01. Sore dengan Dia

12 4 0
                                    


Kalo biasanya di setiap cerita pasti diawali dengan perkenalan, kayaknya nggak berlaku buat kisahku ini. Perkenalan emang perlu, tapi rasanya aku nggak pantes dikenal karena nanti juga kalian bakal tau sendiri siapa aku. Soalnya peranku di sini cuma sekadar peran biasa yang benar-benar biasa aja.



Di sini, aku duduk di kursi teras hadap-hadapan sama seorang cowok yang bisa dibilang sih si penghuni hatiㅡ ya sebut aja gitu walau kenyataannya lebih susah dijelaskan.

Singkat cerita tentang aku dan Sungchan. Kami berdua itu awalnya nggak deket, terkesan nggak saling kenal.

Kejadian di perpustakaan kota membuat kami berdua bertemu tanpa kuasa kami. Saat itu, aku menemani Kak Renjun yang belajar buat olimpiadenya. Karena pada saat itu aku gabut, berujung aku cari-cari buku, tapi letak bukunya yang tinggi membuat aku harus mengeluarkan tenaga buat manggil Kak Renjun. Ternyata, Kak Renjun juga sama aja nggak nyampe, tapi emang tinggi banget sih dan di situ emang nggak ada tangga buat ngambil buku yang lumayan tinggi itu. Kemudian aku dan Kak Renjun berujung debat kecil.

Sampai tiba-tiba ada cowok yang nyapa Kak Renjun dan nanyain 'kenapa' lalu cowok itu dengan tengilnya ketawa kenceng yang bikin Kak Renjun marah lalu pergi meninggalkan aku dan cowok ini berdua. Akhirnya dari kejadian konyol itu yang membuat aku dan Sungchan saling kenal kemudian menjadi dekat, sampai mencoba menjalani sebuah janji.

Lucu juga ternyata pertemuan kami dulu. Kalo diingat-ingat tentang waktu pertama kali kami ketemu emang bisa bikin senyum-senyum sampai ketawa. Apalagi kalo inget muka Kak Renjun waktu itu dan lagi dengan reaksi Kak Renjun yang dengan cepat membuat jarak yang jauh antara dia dan Sungchan. Kalo kata Kak Renjun waktu itu sih. "Nggak mau anjir di deket Sungchan, gua berasa anak TK." Sempet mau ngakak waktu itu, tapi takut disuruh pulang sendiri sama Kak Renjun.

Kalo didenger-denger dari cerita sih keliatannya emang cukup menarik. Tapi pada dasarnya, apa? Ya gitu.

"Tsk." Suara decakan itu terdengar dari arah belakangku. Aku langsung tau itu siapa, soalnya reaksi Sungchan juga langsung senyum kalem gitu. Tentu aja oknumnya ya Huang Renjun ㅡkakakku sendiri.

"Kenapa?" tanyaku.

Dia cuma menggeleng sambil mengelus-elus telinganya. "Telinga gua tiba-tiba panas sama nging-nging, kayak ada yang lagi ngebatinin gua."

Oops. Jangan-jangan dia kerasa sama suara batin aku yang lagi bicarain perbedaan tinggi antara dia dan Sungchan. Terutama, "Nggak mau anjir di deket Sungchan, gua berasa anak TK." Gitu lagi? Tapi yaudah sih gapapa toh emang nyata, nggak mengada-ada.

Aku cuma diem natap dia, sampai Kak Renjun mengangkat bahunya berusaha melupakan hal itu, laluㅡ "Gua keluar dulu deh."

"Ke mana? Nitip jajan dong."

"Nggak, gua mau ke rumah Haechan. Inget lo nggak boleh ajak Sungchan ke kamar lo."

"Iya tau, yang penting jajan."

"Gua bilang enggak ya enggak."

"Kak."

"Nggak."

Oghey. Kalo udah gini yaudah nggak bisa ditawar-tawar lagi.

Sampai keberadaan Kak Renjun udah bener-bener hilang dari gerbang, cowok yang tadinya lagi duduk di depanku tiba-tiba berdiri. Tangannya yang sedari tadi mainin jari tanganku pun langsung udahan, berganti dengan tarikan pelan.

"Kenapa?"

"Katanya pengen jajan, ayo beli."

"Mager hehe."

Di detik itu juga Sungchan langsung menyentil keningku, tapi nggak tau kenapa abis nyentil langsung dia elus-elus. Katanya takut sakit. Ya kalo gitu mah mending jangan disentil kan?

MonachopsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang