Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ketiga belas.
"Alan, Ibu minta maaf tidak bisa pulang ke rumah malam ini,"
Kata-kata itu lagi.
"Kau tahu pekerjaan Ibu sangat mendesak, bukan?"
Aku tahu.
"Ibu janji akan pulang 3 hari lagi. Bagaimana dengan kue ulang tahun?"
Terdengar menarik. Tapi aku mau merayakan ulang tahunku hari ini.
"Jaga dirimu dan jaga rumah baik-baik. Selamat ulang tahun, Sayang. Ibu menyayangimu."
Membosankan. Ulang tahun kali ini sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya. Ibuku tak pernah punya waktu luang untuk pulang ke rumah. Ia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan di hari Ayah meninggal, Ibu tak hadir dengan alasan pekerjaan menumpuk yang menuntut agar segera diselesaikan. Maksudku, bukankah itu sangatlah berlebihan? 3 tahun berlalu dan aku merasa masih sulit untuk memahaminya.
Saudara kandung? Kakak atau adik? Aku tak punya. Ibu melahirkanku dengan susah payah dan berkata ia tak akan lagi melakukannya. Dari perkataannya, aku pun mengetahui bahwa ternyata kehamilan dan melahirkan itu bukanlah proses yang mudah dan sangat menyakitkan. Setelah tahu akan hal itu, aku tak lagi menuntut Ibu agar memberikanku seorang adik. Ibu paham akan kondisiku yang selalu kesepian di rumah, tapi mungkin saja ia tak ambil pusing dan semakin menyibukkan diri dengan pekerjaannya.
Teman? Ibu tak mengizinkanku untuk pergi sekolah di luar. Ia lebih memercayai guru private yang kemudian didatangkannya ke rumah hampir setiap hari untuk memberi pengajaran. Namanya Miss Eva. Aku suka dia, benar-benar wanita yang baik dan juga murah senyum. Miss Eva sangat sabar mengajariku. Mungkin Miss Eva adalah satu-satunya teman yang mendengarkan keluh kesahku. Aku selalu bercerita tentang Ibu yang tak pernah pulang untuk menemaniku di rumah. Miss Eva mendengarkan dan tak pernah luput mengelus kepalaku sebagai penenang.
Yah, kisah hidupku memang cukup tragis. Aku tidak tahu harus melakukan apa sekarang.
Meniup lilin dan membuat permohonan lagi mungkin? Itu bukan ide yang buruk.
Aku beranjak dari atas tempat tidur dan keluar kamar, menuruni tangga dengan cepat menuju dapur lalu membuka kulkas. Seingatku ada sepotong pizza yang kemarin tak sempat kumakan dan kusimpan di sana.
Setelah mengeluarkan pizza dan mengambil 2 butir lilin dari rak, aku pun membawa piring tersebut ke ruang makan. Usai menyalakan lilin dengan sebuah korek api, aku mulai memejamkan mata dan membuat permohonan yang sama seperti tahun lalu.
Aku berharap akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Ibu di tahun ini dan tahun yang akan datang.
Selesai. Aku tersenyum lebar dan bersiap meniup lilin di atas pizza.
Puh! Lilin tersebut berhasil padam. Bersamaan dengan padamnya semua lampu di rumahku. Membuat keadaan seketika menjadi gelap gulita, membutakan pandanganku ke seluruh penjuru arah.
Aku terkejut dengan apa yang terjadi. Ini aneh. Rumahku tak pernah dilanda kegelapan yang total seperti ini sebelumnya. Tubuhku membeku. Bibirku kelu, sulit berkata. Rasanya seperti ada yang mengunci pergerakanku dan memperhatikanku entah dari mana. Keadaan benar-benar sunyi selama beberapa detik.Tapi beruntung kondisi itu tak berjalan lama. Beberapa detik berlalu dan listrik rumah kembali menyala. Mataku terfokus lagi memandang isi rumahku yang tadinya terselimuti oleh hitam gelap. Namun ada yang aneh. Hawanya tak sama seperti tadi. Kali ini aku merasa hawa yang kian menusuk dan mencekam.
Tak mau berlama-lama di ruang makan, aku segera menghabiskan pizza-ku dan berlari kembali ke kamar. Membuka iPad milikku yang tergeletak di atas ranjang. Tak ada notifikasi masuk selain pemberitahuan dari aplikasi game yang mengingatkan untuk login agar tidak melewatkan item gratis. Aku mengabaikan itu lalu memilih membuka galeri. Melihat foto-fotoku dengan Ibu yang diambil kurang lebih 4 tahun lalu. Itu adalah terakhir kalinya kami berfoto bersama sebelum Ibu menggila dengan pekerjaannya di kantor.