Prolog

620 102 15
                                    

Hari Senin di Minggu ini sangat cerah, tak ada awan atau benda langit lainnya yang melintas atau setidaknya diam ditempatnya, semuanya kosong.

Burung pun sangat sombong tak mau mondar mandir di langit seperti biasanya. Hanya ada sinar matahari yang sangat terik tepat dibawah tiang bendera yang tadi baru selesai dikibarkan.

Seakan alam semesta sedang menertawakan penderitaan kami.

"Anak-anak kita pemanasan dulu!"

".. baik pak..." Hanya beberapa murid yang menjawab, itupun dengan nada lesu. Sementara yang lainnya membuang muka atau mendecih mengeluh kenapa bisa ada pelajaran olahraga dihari Senin. Apalagi setelah upacara selesai, yang bisa dibilang jam pelajaran pertama.

Aku dan teman-temanku segera bangkit dari bawah pohon yang rindang dan segera berjemur ditengah terik pagi cahaya matahari.

"Ingin sekali ku demo guru yang buat jadwal."

Bisik temanku yang berada disebelah, kami sedang merentangkan tangan dan menggerakannya secara beraturan. Aku setuju soal apa yang baru dia katakan.

Bagaimana bisa ada guru yang tega seperti ini? Kami kelas 9 lho! Kenapa pelajaran yang menyulitkan hati dan pikiran ditetapkan di satu hari?

Jam pertama sampai istirahat pertama olahraga, jam ke 3 4 matematika, dilanjutkan IPA. Sumpah, yang buat punya dendam apasih sama kita?

Ingin sekali kukirim rudal ke rumah orang yang menyusun jadwal ini.

Kenapa harus Senin sih? Fiks, yang netapin punya dendam kesumat sama hari keramat itu.

"Habis ini kalian lari dari sini ke alun-alun kota terus balik lagi ke sekolah terus push up 10 x yang paling cepat sampai dapat nilai tambahan." Ucap sang guru olahraga dengan lancar sekali. Seakan tak punya dosa.

Guru itu berjalan dengan santai ke bagian yang tak terkena cahaya matahari dan duduk sambil membuka buku nilai, tak lupa dengan plastik minum yang dia bawa. Sepertinya itu es teajus.

Aku melihat kearah teman-teman yang lain. Walau mereka diam mengangguk, aku bisa mendengar jeritan batin hati kecil mereka. Sepertinya mereka bertanya-tanya kenapa mereka juga dapat guru seperti ini.

Akhirnya kami berbaris menjadi satu garis lurus dan secara berurutan mulai berlari.

Aku ada diurutan sesuai dengan huruf depanku, kami memutuskan untuk mengikuti nomor absen daripada rebutan tempat.

Kami awalnya berlari, tapi setelah jarak gerbang sekolah dan posisi kami sudah agak jauh, barisan lurus tadi menjadi berpencar. Semua mulai berkelompok sendiri-sendiri dan jalan dengan santai.

Persetan dengan gurunya, kami berjalan sambil bercanda disepanjang jalan, oh! Tak lupa para perempuan dikelasku yang famous mulai bergosip tentang kelas tetangga dilanjut dengan para anak laki-laki. Akhirnya satu kelas bergerombol saat sudah bergosip.

Baiklah, ini normal kan? Sangat jarang bagi anak laki-laki dan perempuan dikelasku akrab jika tidak mengalami masalah bersama-sama.

Misalnya saja saat disindir kelas lainnya, behh sangat kompak sekali pemirsa.

Aku. Tidak ikut bergosip dan menyingkir dari gerombolan itu. Aku tau ada yang namanya karma, takutnya nanti aku jadi salah satu yang terkena.

Bagaimana pun, sepertinya hanya beberapa anak yang tidak ikut bergosip, aku mengenali mereka yang sudah dilabeli anak introvert di kelasku.

Yah.. mungkin aku diantara nya?

Ada beberapa yang tidak juga, tapi aku paham juga kenapa mereka tidak ikut bergosip, sepertinya masalah utamanya adalah banyak anak famous disana.

🍃🍀[In a Visual Novel Game]🍀🍃Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang