Jahil

1.4K 170 131
                                    

Haruto itu jahil nggak ketululungan, kalo ibarat kanker, jahilnya Haruto itu udah stadium empat. Bahaya!!

Begitu menurut Junghwan. Dia masih tidak habis pikir kok bisa seluruh sekolah menganggap Haruto sebagai sosok yang cool dan kalem, padahal yang Junghwan liat Haruto itu nakal, petakilan, pokoknya jahat, udah gitu tinggi, ganteng lagi. Mana masih muda jugakan... masih bisa nambah tinggi sama nambah macho.

Tapi!!!!!!!

Tapi bukan itu masalah Junghwan disini. Muda, tinggi, ganteng apa gunanya kalo saban hari kerjaannya cuma ngisengin orang.

Atau kalau menurut Asahi,  lebih tepatnya ngisengin Junghwan doang. Karena lihatlah... dimata seluruh sekolah Haruto adalah pujaan bangsa yang harum namanya.

Ketidak sukaan Junghwan kepada Haruto dimulai sejak kelas satu SMA. Tepat sehari setelah kegiatan MOS selesai. Seingatnya selama MOS hubungannya dengan Haruto baik-baik saja, bahkan bisa dibilang mereka klop, tidak ada kejadian yang menurutnya bisa memicu perbuatan Haruto kepadanya hari itu.

Junghwan baru saja dihukum oleh kakak ketua MOS karena tidak mengumpulkan prakarya dari botol plastik diakhir acara MOS. Alasannya karena Papa tadi sedikit kesiangan, padahal dia ada rapat penting dengan atasannya, jadi saat mengantar Junghwan MOS hari ini, Papa buru-buru. Saking buru-burunya, si Papa langsung tancap gas begitu Junghwan turun dari mobil, meninggalkan Junghwan yang kebingungan karena belum sempat menurunkan prakarya botolnya. Ketika Junghwan telepon Papa, beliau hanya menjawab dengan penuh penyesalan, 'duh dek... papa buru-buru banget, lupa. Maaf ya, dihukum dikit ngga apa-apakan?'

Alhasil, Junghwan tidak bisa menerima hukuman ini dengan lapang dada, terutama karena dia merasa bahwa dia sudah bekerja super ekstra keras untuk prakarya botolnya.

Kesal dan kecewa, Junghwan pergi ke halaman belakang sekolah begitu hukumannya selesai. Halaman belakang memang kosong saat ini karena hampir semua kegiatan MOS diadakan di halaman depan yang banyak rumput dan rindang.

Junghwan baru saja berjongkok, menenggelamkan wajahnya diantara telapak tangannya dan mulai menangis, ketika tiba-tiba mendengar langkah kaki mendekatinya, otomatis dia mengangkat wajahnya dan menemukan Haruto berdiri didepannya.

"Junghwan, kamu kenapa nangis?" tanya Haruto ikut jongkok.

"Nggak apa-apa." jawab Junghwan sambil mengusap pipinya yang basah, "kamu balik lagi aja ke depan, nanti dicariin panitia."

"Aku mau disini aja, barangkali kamu mau cerita. Aku mungkin bisa bantu." kata-kata Haruto terdengar tulus.

"Kalo aku cerita, nanti kamu malah ngetawain aku." kata Junghwan, bibirnya mulai mengerucut.

"Aku nggak akan ngetawain kamu."

"Nanti kamu ngeledikin aku."

"Aku nggak akan ngeledikin kamu."

"Nanti kamu -,"

"Aku janji cuma bakal dengerin kamu, nggak bakal ngapa-ngapain kamu, Junghwan." potong Haruto sambil mengangkat dua jari tangan kanannya.

Junghwan ragu, tapi melihat Haruto yang terlihat betul-betul tulus, Junghwan akhirnya mulai menumpahkan kedongkolannya terhadap Papa, kakak Panitia, bahkan terhadap dirinya sendiri. Haruto menepati janjinya, dia tidak menertawakannya dan hanya mendengarkannya sampai bunyi bel terdengar.

"Makasih ya, udah mau dengerin." kata Junghwan sambil berdiri, merapikan bajunya yang kusut karena terlalu lama jongkok.

"Sama-sama, jangan nangis lagi ya... kalo mau nangis cari aku."

Mendengar nada Haruto yang lembut, Junghwan mengangkat wajahnya, menatap Haruto. Tanpa disangka-sangka Haruto kemudian mencium pipi Junghwan bersamaan dengan sorak sorai di halaman depan, menandakan bahwa acara MOS sudah selesai dan mereka bisa pulang.

JahilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang