Prolog

356 31 2
                                    


⭐⭐⭐

Claude duduk termenung sambil menatap sendu wajah putrinya yang terbaring lemah.
Sudah 2 minggu lamanya gadis bersurai emas itu menutup mata, wajahnya semakin pucat dan tangannya semakin dingin.

Di hari Athanasia tidak sadarkan diri, Claude akhirnya terbangun setelah tertidur selama 2 bulan lamanya. Tak hanya itu, ingatan Claude juga kembali sebagaimana yang di katakan Penyihir Menara, Lucas kepada Athanasia.

"Athanasia..."

Panggil Claude lirih seraya menggenggam tangan putrinya erat berusaha menyalurkan kekuatan agar gadis kecil dihadapannya itu kembali membuka mata.

Ku mohon... bangunlah."

Tanpa Claude sadari, lelehan kristal bening jatuh membasahi pipinya, tubuh sang penguasa Obelia itu bergetar dan genggamannya pada Athanasia semakin kuat. Rasa takut akan kehilangan sosok orang yang disayangi seakan menguak naik ke permukaan.

'Jangan lagi ku mohon... a-aku-!'

Suara Claude tercekat, ia memohon agar putrinya itu lekas sadar dan kembali tersenyum seperti biasanya. Berlarian kecil ketika melihatnya, dan mencium pipinya dengan matanya yang berbinar. Claude merindukan itu semua dari putrinya. Claude ingin gadis kecil itu kembali padanya.

Sampai akhirnya....

Tok! Tok!

Tanpa menunggu balasan dari dalam ruangan sang Putri masuklah seorang Ksatria yakni Felix Rovein tangan kanan kepercayaan sang Kaisar.

"Yang Mulia." Panggil Felix ragu.

"..."

Tidak ada sahutan dari sang Raja Obelia. Ia tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Putri tidur dihadapannya. Dapat Felix lihat tatapan sayu dan redup dari rajanya.

"Maafkan saya Yang Mulia, tapi para Bangsawan memohon kedatangan Anda kali ini."

Claude beranjak dari tempat duduknya tanpa sepatah kata.

Sejak Claude terbangun dan mendapati ingatannya kembali ia sering merutuki dirinya sendiri akan apa yang sudah ia lakukan pada putri kecilnya. Claude tidak bisa membayangkan betapa menderitanya Athanasia saat itu. Claude memang bukanlah ayah yang baik, Claude mengakui hal itu. Ia pernah membenci Athanasia bahkan pernah ingin sekali membunuhnya. Tapi itu dulu jauh sebelum Athanasia memanggilnya dengan sebutan "Papa".

Sekarang Athanasia adalah segalanya. Hidupnya akan hancur tanpa Athanasia disisinya. Claude benar-benar takut kehilangan sosok Athanasia yang sudah seperti malaikat untuknya bahagia setelah kepergian Diana.

Claude jadi sering meninggalkan pekerjaan demi menemani Athanasia. Para Bangsawan terus saja meminta kehadirannya, tapi Claude seolah menutup mata dan telinga.

'Athanasia jauh lebih penting!' Kalimat itulah yang terucap di benaknya.

Tapi kali ini Claude bertekad untuk mengakhiri semuanya yang menyebabkannya kehilangan waktu berharganya bersama Athanasia.

"Felix! Panggil Penyihir itu."

Walau keberatan, Claude tidak punya pilihan selain mempercayakan Athanasia pada Lucas.
Dengan Penyihir itu disisi putrinya ia bisa meninggalkan Athanasia dengan tenang.

"Baik Yang Mulia."

Seolah mengerti kekhawatiran Rajanya, Felix menunduk hormat sebelum akhirnya pergi menjalankan perintah.

.
.
.

Cklek!

Seorang pemuda bersurai hitam sekelam malam
dengan iris ruby nya muncul di balik pintu. Pemuda itu lantas melangkah mendekati ranjang di mana Tuan Putrinya berada. Sebuah sofa yang entah dari mana sudah muncul di samping tempat tidur sang Tuan Putri.

Lucas. Penyihir Kerajaan sekaligus teman bicara Tuan Putri Athanasia.

Lucas memandang wajah tanpa ekspresi Athanasia. Tidak ada kehangatan dari tangan kecil itu juga tidak ada lagi senyuman keceriaan yang biasa menempel di wajahnya.

Kemana gadis kecil yang dengan beraninya menjambak rambut Lucas ketika tertidur panjang di hutan kecil? Kemana gadis kecil penggila coklat yang suka merengek meminta Lucas membawanya ke pasar?

Lucas mengingat kembali kebersamaannya. Hari dimana ia menghabiskan waktu bersama Tuan Putrinya seakan berputar. Kini tidak ada lagi yang menghiburnya tidak ada lagi bujuk rayu yang selalu ia dengar. Gadis yang selalu menarik perhatiannya, justru berada diambang kematian tanpa Lucas bisa berbuat apapun dan hanya bisa melihatnya.

'Aku merindukanmu..'

Lucas memejamkan matanya sesaat, meraih tangan Athanasia dan diletakkannya dipipi mencari kenyamanan dari sentuhan sang Putri.

"Athanasia.." Suara parau Lucas memecah keheningan.

"Sampai kapan kau akan tidur ha?"

"Aku...

...merindukanmu, bodoh!"

Lucas menghela nafas panjang. Tidak ada jawaban dari gadis bersurai emas dengan mata permatanya yang berkilau.

"Aku harus apa, Athanasia?" Tanya Penyihir itu dengan suaranya yang teramat lirih. Lucas lelah, sangat lelah. Ia sudah melakukan segala cara untuk membuat gadis itu terbangun sampai-sampai ia tak tidur beberapa hari dan melewati untuk makan hanya demi Athanasia.

Lucas tidak pernah berfikir tanpa gadis itu di sampingnya akan membuatnya sekacau ini. Jika saja Lucas tahu, ia tidak akan membiarkan gadis itu mengorbankan dirinya demi untuk menyelamatkan ayah psikopatnya.

Lucas benar-benar tidak mengerti jalan fikiran Athanasia. Kaisar sialan itu bahkan hampir membunuhnya, kenapa Athanasia justru mati-matian menyelamatkannya? Lucas marah pada dirinya sendiri. Jika saja ia tidak meninggalkan Athanasia saat itu, pasti gadis kecilnya ini tidak akan menderita seperti ini.

Tapi tidak ada 'jika' di dunia ini.

Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa sadar, Lucas sudah jatuh tertidur dengan tangan Athanasia sebagai penyanggah kepalanya. Masih dalam posisi duduk, kini di ruangan itu hanya menampakkan seorang Putri Raja dan Penyihir Kerajaan yang tertidur pulas.

-------------------------

T.B.C

Remember Me, Princess![Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang