2

363 112 60
                                    

Room 614

_____

Room 614

Menatap pintu kamar asrama saja Chanyeol sudah tahu kalau ada kematian yang menunggunya di dalam sana. Sudah jelas Baekhyun akan menyalahkan dia tentang ciuman kemarin, meskipun kejadian itu benar-benar nggak sengaja.

Dia menelan ludah. Tangan kanannya gemetaran saat beranjak memegang knop pintu. Sampai-sampai tangan kirinya harus ikut andil memegangi tangan kanannya.

"Please, serigala betina jangan ngamuk." Chanyeol bermonolog sambil membuka pintu.

Sepi dan gelap. Suasana suram menyembu retina Chanyeol pas dia baru masuk ke kamar. Seolah-olah semua cahaya disedot habis oleh seseorang yang bisa Chanyeol tebak siapa.

Perlahan, Chanyeol membuka telapak tangannya. Berniat memunculkan pijaran yang bisa membuat ruangan lebih terang. Tapi usahanya gagal sebelum dilaksanakan gara-gara sepasang sepatu sudah keburu menimpuk kepalanya.

"Akh! Baekhyun!" Dia geram. "Dimana lo, minion?!"

Sementara Chanyeol celingukan mencari keberadaan Baekhyun yang ditelan gelap, sekarang giliran kursi meja belajar menghantam kakinya sampai-sampai Chanyeol terjatuh dan berlutut di lantai.

"Park Chanyeol..." Suara dingin itu membuat Chanyeol bergidik. Ditambah lagi ada sesuatu yang nangkring di bahunya.

Chanyeol mendongak, kemudian langsung memejam erat saat wajah Baekhyun yang disoroti cahaya terlihat.

"Buset dah, kunti." Alamak, Chanyeol sepertinya cari mati.

"Apa lo bilang? Setelah ngebakar poni gue dan nyium gue seenak jidat sekarang lo nyebut gue kunti?" Baekhyun menekan sesuatu di bahu Chanyeol yang rupanya adalah kakinya.

Nggak tahan disudutkan, Chanyeol pun menghempas kaki Baekhyun dan bergegas mundur.

"Siapa suruh lo muncul pakai cahaya di muka doang! Serem anjir!"

Baekhyun melangkah lebar lalu merampas kerah seragam Chanyeol. "Bisa nggak, lo tuh jauh-jauh dari hidup gue?"

"Lo pikir gue mau deket-deket lo? Kagak, jingan!"

Tubuh Baekhyun memental ke belakang, didorong oleh Chanyeol. Membuat cowok cantik itu menyeringai sarkas.

"Apes banget gue harus sekamar sama penyihir campuran payah kayak lo." Baekhyun melipat kedua tangan di dada, beranjak ninggalin kamar. Tapi kata-kata Chanyeol berhasil menahannya.

"Gue juga nggak berniat masuk Chromosome apalagi jadi teman sekamar lo. Tapi..."

"Tapi Bapak gue yang menyeret lo kesini." Baekhyun menyambar ucapan Chanyeol tanpa berbalik. "Justru itulah yang bikin gue makin benci sama lo. Orang lain berjuang keras buat bisa masuk sekolah ini. Tapi lo yang cuma anak haram ketua Klan Crimson Lion bisa masuk segampang itu."

Kedua tangan Chanyeol mengepal erat. Tapi dia nggak bisa berkata-kata bahkan buat menyangkal omongan tajam Baekhyun yang sepenuhnya benar. Hal terakhir yang dia katakan sebelum Baekhyun memilih pergi adalah, "gue juga membenci kenyataan bahwa cahaya murni Golden Dawn digenggam sama penyihir sombong kayak lo."

Baekhyun terkekeh geli. "Seenggaknya lo mengakui gue murni."

****

Kelas malam hari ini diisi sama matematika. Baekhyun membenci hal ini. Bukan masalah rumus-rumusnya yang membosankan, tapi karena pelajaran ini terkesan tidak berfaedah buat dia. Ini dunia sihir, bukan dunia manusia. Lantas, buat apa belajar menghitung segala? Buat togel? Ah, kalau itu sih sekali terawang aja Baekhyun sudah bisa menebaknya.

ROOM 614 - BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang