Tujuh

3 0 0
                                    

Untuk Ara.

****

Seseorang pernah berkata padaku bahwa di kehidupan ini kita akan bertemu dengan banyak orang, ini adalah suatu hal yang tidak mungkin dapat kita hindari. Sebagian dari mereka, kita akan menghabiskan sisa hidup kita bertanya-tanya apa yang terjadi pada mereka. Sebagian lagi, kita akan menghabiskan sisa hidup kita bertanya-tanya apakah kita pernah terlintas di pikiran mereka. Sebagian lagi, kita akan menghabiskan sisa hidup kita menyesali hari pertemuan kita dengan mereka.

Malam itu, ketika aku mengikuti bisikan angin malam hari, melewati senja yang menyelimuti kota dan jendela yang membingkai orang-orang sekaligus memisahkan mereka seperti kata ‘selamat tinggal’ yang tak pernah terucap. Saat keheningan menggantung di udara dan aku disesaki oleh hal yang tidak dapat kuingat dan tidak pernah kukatakan sampai kurasakan di ujung-ujung jariku, aku menyadari satu hal. Orang itu lupa menyertakan dimana sebagian orang-orang yang kita temui akan menjadi cerita yang mungkin tak akan pernah kita ucap.

Beberapa orang terlahir untuk berjuang. Bukan karena mereka terlahir dengan keberanian yang menyala seperti bara api perapian di tengah musim dingin. Bukan karena mereka kuat bagai baja melekat pada tubuh mereka. Tetapi karena dunia memutuskan bahwa orang ini akan mempunyai api dan baja di darah mereka. Dan mereka akan dicobai, mereka akan menghadapi terjangan demi terjangan. Rusak, bangkit, dan tumbuh tanpa henti. Tetapi mereka lahir untuk berjuang. Dan mungkin ini bukanlah jalan hidup yang ingin mereka pilih. Mungkin jika mereka bisa memilih, mereka ingin beristirahat sejenak. Tetapi mereka lahir untuk berjuang, itulah satu-satunya hal yang mereka tahu. Itulah hal terbaik yang dapat mereka lakukan. Dan terkadang, hanyalah itu yang dapat mereka lakukan.

Ramai suasana jalanan di malam hari menjadi tuli di telingaku. Seketika aku merasa sangat kesepian, seperti aku kembali ke masa kecilku lagi. Suasana di akhir bulan Agustus selalu seperti ini, udaranya selalu pekat dengan kesedihan dan sesuatu yang terasa sangat dekat namun sangat jauh pada waktu yang bersamaan. Aku berjalan dengan kedua tangan berada di kantong celana dan mataku tidak bisa berhenti memandang sesuatu yang sudah jauh terbakar oleh detak jam dinding. Aku sedang mengingat, aku sedang mengingat.

Waktu itu, saat umurku masih dapat kuhitung dengan kedua tanganku, aku mempunyai seorang kawan bernama Ara. Sejujurnya tidak banyak yang dapat ku ingat tentang Ara, mengingat aku yang masih lugu dan pertemuan kami yang hanya seujung kuku waktu. Tetapi ada satu hal yang tak pernah hilang dari ingatanku, Ara tidak menyukai warna merah, ungu, dan biru. Ayolah, untuk warna merah dan ungu, aku pun tidak menyukai mereka. Namun biru? Wah, warna biru itu keren. Semua anak laki-laki di kelas kami dahulu menyukai warna biru. Alasan mengapa Ara tidak menyukai warna ini baru ku sadari di kemudian hari.

Umurku belum genap sepuluh tahun saat aku bertemu dengan Ara. Wajahnya sudah memudar di ingatanku, yang masih dapat ku ingat adalah seorang anak perempuan kurus yang senang tersenyum kepadaku dengan rambut yang selalu dikuncir kuda. Siluet rambutnya yang dikuncir kuda berayun lembut setiap kali kami melangkah pulang dari sekolah bersama. Ara dengan kelembutannya terhadap semua orang yang ditemuinya namun ternyata senang memanjat pohon hanya untuk melihat langit. Jika aku ditanya hal apa yang tidak akan pernah aku akui pada Ara, maka hal itu adalah sebuah fakta bahwa aku sama sekali tidak bisa dan tidak mempunyai keberanian untuk memanjat pohon. Namun karena aku tidak mau kalah dari Ara, aku menekan ketakutan itu dalam-dalam dan mulai memanjat.

Seorang anak perempuan yang walaupun wajahnya sudah pudar dimakan waktu akan selalu aku simpan di ingatanku yang walaupun sudah memudar seperti warna sarung bantal dari masa kecilku, tetap tidak mau pergi dari kepalaku. ia sering mengunjungiku di antara hening di kepalaku di akhir bulan Agustus.

Entah mengapa ia selalu senang mengunjungi kepalaku di tiap bulan Agustus, seberapa keras pun aku berusaha untuk mengingatnya, semakin aku tidak bisa mengingat apa-apa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TujuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang