Waktu berjalan begitu cepat. Secepat Ara membujuk Ayah dan Bunda untuk membelikan motor. Dengan adanya motor itu Ara lebih semangat untuk melaksanakan ujian. Memang ia belum terlalu lancar mengendarai. Tangannya masih terlalu kaku membawa motor itu.
Dua minggu lagi ujian nasional akan di laksanakan. Ia begitu bersemangat mendengar berita itu. Bukan! Bukan karena sebentar lagi akan libur sekolah. Tetapi, yang membuat Ara begitu bersemangat karena sebentar lagi ia akan masuk ke sekolah baru yang di impikannya. Membawa motor baru kesayangan. Berkenalan dengan teman-teman baru di sekolah. Begitu menyenangkan bukan?
Dan yang lebih menyenangkan ternyata Ara di terima di sekolah yang ia impikan. Matanya mengerjap-ngerjap. Bersorak senang. Lantas, kembali memastikan bahwa memang benar itu adalah namanya.
~Kebahagiaan di dalam rumah itu.
Ara dengan bangga memberi tahu Ayah dan Bunda bahwa ia diterima di sekolah yang ia impikan. Suaranya riang be rseru. Menatap Ayah dan Bunda sambil tersenyum.
Rizki menatap sirik. Bunda mendelik ke arah Rizki. Ara tertawa menatap Rizki seperti itu. Mengusap hidungnya. Tertawa lagi. Menatap tampang Rizki yang amat menggemaskan.
Ayah hanya menggeleng kecil. Mengatakan bahwa Rizki harus memberikan ucapan selamat. Rizki mengangguk-angguk. Berjalan mendekati Ara. Berjabat tangan sambil memberi kata-kata bijaknya.
"Selamat ya kak". Rizki menatap wajah Ara sambil tersenyum lebar.
****
Di dalam kelas, suasana itu begitu hening. Hanya goretan pulpen yang terdengar. Ibu Guru Zahra muncul dari bingkai pintu. Memecah keheningan. Memberi tahu untuk jangan asal mengisi lembar jawaban. Semua siswa menyeringai.
Rusuh seketika. Hening kembali.
~Dua minggu berlalu.
Ara sudah selesai melaksanakan ujiannya. Kamis pagi selesai shalat shubuh bersama Bunda.(Ayah sudah kembali bekerja) Ara melihat kembali motor itu. Manyun senyum-senyum sendiri. Mengkhayal. "Duh, hari senin lama sekali sih. Kan, Ara sudah tidak sabar mengendarai motor baru itu ke sekolah".
Ia teringat sesuatu. Buru-buru menghampiri Bunda. Menuju dapur.
"Bun, seragam sekolah Ara kok belum selesai di jahit ya? Kan, udah mau hari senin. Udah mau dipakai". Ara bertanya. Duduk dimeja makan. Mencicipi masakan Bunda. Eumm Mantap!
"Kan, sudah Bunda taruh di lemari pakaian kamu. Ara belum lihat ya?" Bunda menjawab. Melanjutkan memasak.
Dan Ara pun sudah melesat menuju kamarnya.
"BUNDA! SERAGAMNYA NGGAK ADA NIH!" Ara berteriak sambil terus mencari pakaian itu.
"Di lipatan pakaian paling bawah"
Ah, ini dia. Ara mencoba seragam sekolah barunya. Berdiri di depan kaca. Memakai sepatu juga tas barunya. Memakai kerudungnya. Tersenyum-senyum. Memutar-mutarkan badan. Tertawa-tawa sendiri.
Ara kembali melepas seragam sekolah barunya. Duduk di atas ranjang. Bangkit berdiri. Kembali menuju dapur.
"Rizki kok belum kelihatan ya, Bun! Nggak ada suaranya, biasanya sibuk teriak-teriakin Bunda?" Melangkah mendekati Bunda.
"Rizki kan sedang main ke rumah Rahman". Bunda menjelaskan. Menatap Ara sambil tersenyum. Ara malah mengangguk-angguk.
Bunda menoleh. Tertawa kecil.
"Bunda kenapa sih, kok ketawa-ketawa gitu? Ara bertanya. Menyeringai. Bingung dengan ekspresi Bunda. Dahinya berlipat tiga.
"Nggak, Bunda heran sama kamu dan Rizki kalau nggak ada satu diantara kalian sibuk nanyain. Tetapi, kalau sudah kumpul bertengkar lagi".
KAMU SEDANG MEMBACA
Suratan
General FictionCerita ini mengajak kalian untuk memahami bahwa "kehilangan" selalu terjadi secara tiba-tiba.