Venti x Fem!reader!

2.3K 185 13
                                    

My Country











Name dan Venti hanyalah rakyat kecil yang tak punya peranan istimewa dikalangan masyarakat. Mereka hanyalah sebagian kecil dari partikel yang dianggap tak penting. Mereka tahu bahwa tangisan anak kecil takkan menggentarkan musuh apatah lagi sampai mundur menggencat senjata.

Para ksatria yang bersekutu dengan klan bangsawan lemah bersatu untuk menebus tawanan perang. Fraksi dadakan lahir tanpa dilandasi dasar hukum yang kuat. Majelis rubuh tanpa kerangka keadilan, sedang rakyat mulai meronta-ronta agar dunia segera mengembalikan kebebasan mereka.

" Name, kita tidak boleh menyerah. Bangunlah! " Venti, satu-satunya teman yang masih berada disisiku dalam keadaan genting ini. Membalut luka dilenganku dengan perban. Aku menerawang sosok yang memancarkan jiwa menggebu-gebu itu dengan netra yang setengah meredup.

Ironis. Masa belia kami yabg harusnya diramaikan oleh tawa gembira telah dirampas oleh hiruk-pikuk dentuman bom yang berhantaman.

Tidak ada makanan bagi kami. Jika krusial, kami pasrah dengan mengunyah kerikil dan minum dari air mata kami sendiri. Sambil mengingat mayat sanak saudara kami yang hancur tertimbun dalam puing-puing bangunan.

Venti dan aku sudah lama saling berjanji, jika salah satu diantara kami mati, naka satu yang lainnya harus tetap bertahan untuk memastikan panji kemenangan berkibar diatas menara lawan.

Kami tebus kau wahai tanah air, dengan nyawa. Dengan darah.

Venti memelukku sambil menyanyikan lagu kebangsaan yang merupakan hasil karangan kami sendiri. Lalu ia mengecup keningku lembut. " Ini belum saatnya untuk sekarat, oke? " Aku terbatuk kemudian berusaha mengangguk.

" Kita harus menang, Venti. " Bibirku bergerak kaku ketika mengulang sumpah serapah yang pernah kami ucapkan dengan lantang dibawah pohon Windrise. Dia mempertahankan senyuman getir dan tatapan lunaknya membuat hatiku berderu.

Aku balik membalas pelukan itu.

" Aku jadi semakin tidak ingin pergi jauh darimu.. " Venti tertawa kecil dan membelai rambutku.
" Ayo. " Pemuda kurus itu membantuku untuk berdiri.

Pikiran kami tak lepas dari integritas, prioritas.

Tujuan kami sekarang adalah meledakkan gudang senjata kubu lawan. Aku tahu ini adalah rencana tergila karena ini sama saja dengan melakukan bom bunuh diri. Tetapi ini bukan saatnya untuk membuat pilihan.

Sayang seribu sayang, permainan safari mengancam nyawa ini tak berjalan semulus permukaan sutra. Dua algojo menyergap Venti, dan dengan peluang yang ada aku bersembunyi diantara misil dan granit.

Wow, haha. Aku tak pernah mengira bisa bermain petak umpet ditempat yang mudah terbakar seperti ini. Tanganku merogoh kedalam tas. Mengamati bom kecil yang muat dalam genggaman tanganku. Aku termenung. Lagak lagu kebangsaan kami terus berputar dalam sanubari.

Bau bangkai yang bersumber dari jenazah dari kediamanku samar-samar dapat kuendus. Pertumpahan darah dan kematian telah menjadi sangat membonsankan untuk diperbincangkan.
" Venti.. Sisanya kuserahkan padamu. "

Selamat tinggal tanah airku.

...


Venti POV'S

DUM!

Satu suara ledakan berhasil memicu ketulian para tawanan yang dikurung dalam sel. Dering alarm menggema, serdadu berhamburan dari setiap lorong, bersiaga dengan pakaian bersenjata lengkap. Aku bernapas lega, setidaknya cambukan yang perku ditanyakan letak kemanusiaannya— yang telah merobek kulitku telah berhenti. Dadaku terasa sempit mengingat sosok kekasihku yang mungkin sekarang telah pergi jauh dituntun oleh hembusan angin.

Aku mengeluarkan lira. Hadiah pemberiannya yang selama ini kusimpan baik-baik. Sepertinya masih ada sisa waktu untuk memetik satu- dua bait lagu? Aku akan menunggu bala bantuan tiba.

" Selamat siang semuanya~
Aku harap permainan musikku ini dapat menyembuhkan trauma kalian. "

Tak ada sahutan.

Aku mengumpulkan napas sebanyak-banyaknya sebelum membiarkan jari-jariku menyentil benang-benang tegang beriramanya.

Satu petikan..

Aku meringis. Senar tipis ini mengiris kulitku, namun aku tahu mereka masih ingin mendengar pertunjukanku. Aku tidak boleh berhenti meski darah segar mulai membanjiri sela-sela digitku.

Aku akan terus bermain,
Walaupun hanya orang-orang pucat yang tak lagi bernapas tergeletak dipojokan menjadi penontonnya.

Meskipun diluar kegaduhan senjata dan pekikan para pejuang saling bertumbukan.
Aku tetap akan memainkan musik hingga senar memutuskan jari-jariku.

Hingga aku kehilangan jari-jemariku.



























































































Yosh.. Semangat, masih ada 28 pesanan lagih..🥱😴

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝟜𝕝𝕃 𝟘𝕗 𝕐𝟘𝕦▪︎《𝕏 𝔽𝕖𝕞𝕋𝕣𝕒𝕧𝕖𝕝𝕖𝕣 𝕏》||𝔾𝔼ℕ𝕊ℍ𝕀ℕ 𝕀𝕞𝕡𝕒𝕔𝕥||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang