Langkah kaki terdengar memasuki sebuah ruangan membuat sepasang mata yang tadinya terpejam menjadi terbuka.
"Apakabar Sabia?." tanya seorang lelaki berperawakan tinggi dengan brewok di rahangnya.
"Tentu saja buruk. Kau sudah tau jawabannya."
Lelaki itu terkekeh kecil mendengar jawaban gadis dihadapannya. "Senang membuat mu menderita."
"Kenapa kau selalu menggangguku? Apakah tidak ada kerjaan lain yang harus kau lakukan?"
"Kau akan tau jawabannya. Tenang saja."
Lalu lelaki itu keluar dari ruangan tersebut meninggalkan gadis itu kembali sendirian.
"Huh, sebaiknya aku pulang." Membuang nafas kecil lalu mengambil tas ransel berwarna merah muda yang terletak di sofa lalu menyampirkannya di bahu. Kaki jenjangnya melangkah keluar ruangan dan mengunci ruangan tersebut.
"Sabia"
Menolehkan kepalanya ke arah sumber suara yang memanggil namanya dan ternyata suara tersebut berasal dari seorang gadis pendek dengan wajah baby facenya.
"Ada apa sih Lia. Aku capek mau pulang."
"Oh iya sebentar. Ini ada surat, gak tau dari siapa. Tadi aku nemu pas piket di kolong meja kamu sepertinya ada yang naro tadi."
Sabia menatap surat berwarna hijau yang diberikan oleh Lia. "Apaan nih isinya?" .
"Lah mana gue tau. Udah baca aja kali. Yaudah gue duluan ya. Mau pulang. Bye."
Setelah Lia meninggalkannya sendiri di parkiran, tangan Sabia membuka surat berwarna hijau tersebut.
to : Sabia
let's playing the game.
Sabia mengernyitkan dahinya bingung ketika hanya mendapat beberapa kata di dalam surat. Tanpa pikir panjang Sabia membuang surat itu ke tempat sampah. Sabia tidak tahu bahwa setelah ini ia akan mendapatkan masalah yang panjang.
TBC.