko.

Tak lama dari itu, akiko beranjak pergi namun sepertinya gadis itu kesal sekali. Jin menghela nafas, mendorong toji menjauh dan memilih untuk masuk kelas.

Entahlah... tiba-tiba jin tidak bernafsu untuk makan. Apalagi melihat hal tadi...

"Jin mau kemana?" Toji menyusulnya, jin hanya berjalan saja, ia merasa aneh sekali...

Di satu sisi... ia penasaran dengan maksud toji 'jangan di hadapan jin.' Sebenarnya... toji punya hubungan apa dengan akiko? Apa yang tidak seharusnya jin lihat?

"....naoya bilang dia ingin meminjam catatanku." Jin menggaruk tengkuknya yang tak gatal dengan canggung.

"Jangan berbohong! Kalian bahkan tidak satu kelas!".

Jin menutup mata dan menarik nafas pelan lalu membuangnya perlahan, "iya.. tapi naoya ketinggalan kelas matematika makanya dia pengen pinjam punyaku."

Toji mengernyit tak suka, "kenapa tidak ke teman sekelasnya saja?"

Jin mengangkat bahu, "kalau begitu, aku duluan ya kak."

Terlebih, jin butuh waktu untuk menenangkan hatinya yang sakit ini. Ia harus menenangkan diri....

"Jin."

Jin menghela nafas, "ya kak?"

"Kau marah padaku?"

Jin menggeleng polos, marah? Tidak juga... tapi jin juga bingung, moodnya jadi tak enak, dan memikirkan tentang kedekatan toji dan akiko membuatnya sedih.

Sebenarnya... dia kenapa ya?

"Aku kekelas ya kak." Pamit jin, jin sudah gak tahan lagi. Ia butuh waktu untuk dirinya sendiri tapi toji...

"Jin..." toji menarik seragam jin, sementara jin terdiam dengan tangan yang terkepal erat.

"Apa kau tidak suka aku bersama dengan akiko?" 

Jin diam, bingung sendiri sebenarnya, jawabannya sulit, karena di satu sisi ia tidak memahami perasaan yang ia rasakan.

Mengapa harus begitu?

Mereka kan hanya adik dan kakak kelas yang kebetulan adalah tetangga. Lalu... kenapa jin harus repot-repot menata hatinya yang retak.

Tunggu... apa dia patah hati?

Tapi kenapa?

"Kak aku pengen ketemu naoya nanti keburu masuk. Jadi... sampai jumpa." Jin terburu-buru berlari menjauh dari toji, bohong, padahal waktu istirahat masih lama.

Hanya saja jin tak sanggup bersama toji untuk saat ini.

.....

Jin baru tahu semuanya saat hari kelulusan toji, ketika ia tidak sengaja melihat toji dan akiko bercinta di kamar toji, saat itulah jin mengerti.

"Kami hanya partner with benefit. Aku tak pernah mencintainya!" Bela toji hari itu, nafasnya terengah-engah mungkin karena menyusul jin yang lari tunggang langgang setelah melihat hubungan mereka.

Jin hanya diam, tidak tahu harus berbicara apa. Ia tidak mengerti hal-hal seperti itu...

"Kak toji tidak harus menjelaskannya padaku."

Bohong.

Jin berbohong.

Hatinya retak seribu, dan tak mungkin lagi baginya untuk memperbaiki keutuhan hatinya. Jin juga bingung harus bagaimana....apakah dia harus tersenyum menanggapi penjelasan toji? Atau sedih? Atau marah?

Tidak tahu, jin hanya ingin menangis...

"Jin!!" Toji merengkuh jin kedalam pelukannya.

Entah jin sadar atau tidak tapi saat ini, jin sedang meneteskan air mata dengan ekpresi wajah yang hampa.

"Are...?" Jin menghapus air matanya sendiri, kebingungan. "Sejak kapan aku menangis...?" Jin memaksakan tawa di akhir membuat dirinya sendiri terlihat bodoh.

"Jin... apa aku menyakitimu?"

Jin tertawa pelan, seperti orang bodoh yang kehilangan akalnya.

"Pertanyaan yang sebenarnya adalah... kita ini apa kak?" Jin tersenyum pilu. "Apakah teman? Mana ada teman yang saling bertukar ciuman... mana ada teman yang saling berpelukan erat di ranjang, mana ada teman yang saling..." perkataan jin terputus, ia terduduk di salju.

Dingin sekali... jin harap rasa dingin ini dapat mengurangi rasa sakit di hatinya.

"Jin..." toji memeluk jin, "aku tidak bisa..."

Jin mengerti, ia paham, keluarga toji, tidak akan pernah menerima hubungan mereka berdua. Tapi jin tidak peduli, yang dia inginkan sebenarnya adalah kesungguhan toji. Bukan pengkhianatan....

Eeh... bisakah disebut pengkhianatan?

Mereka tidak berpacaran, mereka hanya berteman, mereka hanya tetangga, adik dan kakak kelas. Itu adalah hubungan mereka sebenarnya...

Tapi mengapa jin menangis sangat keras, mengapa hatinya ingin berteriak diantara salju-salju yang turun dalam damai?

Setidaknya bolehkah jin berharap... bahwa toji akan mendampinginya meskipun akan terjatuh?

Itu egois...

Ini bukan salah toji, ini adalah salahnya sendiri. Jin menyakiti dirinya sendiri karena mencintai toji.

"Kalau begitu..." jin menggigit bibirnya, jin sudah tahu kabarnya, toji akan kuliah di luar negeri. Jin terkekeh geli, benar-benar lelucon, perasaannya pada toji adalah lelucon. "Selamat menempuh hidup barumu, baik-baik ya di luar negeri."

Jin berdiri, melangkah sendiri dalam dinginnya cuaca yang membuatnya menggigil.

Paling tidak ini membuatnya lupa akan rasa sakit di hatinya. Jin tersenyum namun air matanya masih mengalir.

Sial... dia cengeng sekali...

"Jin!!" Toji terus meneriakinya, namun jin telah berjanji pada dirinya sendiri.

Ia tidak akan berbalik, tak akan pernah,  toji akan menghilang dalam hidupnya begitu pula dengan perasaannya pada lelaki itu.

.....






Kucing anjenk tanganku masih sakit abis dicakarin, bedarah pula☺

For My First Love...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang