Delmara, dari lautan, untuk lautan, kembali ke laut.
.
.
.Delmara, gadis mungil bersurai gelap sepunggung duduk memeluk lutut di pinggiran geladak, memandangi hamparan luas laut biru di depan. Sudah menjadi kebiasaannya setiap sore duduk termenung di sana, menghitung banyaknya ombak yang datang mendekat hingga senja pamit pulang.
Namun, hari ini agak sedikit berbeda. Saat malam perlahan menggantikan senja, ia masih berada di sana. Hingga seorang lelaki datang menghampiri lalu menepuk pelan bahunya.
"Ara," panggilnya.
Delmara menoleh ke samping, tetapi tak menyahuti panggilan itu.
"Yuk, pulang. Sudah mau malam," ajak lelaki itu.
"Kamu duluan aja, Ala. Aku masih mau di sini," tolak Delmara mengalihkan pandang kembali ke lautan.
Lelaki bernama Manggala itu lantas duduk di sebelah Delmara. Angin berembus semakin kencang, menerbangkan rambutnya yang mulai panjang.
"Ya sudah, aku duduk juga, ya di sini. Mau nemenin kamu, takut diculik lumba-lumba," canda Manggala.
Tidak ada sahutan apa-apa dari Delmara, Manggala pun tampak larut memandangi sang surya yang semakin tenggelam. Hanya terdengar suara ombak dan angin laut yang menemani keheningan antara mereka berdua.
"Manggala," panggil Delmara.
Manggala menoleh, kedua alisnya tertaut heran. Ketimbang 'Manggala', gadis itu lebih sering memanggilnya dengan panggilan 'Ala'. Lalu mengapa tiba-tiba ia memanggil 'Manggala' alih-alih 'Ala'?
"Aku sayang sama kamu," ucapnya tanpa menoleh ke samping.
Manggala terdiam sejenak. "Kamu juga tau berapa besar sayang aku ke kamu, Ara."
"Kenapa kamu sayang aku?" tanya Delmara.
"Apa aku butuh alasan untuk sayang kamu?" Manggala bertanya balik, sembari menatap wajah mungil Delmara.
Wajah itu masih sama, hanya saja pancaran cahaya semakin redup seolah tak ada semangat hidup. Aura cantik masih terlihat jelas meski tulang pipi semakin menonjol. Dan perasaan Manggala pada Delmara masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
"Semua butuh alasan, Ala."
"Karena kamu adalah Delmara, aku menyayangimu karena kamu adalah Delmara," jawab Manggala.
Jika perempuan lain mendengar hal ini, mereka akan menjerit riang atau wajah berubah merah bak kepiting rebus. Namun, Delmara berbeda. Ia justru semakin menunduk dalam ke pelukan lutut.
"Karena aku adalah Delmara, harusnya kamu menjauhiku, Ala," ujar Delmara.
Manggala mengernyitkan dahi.
"Delmara, si gadis kotor pembawa sial. Itu aku, dan aku tidak pantas untuk kamu, Ala."
'Gadis kotor pembawa sial', mendengar kalimat itu membuat Manggala merasa tertohok. Ia ingat jelas bahwa kalimat itu keluar dari mulut wanita yang melahirkannya saat ia membawa Delmara ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sea [ONESHOT]
ChickLitBagaimana rasanya saat dunia sudah tak memihakmu lagi? Rasanya sudah tak ada guna melanjutkan hidup bukan? Kini Delmara tengah berada di posisi ini. Rentetan luka datang bertubi-tubi, berlomba-lomba saling memberi sayatan pada hati yang sudah tak be...