1

24 2 3
                                    













prang ...

terdengar suara piring yang dilempar sangat kencang.

"KAMU INI APA APAAN SIH, IRMA ! KAMU NIAT MASAK NGGAK ?! KALO NGGAK MENDING GAK USAH BIKIN MAKANAN BUAT SAYA. LEBIH BAIK KAMU KASIH KE ANAK YANG KAMU PUNGUT !"
"Mas, itu anak kamu.. hiks"
"SAYA. GAK. PEDULI." Kata ayah sembari menekan semua kata kata yang dikeluarkan nya
"ANAK SAYA GAK PERNAH DAPAT NILAI KECIL. BEGO ANAK KAMU"

Terdengar bentakan dari sang ayah, dan isakan kecil sang bunda dari bawah sana. Naren pun bergegas turun kebawah untuk menemui sumber suara itu. Saat hendak turun kebawah, ia sudah melihat kakak nya sedang memeluk sang bunda. bergegas ia lari sekencang mungkin untuk menghampiri ayahnya yang belum jauh dari pekarangan rumah untuk berangkat ke tempat kerjanya.

"Ayah brengsek." Kataku sembari lari membuka pintu dan menarik kemeja ayah.
Lantas ayah pun membalikkan badan nya, dan menatapku dengan tatapan menakutkan.

"Jika saya brengsek. kamu apa, anak durhaka?!"
"Setidaknya saya masih bisa menghargai perempuan!"

Jawab naren yang berhasil membuat ayahnya sangat murka, dan memukulnya hingga tersungkur di lantai. Tapi naren tidak selemah itu, ia tetap berdiri dan memukul ayahnya balik. Setiap hari, akan selalu ada kegaduhan di rumah ini. Bahkan masalah kecil pun, bisa berdampak saling pukul seperti saat ini. Jika saja Atala tidak melerai nya, mereka berdua akan masuk kedalam rumah sakit.

Sekarang, ayahnya sudah pergi bekerja. Entahlah, ia benar benar bekerja atau hanya alibi untuk berduaan dengan pacar baru nya. Memang bukan rahasia lagi, Ayah suka membawa pacar nya kehadapan kami. Brengsek, memang.

Di kamar kakak, ada sedikit perbincangan kami, saat kakak sedang mengobati luka dan memar ku.

"Kak, gue mau undur diri aja jadi anak ayah"
"Hust. Gaboleh gitu, dia tetep ayah lo, kalo ga ada dia ya lo ga ada, begitupun gue"
"Tapi ya mikir, gila. bunda selalu digituin tiap pagi, dan gue akan terus terusan berantem sama Adijaksa Akastra itu."
"Adek, jaga ucapan nya. Sebrengsek apapun dia, dia tetep ayah lo"
"Bisa gak sih, kak? Lo jangan baik baik amat sama orang jahat modelan dia."
"Gue ga bisa benci dia, mas"
"Oh, oke. Benci gue, sekarang."
"Ren, gak gitu. Gue gak akan bisa benci orang yang ga ngelakuin salah apapun ke gue"
"Kak, lo bego nya udah mendarah daging , ya? Jangan baik baik sama orang jahat, apalagi bapak Adijaksa itu."

Naren langsung mengambil langkah nya untuk keluar dari kamar Atala, tanpa ditahan sang kakak.
Ia menghampiri bunda nya yang sedang terbaring lemas di kamar, setelah dipukul tadi pagi oleh Adijaksa. mengelus pelan surai rambut cokelat kehitaman milik bunda nya, cantik.. selalu cantik. Aku melihat bunda dengan tatapan kekhawatiran, yang mengucapkan secara tersirat "bunda, gak apa apa?"

"Bunda gak apa apa, mas" jawab bunda peka saat aku melihatnya dengan tatapan itu
"Bunda, mas takut ayah gitu lagi ke bunda"
"Nggak apa apa, mas. Mas jangan berantem lagi sama ayah, ya?"
"Bun, kalo itu mas nggak bisa sebelum ayah gak ngelakuin kejadian tadi pagi lagi ke bunda"
"Mas, bunda gak apa apa, sayang"
"Bunda, banyak memar di badan bunda" kataku sembari memegang luka memar bunda.
"Mas juga ada memarnya, tapi memar bunda nggak sakit kok. Mas gak apa apa?"
"Selama bunda gak apa apa, mas juga gak kenapa kenapa, bunda"
"Yasudah, sebentar lagi masuk sekolah nak. Mandi, nanti diantar kakak"
"Siap, ratu" kata ku sambil mengambil langkah ke pintu kamar bunda untuk segera melakukan apa yang bunda suruh.

Kenapa ya tuhan, bunda malaikat tak bersayap dan cinta pertama Naren sering disakiti, bahkan orang terdekatnya, Ayah.
Ayah suka melukai bunda dengan memukulnya ataupun menendangnya. Sungguh, suami dan ayah macam apa dia?

Rasa rasanya, Adijaksa tidak layak untuk menerima panggilan ayah, dan suami. Kalian tau? kami sebagai keluarga, tidak ada interaksi satu sama lain dengan ayah. Lihat muka nya saja sudah malas, apalagi berinteraksi.

Gelar keluarga bahagia untuk mereka terakhir kali saat usia Naren terbilang masih kecil. Ya, 6 tahun. Saat anak anak masuk sekolah dasar dan diantar oleh kedua orang tuanya dengan bangga, Naren pun merasakan hal itu. Tapi tidak lama kemudian, ayahnya berubah semenjak kehadiran si cantik pacar barunya. Menurutku, dia memang cantik, tapi tetap lebih cantik bunda.

Semuanya berubah, ayah sering keluar malam dan pulang pagi. Ditanya habis kemana pasti dijawab 'gak usah tanya tanya saya.' pasti begitu.
Semenjak Atala dan Naren mendapatkan nilai dibawah rata rata ayahnya, ia sangat marah. Lagi, dan lagi. Hanya untuk reputasi, padahal nilai mereka berdua sudah diatas rata rata temannya, bahkan rata rata sekolahnya. mereka mendapat rata rata 95. Sedangkan ayahnya memaksa untuk mendapat minimal 97, tidak ada kata 'ayah bangga sama kalian' yang terucap dari bibirnya saat itu.

Dan saat itu pun, bunda dan ayah saling pisah kamar tanpa kejelasan yang pasti.
Setelah itu, bunda makin sering bolak balik workshop, karena ayah tidak memberikan nafkah untuk bunda. Hanya sekedar uang belanja bulanan pun tidak ada, padahal kami masih satu atap, dan satu kartu keluarga, pastinya.

Naren kini sedang berada di atas motor kakak nya, Atala.

"Kak, cepet udah jam 9"
"Kelas lo kapan? Setengah 10, kan?"
"Iya, tapi gue mau makan dulu sebelum kelas mulai"
"Ohh yaudah, bawa bekel lo?"
"Enggak, beli aja di Majan"
"Dih, Majan terus? Mau onigiri Indojuli nggak? Gue beliin deh"
"Dih, Sopan lo nanya gituan? Nasi kuning Majan paling enak, tapi kalo ditawarin onigiri apa salahnya gue nerima" kata nya sambil mengulas senyum manis di bibirnya yang terlihat dari spion Atala. Saat itu pun, Atala tersenyum.
"Dih. gue kira nolak, mas" dilanjut dengan kekehan Atala.
"Bisa bisa nya gue nolak niat baik kakak gue"
"Halah, bisa aja. Tapi nanti malem belajar ya, mas"
"Iya kak, santai aja. Gak ada game di hp, paling di laptop" naren terkekeh
"Dih, yaudah belajarnya di kamer gue yang gak ada laptop ataupun komputer yang ada game lo"
"Iya, kak. Gue lagi gak mau main aja akhir akhir ini"
"Nyampe, mau sampe kapan lo ngoceh? Beli gidah sana onigiri nya" kata atala sambil merogoh kantong nya
"Gak usah, gue bayar sendiri aja. Lo mau?"
"Boleh, mas"
"Ayam atau tuna? Spicy nggak?"
"Tuna, spicy mas"
"Oke" kata Naren sambil memasuki Indojuli

Setelah sampai sekolah dan sudah dengan onigiri nya masing masing, Atala dan Naren memasuki kelas nya.





































»»————-  ————-««

kritik dan saran, sangat diperlukan. maaf update nya lama banget
maaf untuk typo" yang beterbaran disini

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

blueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang