Siap, Komandan!

6 0 0
                                    


                   Hiruk-pikuk ibukota pagi ini membuat kepalaku mulai berputar. Entah mengapa suasana ibukota yang lengang beberapa waktu lalu akibat pandemik  terasa sudah musnah. Digantikan oleh motor dan mobil yang berseliweran dan kadang saling berpapasan dan menyisakan omelan.  

                   "Neng, ini kita sudah sampai!" suara driver ojek online menyentakkan lamunanku. 

                  "Oh, ya, Bang! terima kasih!" kataku seraya mengembalikan helm dan mengangsurkan selembar uang 5000-an. Tukang ojek itu seperti kaget dan menerimanya sambil berkata. "Makasih, ya, Mbak! Mbak baek banget!" 

                  Aku cuma mengangguk singkat memberi tanda kalau aku juga berterima kasih kepadanya. Padahal kalau dipikir-pikir, aku cuma memberinya uang 5000, sudah lusuh pula, tetapi mengapa si abang kelihatan senang sekali, ya...?

                  Eh, jangan salah, Nin! Gue malah jarang dikasih tip sama pelanggan. Kata mereka, mereka, kan, sudah kasih bintang lima ke gue.... itu sama juga tip! 

                 Tetiba aku ingat kata-kata Alan, temanku yang dulu ketua kelas. Dia sekarang jadi driver ojol karena sulit mendapatkan pekerjaan dengan ijazah SMA-nya. Ya, ada benarnya juga, sih. uang tip itu, kan, sifatnya kerelaan. kalau memang Alan tidak dikasih tip oleh pelanggan, ya, berarti bukan rezeki, kan? Gitu aja kok repot!

                   Kulangkahkan kakiku memasuki gedung tua tiga lantai yang memiliki lambang elang di tengahnya. Gedung tua ini adalah markas besar pusat pencarian dan penyelamatan yang dikelola swasta.  Meskipun swasta, pengelolaannya tetap beriringan dan tetap diawasi oleh kementerian terkat. Badan semacam ini yang dimiliki pemerintah dinamakan BNPP alias Badan Nasional Pencarian dan Penyelamatan yang ada di bawah kementerian transportasi. 

                  Aku pun sampai ke lantai satu gedung dan berjumpa dengan seorang resepsionis cantik berambut pirang. Dia kelihatan sedang sibuk mengecek buku tamu yang ada di hadapannya. 

                 "Selamat siang, Mbak...!" kataku berusaha ramah.

                 "Siang... ada yang bisa dibantu?" responsnya ramah pula. Aku jadi lega dengan responsnya yang bersahabat itu.

                 "Saya Sashikirani Anindira. Saya ingin bertemu dengan Pak Lyman," ujarku malu-malu. 

                  Resepsionis cantik itu pun mengangguk paham, kemudian mengambil pesawat telepon yang ada di depannya. Ia memijit dua nomor dan tersambung ke sebuah saluran. Ia mengobrol sebentar dengan orang yang ada di seberang saluran, kemudian menutup pesawat.

                 "Mbak Anin, sudah ditunggu Pak Lyman dari tadi. Silakan ikuti lorong ini, ya. Di ujung ada tangga dan silakan naik ke lantai dua!" kata resepsionis itu dengan suara jelas dan renyah. Aku pun mengangguk tanda paham. Namun, entah kenapa jantungku malah makin berdebar. Ini bakalan jadi wawancara pekerjaan pertamaku setelah lulus dari SMA.

                   Aku pun mengangguk sambil menunduk takzim tanda hormat. Resepsionis cantik itu membalas takzimku dengan setengah menunduk. Pandangan matanya pun langsung kembali ke layar gawai. Huh..., apakah aku tadi terlalu berlebihan menyapanya? kataku dalam hati. Entah mengapa, aku memang sangat sensitif kalau berkaitan dengan sikap orang kepadaku.

                   Setelah melewati lorong dan menemukan tangga untuk naik ke lantai dua, aku menemukan sebuah ruang dengan pintu besi yang begitu rapat. Di pintu itu tertempel jendela kotak yang membuatku bisa mengintip aktivitas yang ada di dalamnya. Ada dua orang yang sedang membaca koran dan majalah, ada seorang yang sedang kelihatan asyik melihat HP-nya. Dua orang yang sedang membaca koran itu kelihatan sudah cukup dewasa. Kutaksir usianya sekitar 40 tahun, sedangkan yang sedang membaca majalah kutaksir berusia 35-an. Salah satu dari mereka pasti Pak Lyman. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tim ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang