Dari balik sebuah meja, di depan sebuah laptop yang terbuka, sepasang mata gelap seorang perempuan menatap lurus ke arah luar Coffee Shop. Tatapannya jatuh pada seorang wanita yang tengah berdiri membelakanginya. Mengenakan sebuah cardigan lusuh berwarna putih susu, sedikit tersirat corak warna khas seragam karyawan salah satu minimarket ternama. Ia tak tahu alasan apa sehingga matanya bisa betah memandangi nona bertubuh tinggi menjulang yang lebih cocok menjadi seorang model, ketimbang menjadi karyawan minimarket.
"Za, "panggilnya usai menyesap isi cangkir di hadapannya dan meletakkannya kembali di atas meja. Di hadapannya, seorang pria yang sedang sibuk membersihkan kaca lensa kameranya menghentikan kegiatannya mendengar namanya disebut.
"Lo liat ga, perempuan itu? "Ucapnya menjawab tanya yang menggantung di wajah Amirzarudin Fatah. Lelaki bermata tajam itu membalik badannya untuk melihat ke arah yang di tunjuk orang di hadapannya. Seorang perempuan bertubuh tinggi semampai tampak sibuk merapikan isi tas selendangnya yang berantakan. Satu tangannya menggenggam sebuah handphone yang semestinya sudah masuk museum karena tergolong sebagai barang prasejarah. Rambut hitam panjangnya jatuh menutupi punggung landai perempuan itu. Tanpa harus melihat bagaimana parasnya, Mirza sudah bisa menebak apa profesi wanita yang ia taksir usianya pasti lebih muda darinya.
"Model, ya? Eh, bukan deng. Mba mba pegawai Indomaret. "Ralat Mirza ketika melihat warna seragam yang membayang dari balik cardigan putih yang di kenakan oleh perempuan yang ia lihat. Wanita di hadapannya mengangguk lambat, matanya enggan berpindah dari sosok yang masih setia berdiri di pinggir jalan seperti sedang menunggu seseorang.
"Cakep sih, sayang cakep cakep malah jadi mba mba indomaret. "Ucap Mirza yang membuat Fiony mengerutkan dahinya tak habis pikir mendengar kalimat yang terucap dari lisan rekan kerjanya itu.
"Kenapa? Bener kan, apa yang gue bilang? Dia lebih cocok jadi model daripada Cuma jadi mba mba biasa pegawai minimarket."Mirza tampak tak peduli dengan reaksi yang Fiony tunjukan. Perhatiannya kembali terpusat pada kamera yang berada di genggamannya.
"Sesuatu yang buruk bakalan terjadi sama perempuan itu, Za. Percaya gue. "Mata Fiony semakin memicing tajam memeperhatikan perempuan yang belum beranjak dari tempatnya sejak tadi. Mirza terdiam, menghela nafas malas mendengar Fiony yang lagi lagi berucap akan sesuatu yang malas untuk ia dengar. Biar bagaimana pun ucapan yang keluar dari mulut perempuan di hadapannya terdengar seperti sebuah omong kosong yang sulit untuk dipercaya. Namun mengingat rekam jejak Fiony yang tak pernah meleset dalam menebak sebuah peristiwa tindak kriminal yang akan terjadi, membuat Mirza tak bisa begitu saja menganggap enteng kalimat yang keluar dari bibir tipis kawan karibnya.
"Besar, atau kecil? "Tanya pria berusia 28 tahun itu cepat. Fiony mengangkat bahunya acuh.
"Mungkin sekadar pencopetan, ataupun jambret. "
Mirza menyandarkan malas tubuhnya ke sandaran kursi yang ia duduki usai mendengar jawaban yang Fiony ucapkan. Baginya tak ada yang menarik dari cerita seseorang yang kehilangan harta bendanya karena dicopet ataupun dijambret oleh orang tak dikenal untuk diangkat sebagai sebuah berita.
"Skip. Ga menarik. "
Belum lama bibir lelaki berambut gondrong itu menutup, keributan langsung terdengar dari arah luar coffee shop tempat mereka berada. Membuat dirinya mau tak mau kembali membalikkan tubuh untuk memastikan keributan seperti apa yang tengah terjadi di luar sana.
'Jambret! Tolong, ada jambret! "teriak perempuan yang tadi sempat ia lihat sekilas sosoknya. Masyarakat yang berada di sekitar tempat itu seketika berkerumun mengelilingi perempuan yang sedang mengalami nasib malang itu. Sebagian di antaranya ada yang memisahkan diri untuk mengejar pelaku penjambretan yang pergi menggunakan sepeda motor jenis Rx King.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home
FanfictionSinopsis: Ara, seorang perempuan muda berusia 22 tahun, yg sejak kecil tinggal di sebuah panti asuhan bernama Rumah Kasih. Di usianya yang masih muda, gadis itu harus menerima kenyataan saat Ibu Gaby, pemilik sekaligus pengurus Rumah Kasih tempatnya...