Restu Sang Ibu

11 6 0
                                    

PLAAAAKKKK!!!
Sebuah suara tamparan keras terdengar dari luar rumah bimo.
"apa kamu tidak dengar apa kata mama?" katanya dengan nada yang sedikit tinggi. "mama mau kamu menikahi freya! Dan putuskan hubunganmu dengan anita." Tegasnya.
Aku yang mendengar semua percakapan itu dari luar, seketika langsung mengurungkan niatku untuk mengetuk pintu dan memilih berdiri mematung.
"ma! Aku hanya mencintai anita. Tolong mengerti itu," teguhnya.
"mama tidak setuju kamu menikah dengan anita, bim." Kata mamanya dengan tegas. "Dia tidak sederajat dengan kita bimo. Lagi pula kamu anak mama satu satunya, mama tidak mau kamu sembarangan memilih pasangan." Sambungnya.
Mendengar semua itu, aku melangkah pergi beranjak dari halaman rumahnya. Aku tidak menyangka, jika ibunya sangat membenciku. Hingga tidak merestui hubungan kami. Hanya karena aku tidak memiliki harta kekayaan yang sama dengannya.
Aku menghela napas berat. Sambil duduk di sebuah kursi yang berada dibawah pohon rindang. Tatapanku mengosong, memikirkan sesuatu membuatku gundah malam ini. Sebuah sentuhan tangan mendarat dipundakku, membuatku seketika itu terkejut dan menoleh ke belakang.
"apa yang sedang kamu pikirkan sayang?" tanya ibunya.
Aku hanya tersenyum menatapnya, "tidak ada," sahutku singkat.
"kamu belum bersiap-siap?" tanyanya ibunya yang juga duduk disebelahnya.
"iya ma, sebentar lagi." Kataku dengan pandangan bersedih. "oiya ma, setelah acara wisuda besok. Aku mau kita pindah ke luar kota, kerumah ayah yaaa ma," pintaku dengan memohon.
"sayang, bukannya mama ngk mau, tapi kamu tau sendirikan keluarga ayah bagaimana?"
"aku juga tidak bisa ma, lama-lama berada di sini. Aku juga sudah sarjana. Ayah pasti bangga."
"anita. Ayah selalu bangga dengan kamu di surga, jadi anak mama yang cantik ini ngk perlu bersedih lagi yaa." Katanya sambil memeluk erat diriku.
"aku kangen dengan ayah ma. Ayo kita kembali dan mengunjungi makam ayah ma," kataku yang sambil memohon dengan mama.
Mama menatapku iba, ia tidak tega melihat air mataku bercucuran.
Keseesokan harinya, aku dan ibuku berangkat ke acara wisuda setelah itu kita memutuskan untuk pindah dan pergi jauh dari kota ini. Ya, kota yogya yang sangat indah dan menawan. Meninggalkan sejuta kenangan.
***
"anita amrita lusyta, S.H, M.PD," panggilnya. "selamat ya, atas gelas megester yang di raih." Sambungnya sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"terima kasih banyak pak sudah mau membimbing saya sampai sejauh ini," balasku yang menyambut dengan antusias tangannya.
Aku menunjukan ijazah kelulusanku kepada ibuku yang berdiri di sudut ruangan. Ibuku menatapku dengan bangga melihat anaknya yang sudah bersusah payah menyelesaikan studi S2.
"Selamat yaa sayang," katanya sambil memelukku dengan hangat.
"terima kasih ya ma, sudah slalu ada untukku," sahutku.
Saatku tengah asik berbincang dengan ibuku dan beranjak dari hotel lokasi wisuda, tiba-tiba seseorang memanggil namaku dan menghentikan langkahku seketika.
"mbak anita, tunggu sebentar."
Aku menoleh mencari sumber suara yang telah memanggilku. "iya?" jawabku.
"perkenalkan saya profesor rama, seorang rektor di salah satu universitas di bogor. Saya tidak sengaja sedari tadi memperhatikan mbak. Saya kaget saat nama mbak di panggil dengan gelar hukum dan sastra di S2." Katanya.
"terima kasih pak," singkatku.
"saya ingin menawarkan kepada mbak, untuk mengajar sebagai dosen sastra di kampus saya jika mbak berkenan," tawarnya tanpa basa basi. "ini kartu nama saya, saya harap mbak tertarik dengan penawaran saya."sambungnya sambil memberikan sebuah kartu nama.
"saya pikir-pikir dulu ya pak. Terima kasih atas penawarannya," sahutku dan langsung beranjak dari hadapannya.
Aku menatapi meja belajarku dengan seksama, tiba-tiba tatapanku jatuh pada sebuah bingkai foto yang terletak di sudut meja. Bimo? Bagaimana kabarmu sekarang? Sudah hampir 3th ini aku tidak berjumpa denganmu. Jujur, aku sangat merindukanmu. Lirihku.
Tok...tok...tok...
"iya, masuk."
"sayang, kita makan malam dulu yuuk," ajaknya.
"anita belum lapar ma," sahutku dengan cepat.
"apa yang sedang kamu pikirkan? Tidak biasanya kamu bersedih begini," tanya ibuku penasaran.
"tawaran ini ma! Apa anita harus menerimanya?"
"di bogor ya?"
"iya ma." Singkatku.
Ibuku menghela napas beratnya.
"sayang, kalo menurut mama sebaiknya kamu ambil tawaran itu. lagi pula kitakan bisa tinggal di rumah lama yang ada di sana," cetusnya. "ada apa sayang? Apa ada sesuatu?" sambungnya dengan pelan.
"ma, anita minta meninggalkan bogor karena anita ngk mau ketemu lagi sama bimo. Ibunya bimo tidak merestui hubungan kita. Dan ibunya meminta untuk bimo menikahi freya," kataku dengan tergesa-gesa hingga tak terasa air mengalir dari sudut mataku.
Ibu memandangiku dengan lekat dan menghela napasnya. Menyentuh kepalaku dan mengelusnya dengan lembut. "sayang, ibu mengerti perasaanmu. Tetapi kejadian itukan sudah 3 tahun yang silam. Lagi pula mungkin bimo juga sudah luluskan?" tegasnya.
Aku terdiam sejenak, dan kembali menatap bingkai foto itu.
"kamu masih mencintainya, anita?"
Sebuah pertanyaan tiba-tiba meluncur dari bibirnya.
"ma, anita hanya..."
"jika tidak, mengapa 3 tahun terakhir ini kamu masih menyimpan fotomu bersamanya?" cetusnya. "mama tahu perasaanmu sayang. Saran mama, jika kamu ingin melupakannya. Ayo kita kembali ke bogor dan jalani kehidupan barumu di sana. Dan jangan lari lagi dari masalah, hadapi semuanya." Sambungnya memberi semangat dan beranjak meninggalkanku sendiri.
Aku menatap tajam ke arahnya yang sudah beranjak sejak selesai mengucapkan kalimat itu. seketika aku terdiam, dan memikirkan perkataan ibuku tadi. Mungkin saja ada benarnya. Aku harus menghadapi semuanya bukan malah berlari dari semuanya.
***
Keesokannya aku mengetuk pintu kamar ibuku dengan membawa sebuah koper dan sudah berpakaian sangat rapi.
Saat ingin mengetuk pintu, ternyata ibuku yang sudah lebih dulu membukakan pintu.
"ada apa anita? Mengapa kamu berdiri di depan pintu mama?" tanyanya dengan heran sambil menatap tajam pakaian yang kukenakan.
"ma! Anita memutuskan untuk pergi ke bogor dan kita akan menjalani kehidupan baru kita di sana." Kataku menjelaskan dengan perlahan.
Ibu terkejut mendengarnya, ia tidak menyangka jika aku akan berubah pikiran secepat itu.
"mama tau, kamu adalah anak pemberani mama," katanya sambil memelukku dengan lembut.
"anak papa juga," sahutku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan Cerpen Nadya Mawar MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang