Panas. Kiranya sang surya tepat bersinggah di ubun kepala.
Wanita itu duduk termengu di sebuah halte. Lengannya berkali-kali mengelap keringat yang bercucuran. Sudah sepuluh menit ia menunggu sang suami yang akan datang menjemput, namun yang ditunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Saat (name) hendak menelpon Kita, sebuah mobil berhenti di depan halte. Mengetahui itu adalah suaminya, (name) tersenyum cerah. Akhirnya ia bisa pergi dari tempat ini.
Pintu mobil terbuka, menampakkan sang pria di sana. (name) lalu menghampirinya. "Maaf lama, tadi bannya bocor," ucap Kita. "Aku mengerti."
Kita membukakan pintu untuk (name), mempersilahlannya masuk layaknya tuan putri. (name) pun hanya bisa tersenyum melihatnya. "Terima kasih," ucap (name).
Lalu lintas tak ramai namun tak juga sepi. Dengan lihai namun santai Kita mengemudi.
"Shinsuke, kita mau kemana?" Menyadari jalan yang dilewati berbeda, benak wanita itu menyisipkan tanya.
"Kau akan tahu nanti."
Dahinya mengernyit, menatap curiga pada Kita. Pikirnya berkelana berusaha menerka, namun jawaban pasti tak ia jumpa. Hanya mengira-ngira.
Cukup lama keduanya berkendara. Melewati ramainya kota, dengan manusia yang sibuk dengan berbagai gawainya.
"Toko kue? Kau ingin kue?" tanya (name) heran saat mereka berhenti tepat di sebuah toko kue sederhana. "Ya, kau tidak mau?"
"Tentu aku mau. Tapi kenapa tiba-tiba─"
"Tunggu di sini, aku akan mengambil pesananku," potong Kita sebelum (name) selesai berucap. Pria itu melepas sabuk pengamannya dan langsung pergi ke toko yang dimaksud.
(name) yang melihat itu hanya bisa diam tak habis pikir. Mengingat ucapan terakhir Kita sebelum pergi, berarti pria itu sudah memesannya jauh-jauh hari. Tapi untuk apa? Ulang tahunnya bukan hari ini.
Selang beberapa menit, Kita kembali dengan sebuah bingkisan kotak di tangan. "Kau bisa membawanya?" tanyanya, hendak memberikan bingkisan itu.
"Tentu, kemarikan."
Bingkisan ia terima, menaruhnya di pangkuannya. Netranya dengan jeli memperhatikan bingkisan yang dipegang. Dahinya berkedut menyisipkan tanya.
"Untuk apa kau memesan ini?"
"Untuk merayakan hari jadi kita."
Mata (name) langsung membola. "Aku.. Lupa.." hari jadi mereka yang pertama, dia melupakannya. Luar biasa.
Tawa lepas tak dapat si pria tahan. Bisa-bisanya (neme) melupakan hari sepenting ini. "Baiklah, ayo kita rayakan."
oOo
Keduanya duduk bersimpuh berhadapan. Dengan kue tart cokelat tersaji di meja bundar. Perayaan kecil-kecilan hari jadi pernikahan pertama. Tak perlu mengundang kawan atau kerabat. Hanya berdua, pasangan bermarga Kita.
Walau hanya berdua, (name) sangat menikmatiya. Menghabiskan waktu bersama Kita seperti ini adalah hal favoritnya.
"Maaf, aku melupakan hari penting ini. Padahal ini yang pertama."
Wajah (name) yang semula berseri kini tertunduk lesu. Merasa bersalah dan kecewa dengan diri sendiri. Sebuah kurva terangkat membentuk senyuman di wajah Kita. "Jangan menyalahkan dirimu."
Pria itu bangkit berdiri. "Lupa itu manusiawi." Mendengar pemuturan Kita, (name) merasa lega. "Kau benar."
"Ayo, ada yang harus kutunjukkan padamu." Kita memberi isyarat agar dia mengikutinya. Alis sang wanita bertaut, "apa?"
Langkah (name) bergerak mengikuti kemana Kita pergi. Keduanya berhenti di taman kecil yang ada di pekarangan rumah. Walau kecil, namun terbilang asri untuk taman rumahan. Kolam kecil berisi ikan koi tak jauh dari sana. Berbagai tanaman hias juga tumbuh dengan suburnya.
"Apa yang ingin kau tunjukkan?" tanya (name) memech keheningan.
"Soal itu," Kita merogoh saku celananya. Mengeluarkan kotak kecil berwarna merah. "ini, hadiah dariku untuk hari jadi kita."
"Huh?" (name) menatap Kita dan kotak itu bergantian. "hadiah?"
"Bukalah."
Tangannya bergerak membuka kotak itu. Begitu melihat isinya, matanya terbuka lebar. Kedua tangan membekap mulut tak percaya. Sebuah kalung emas dengan bandul berinisial huruf K. "Shinsuke, ini.."
"Kau menyukainya?"
"I-ini indah. Tapi, astaga.. Shin, aku tahu ini tidak murah."
"Tidak ada murah ataupun mahal jika untukmu."
Lihat, pipinya mulai bersemu.
"Mau kupakaikan?"
Yang ditanya malu-malu mengangguk. Sedangkan senyuman di wajah Kita makin mengembang. Tangannya bergerak memakaikan kalung itu hati-hati.
"K? Kenapa K?" tanya (name) setelahnya.
"Karena aku ingin semua orang tahu, kau juga seorang Kita."
Bukan sebuah rayuan, ataupun karangan. Kalimat itu, murni keluar begitu saja dari lisan si pria.
Sebuah pelukan ia berikan secara tak terduga. "Terima kasih banyak, Shin." Kita membalas pelukan yang diberi, tangannya mengelus lembut punggung sang istri. "Apapun untukmu."
Bicara tentang hadiah, (name) teringat satu hal. Syukurlah wanita itu mengingatnya. "Oh iya, aku juga punya hadiah untukmu!"
"Hm? Apa itu?"
Pelukan perlahan dilepas, (name) mendekat ke telinga Kita. Memintanya sedikit menunduk agar bisa membisikkan dengan jelas. Kita sendiri bingung pada awalnya, tapi lebih baik dia menurut.
"Shinsuke, kau─.."
Matanya mengerjam beberapa kali. Berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya. "Apa?"
"Kau tidak dengar? Kau akan jadi ayah, yey!!"
Kita masih berusaha memperoses semuanya. Pria itu diam menatap lamat (name). Sedang wanitanya memasang wajah berseri dengan senyum lebar terumbar.
"Kau tidak mengerjaiku, kan? Apa ini seperti april mop waktu itu?"
(name) tertawa lepas. Ternyata suaminya masih mengingat itu. Tapi dia berani bersumpah, kali ini serius. Sangat malah.
Tangannya menangkup pipi Kita dan tersenyum manis. Meminta agar sang suami menilik ekspresinya. "Shin, apa aku terlihat sedang bercanda?"
"Dengar," (name) menuntun tangan Kita meraba perutnya yang masih datar. "Kau akan jadi seorang ayah, dan aku akan menjadi ibu."
"Kau serius?"
"Serius! Duarius malah!"
Kali ini tak ada satupun kebohongan yang tersirat. Kita masih diam. Tangannya sedikit bergetar, matanya memanas. Bahagia rasanya.
"Sebenarnya aku ingin mengatakannya kemarin, tapi lup-"
"(name), boleh aku menangis?" potong Kita.
Sang istri mengulas senyum simpul. Kita menarik (name) ke pelukan hangat. Wanita itu menenggelamkan wajah di dada bidang sang suami. Isakan kecil (name) dengar dari lisan Kita. Bukan tangis kesedihan, melainkan tangis bahagia.
"Terima kasih banyak."
(name) tentu membalas pelukan hangat sang suami. "Yosh yosh. Menangislah, tapi jangan terlalu lama," ucapnya disertai kekehan kecil.
Tangan (name) mengelus puggung Kita, menyalurkan kehangatan yang dimilikinya.
Pemberian terindah disisa hidup keduanya, seorang Kita kecil akan melengkapi keluarga mereka.
༊*·˚
[to be continued]
Heyyaa i'm back from the death 💀
![](https://img.wattpad.com/cover/255096411-288-k514811.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Husband: K. Shinsuke
Fanfiction❝kau yang pertama dan yang terakhir.❞ ━perfect husband ;di mana seorang tuan sempurna menjadi teman hidupmu. [status: completed] haikyuu ©haruichi furudate fanfiction ©volklore art isn't mine